Cuaca hari ini sangat panas, aku dapat pesan dari dosen ku agar ke kampus. Beliau ingin meminta bantuan dari ku, sebenarnya aku sedikit malas karena cuaca yang sangat panas dan menyengat tapi mau tidak mau aku harus mau.
Setelah bersiap-siap aku turun kebawah, mendapati bunda dan ayah ku sedang mengobrol.
"Bunda, ayah" sapa ku, bunda dan ayahku menengok ke arahku secara bersamaan.
"Anak bunda mau kemana?" tanya bunda ku.
"Hanum disuruh dosen ke kampus Bun, do'ain Hanum semoga selamat sampai tujuan Yah Bun" ucapku. Sejak kecil aku di ajarkan oleh ayah dan bunda ku kalau ingin keluar rumah harus meminta izin dan Do'a.
"Amin" ucap ayah dan bunda ku bersamaan.
"Hanum berangkat Yah,Bun. Assalamualaikum" ucap ku dan mencium punggung tangan kedua orang tua ku.
"Waalaikumsalam. Hati-hati Num" ucap ayah ku.
Aku berjalan menuju Halte yang berada di depan kompleks rumah ku.
Aku selalu berpergian menggunakan angkutan umum, bukan karena aku tak memiliki kendaraan pribadi. Tapi aku tak bisa mengendarai mobil atau motor, ayah selalu melarang ku mengendarai mobil atau motor. Aku menuruti nya mungkin karena ayah khawatir kepada ku dan takut aku terjadi apa-apa.Tak menunggu lama, Bus yang ku tumpangi datang, aku masuk kedalam bus.
"Alhamdulillah ada bangku kosong" gumam ku.
Setelah menempuh perjalanan selama 30 menit, bus yang ku tumpangi berhenti di halte depan universitasku.
Aku menemui dosen ku, ia menyuruhku ke kampus ini hanya untuk mengantarkan bertumpuk-tumpuk kertas dan meminta tolong mengantarkan nya ke rumah sakit yang berada di depan universitas ku.
"Hanum tolong ya, kalau kamu gak bisa sekali mengantarkan nya kamu bisa bolak-balik kok" ucap dosen ku. Aku tersenyum menanggapi nya, jarak gedung fakultas ku cukup jauh dan aku harus berjalan membawa bertumpuk-tumpuk kertas, dan kalau aku tak kuat, aku bolak-balik? Wahh bisa-bisa betisku sebesar pohon kelapa.
"Ibu, ini nganterin nya ke siapa ya bu?" tanyaku, ia menepuk jidat nya, sepertinya ia lupa memberi tahu kertas-kertas ini akan di berikan kepada siapa.
"Ini berkas kasih ke dokter ahli bedah, dan namanya dokter Davin Ashofa"
"Oh iya bu, Hanum bawa semua sekaligus ya bu. Assalamualaikum."
"Iya Num hati-hati, waalaikumsalam."
Setelah berjalan dengan membawa setumpuk kertas yang membuatku kesusahan dan membuat ku bertanya-tanya pada petugas rumah sakit mencari nama dokter Davin.
Ruangan Dokter Davin ada di lantai 2 untung saja rumah sakit ini mempunyai lift jadi aku tak usah bersusah payah menaiki satu per-satu anak tangga.
"Tok..tok.." ku mengetuk pintu ruangan dokter Davin, tak lama kemudian ada perintah masuk dari dalam ruangan menyuruh ku masuk.
"Subhanallah, Dokter ini adalah lelaki yang kemarin ada di halte! Yes, akhirnya aku mengetahui namanya." ucap ku.
Dokter Davin berdekhem, membuyarkan lamunanku.
"Eh- ini Dokter, saya dari universitas medistra bangsa dan saya disuruh dosen saya mengantarkan ini kepada dokter" ucap ku seraya menaruh setumpuk kertas itu di mejanya."Ya saya tau" ucap nya dingin. Ku berteriak di dalam hati kegirangan, sikap dingin nya yang membuat pesona nya lebih berkharisma.
"Yaudah kalau gitu saya permisi dok, assalamualaikum" ucap ku langsung pergi, wajah ku sangat panas. Mengapa aku begini? Padahal tak terjadi apapun dan dokter Davin pun sangat dingin.
aku mengeluarkan ponsel ku dan mengetikan pesan kepada dosen ku kalau berkasnya sudah ku antar dan diterima langsung oleh Dokter Davin.
KAMU SEDANG MEMBACA
HUJAN
SpiritualDijodohin sama pak dokter impian? Alhamdulillah Rezeki anak solehah. -hanum maesyana Nikah sama perempuan yang belum dikenal rasanya mau nyebur di laut aja -Davin Ashofa.