Salah Tujuan

7 5 3
                                    

"Woii, bengong aja! Lagi mikirin apaan lu?" kejut Babam padaku yang sedang duduk termenung, menopang daguku dengan kedua telapak tangan.

"Hah? A-paan Bam?"

"Lagi mikirin apa? Sampe gue panggilin daritadi, lu engga nyaut!" tanya Babam yang penasaran dengan permainan pikiran yang tidak sengaja aku lakukan.

"Bam, Doni anak baru itu ganteng banget yah ... pengen deh bisa deket sama dia, Bam," Aku berseru pada Babam yang kemudian langsung menekuk wajahnya dan seketika meninggalkan aku di bangku kantin sekolah dengan wajah kebingungan.

***

Sinta Larasati, teman-teman biasa memanggilku Sinta. Aku dan Babam adalah sahabat sejak kecil. Dari bangku taman kanak-kanak kami sudah sangat akrab. Selain rumah kami yang berdekatan, Bunda dan Maminya Babam adalah sahabat semasa kuliah.

Dimana ada Babam, di sana pasti ada aku, di mana ada aku pun di sana akan ada selalu Babam yang setia mendampingi aku. Tak jarang yang belum mengenal kami, selalu menganggap kami adalah sepasang kekasih. Padahal aslinya, tidak seperti yang mereka anggap.

Babam yang memiliki postur tubuh tinggi juga kulit putih adalah impian anak-anak di sekolah. tidak hanya postur dan warna kulit yang mendukung ia menjadi tipe anak laki-laki yang pantas di perebutkan, melainkan kecerdasan otaknya yang selalu menjadi juara juga menjadi daya tarik anak-anak perempuan.

"Ihhh, Babam kamu itu ngeselin banget sih? Orang lagi curhat malah main tinggalin aja!!!" Aku  berusaha mensejajarkan langkah dengan langkah lebar milik Babam.

"Jam istirahat udah mau selesai Sinta ...!" Ia menarik lenganku untuk berjalan lebih cepat lagi, Hampir aku tidak dapat menyamai langkahnya dan terjatuh, namun beruntung sebelum aku jatuh tangan seseorang sudah lebih cepat tanggap menarik lenganku satunya lagi.

"Oh Tuhan, Doni ..."

Mataku tidak berhenti memandangi wajah anak baru yang sekelas dengan aku dan Babam. Waktu seakan berhenti untuk sesaat, seolah mendukung posisi aku yang kini berada dalam pelukannya. Matanya dan mataku saling beradu, degup jantungku berdetak kencang seolah-olah dikejar anjing peliharaan Bu Santos yang biasa mangkal di bawah pohon rambutan ujung jalan perumahan. Tapi ...

"Sinta, bangun. Ngapain sih lu tiduran kayak gitu. Bangun buruan!!!" Babam berhasil membuyarkan menit-menit terindah dalam hidupku.

Setelah kejadian itu, Doni kini mulai bermain dengan aku dan Babam. Kini aku tidak lagi berdua dengan Babam, melainkan bertiga dengan Babam. Aku senang, meskipun hubungan pertemanan ini membuat aku selalu salah tingkah. Ya, ternyata aku masih menyimpan rasa suka pada Doni.

"Sin, besok malam lu ada waktu gak?" tanya Doni padaku yang sedang menyeruput es cendol dari sedotan berwarna pink. Hampir aja aku tersedak mendengar pertanyaannya.

"Eh, ehm ... engga, kenapa Don?" Aku kembali bertanya padanya.

"Jalan yuk, gue mau ngajak lu nonton ke bioskop. Tapi jangan ajak Babam yah," ajak Doni yang membuat aku hampir lupa untuk bernapas. Warna di wajahku sudah mulai memerah, detak jantungku semakin kuat detakannya. Ajakannya seolah-olah membuat aku melayang, andai aku tau dimana nirwana itu berada, mungkin aku akan terbang sampai kesana. "Sin, kok malah bengong?"

Aku terkejut Doni menggoyangkan pundakku, menarik aku kembali turun ke bumi. "Iya, gue mau. Tapi kenapa gak boleh ajak Babam, Don?"

"Ada deh, pokoknya besok stand by yah di rumah," lanjut Doni.

***

"Malam ini akan menjadi malam yang sangat bahagia, aku harus dandan secantik mungkin. Aku tidak mau membuat Doni kecewa. Duh, pake baju apa yah? Kalau pakai lipgloss ini bakalan kelihatan menor gak yah? Terus pakai sendal apa kets? Aduh ... aku bingung, Tuhan tolong aku pelis ..."

Aku terus mendandani diri ini untuk mencapai hasil yang sangat baik, setidaknya aku harus bersiap-siap kalau saja Doni menembak dan mengajak aku untuk menjadi pacarnya. Tidak lama berselang, suara Doni yang mengucapkan salam terdengar dari teras rumah. Bertemu dengan Bunda dan Ayah, Doni bersikap sopan sekali. Nilai plus untuk Doni, karena mampu mengambil hati orangtuaku. Akhirnya kami berdua jalan ke bioskop yang Doni janjikan. Dengan mengendarai motor matic berwarna biru laut, kami menyisir jalan. Pokoknya malam itu sungguh malam yang romantis, Doni benar-benar pandai mengambil hatiku. Aku semakin berbunga-bunga saat memandangi wajahnya.

"Gimana filmnya bagus gak?" tanya Doni

"Bagus banget, kok lu tau sih kalo gue suka sama film berbau thriller?"

"Hehehe tau lah, soalnya film kesukaan lu gak jauh beda sama Babam. Oiya kita makan di restaurant tempat biasa lu sama Babam makan yuk, gue denger disana makanannya recommended banget yah?"

Babam? Mungkinkah si jangkung nyebelin itu cerita semua tentangku?

"Sin, makasih yah lu udah mau jalan sama gue. Sebenernya gua mau minta tolong sama lu, lu mau gak nolongin gua?" ucapnya penuh harap padaku. Melihat wajahnya yang memelas, akhirnya aku mengiyakan permintaannya. Perasaan berharap akan ditembak masih tersimpan rapat, semoga Doni segera meresmikan aku sebagai kekasihnya.

"Sin, tipe ceweknya Babam itu kayak gimana sih? Terus dia kesukaan dia apa aja selain film thriller juga makan disini? Pelis Sinta, kasih tau aku yah. Aku jatuh hati sama Babam saat pertama kali melihatnya, kamu mau kan nolongin aku?"

"Whatttttt???? Doni berhasil menghancurkan hatiku dalam sekejap. Aku pikir, aku yang akan ia jadikan pacarnya, ternyata ..."

Kemudian aku berdiri dari meja dan bergegas mengambil langkah kaki seribu, pantesan Babam engga pernah mau terlalu dekat dengan Doni. Aku kira dia udah paham dengan perasaanku, ternyata dia takut akan perilaku Doni.

Babam ... Awas kamu yah!!!


#BasagitaChallenge

#BasagitaMiniChallenge1.0



BASAGITA MINI CHALLENGE 1.0Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang