ter.ta.tih-ta.tih
V bertatih-tatih
~•~•~Semenjak kejadian itu berlalu, aku tak lagi menemukan dirimu. Tak lagi mengetahui kabarmu, apa kamu sudah makan di sana. Apa kamu baik-baik saja di sana, apa kamu luar biasa bahagia di sana. Aku tak lagi tahu semua tentangmu. Yang kutahu hanya satu, kini aku dan kamu tak akan bisa bersatu bahkan bertemu pun rasanya sulit terjangkit.
Kutuai segalanya rindu yang terus membelenggu, tak pernah kurinaikan mataku demi segalanya yang telah berlalu. Masih kutunggu di sini seorang penyelamat datang. Tak usah rupawan sama sepertimu, tak usah membawa sepatu kaca, dan berkuda. Cukup mampu menarikku dari dunia kelam yang tengah aku selam.
Rinai hujan terus terjadi kian aku merintis nyeri, rinainya tenang menirukan nada yang begitu indah untuk terus dikenang. Namun, rinainya tak seindah apa yang terjadi. Banyak kenangan tentang kamu dan aku ketika kamu masih mengkode diriku agar tahu rasa apa yang kamu tuju padaku.
Cukup sesak mengingat bagaimana aku lemah, bagaimana aku menyia-nyiakan kamu yang masih bisa kuraih. Kuterima segalanya tentang andai-andai yang terus saja kutuai. Aku cukup peduli padamu di sana, diam-diam aku panjatkan doa agar kamu baik-baik saja. Agar kamu bahagia selalu, agar kamu tak merindu, dan agar kamu menyayangi wanitamu lebih besar dari kamu mencintaiku.
Kurinaikan mataku tak tertahan, berpikir kamu dan bahagia sedangkan aku menderita. Tak adil rasanya, sungguh tak adil.
Tapi, garisnya demikian. Menolak sungkan pun rasanya mustahil dilakukan. Kamu di sana apa kabar tanpa suara aku meninggalkanmu, sama sepertimu dulu. Yang pergi tanpa permisi setelah itu kembali dan mengarungi lautan api.
Kabar dukanya orang tuamu datang ke rumahku, wajahnya tersenyum pasi. Mengatakan kabarmu yang tak pasti. Mereka mengatakan jika kamu tak baik-baik saja setelah ditinggal pergi. Kamu tak mau makan bahkan berkata saja tidak kamu lakukan.
Selalu saja namaku yang kamu ucapkan kepada siapa saja yang bertanya, kamu gila akan cinta katanya. Wanitamu tak terlihat, hanya beberapa kalimat sindiran yang kudengar agar aku sadar bahwa aku dibutuhkan untuk menyembuhkanmu.
Bagai obat merah yang senantiasa setia mengeringkan luka apa saja yang ada pada manusia, setelah itu ditinggalkan seolah tak pernah ada. Hanya dibutuhkan ketika terjadi luka.
Aku berlari tertatih-tatih menempuh jarak yang tak pasti, kulalui beberapa tatapan tajam yang merasa terganggu oleh lariku kini. Di penghujung sana, ruanganmu yang jauh dari keramaian. Terlihat senyap seperti penginapnya. Terlihat sunyi seperti penginapnya yang selalu kurindui.
Kupejamkan mataku, membuka pintu yang terasa berat seperti tertutup rekat. Kucoba sekali lagi, terbuka dengan tanganku yang terasa nyeri. Kamu di sana terduduk tanpa suara, matamu melihatku penuh pengakuan cinta. Kudekati kamu, kamu merentang pastinya selalu minta kuterjang. Kulakukan itu hati-hati, takut-takut jika membuatmu semakin sakit sebab tingkahku.
Tubuhmu tak sekokoh dulu, wajahmu semakin ramping kala ini, tatapan matamu haus akan kisah manis, dan garis wajahmu memintaku untuk menyuapimu sesuap nasi. Kamu kelaparan tapi kamu tak mau makan, kamu rapuh tapi kamu tak mau berbicara, kamu memang begitu bodoh.
Bukan begitu caranya untuk pergi dengan hati yang suci, sesaat aku terdiam memikirkan kabar wanitamu, di mana ia?
Tak kulihat batang hidungnya. Kamu melihatku mengeluarkan kalimat dengan suara rendahmu yang kurindukan.
"Tak perlu lagi kamu pergi, cukup di sini bersamaku. Aku memang mencintaimu tak seberat dulu, tapi sayangku semakin bertambah kian kamu berlalu."
- 02 Februari 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutunggu kamu
RomanceBagaimana perasaanmu ketika pujaan hatimu pergi untuk menjadi milik orang lain selama hidupnya? Iya, aku ditinggal nikah. Pertanyaanya, Sudahkah aku merelakan? Jawabannya, belum.