Sebuah awal

19 5 1
                                    

Hari ini, dunia terasa berputar. Entah aku yang pergi menjauh atau bumi yang pergi meninggalkanku. Rasanya, oksigen menolak untuk kuhirup. Dan tanahpun serasa tak ingin kupijak. Tak cukup sampai disitu, bahkan mataharipun juga pergi meninggalkanku. Hanya gelaplah yang masih setia menemaniku. Kini, aku tak lagi merasakan sebuah kehidupan. Nafasku mulai terasa sesak diantara kegelapan yang tengah menguasaiku ini. Hingga sebuah cahaya terang mulai menghampiriku, dan memanggil namaku, "Vallerine.. saatnya kau bangkit."

"Siapa kau?" tanyaku mulai bingung.

"Aku? Sebegitu pentingkah bagimu untuk mengenalku?" jawab suara itu.

"Tolong jangan main main!" bentakku.

"Baiklah, baiklah. Aku tidak akan bermain main. Lagipula, aku tidak suka melakukannya," suara itu kembali menyahut.

"Kalau begitu, katakan padaku siapa kau sebenarnya!" desakku padanya.

"Ahh.. wanita memang tidak sabaran, ya!" gumam seorang pria yang tiba-tiba muncul entah darimana. Hal itu membuatku sedikit terkejut, namun dengan segera aku menyembunyikannya.

"Kau mengatakan sesuatu?" aku kembali bertanya.

"Tidak" jawab pria itu sok santai, "memangnya apa yang mau aku katakan?"

"Katakan saja namamu!" Aku mulai memaksa.

"Yah.. sepertinya memang tak ada pilihan lain," ucap pria itu lirih, hampir tak terdengar.

"Namaku Zzha," ucapnya pada akhirnya.

"H-huh? Zzz.. Apa?" Aku bingung menirukan ucapannya. Sumpah, itu nama teraneh yang pernah kudengar sepanjang sejarah.

"Zzha, Namaku Zzha," ulangnya perlahan.

"Zzhhh.. namamu sulit sekali, sih?"

"Zzha, Val. Namaku Zzha," ucap pria itu lagi. Namun entah mengapa, aku merasa ada sesuatu yang aneh.

"Suaramu.. kenapa suaramu berubah?" tanyaku bingung.

"Berubah bagaimana?" tanya pria itu juga ikut bingung.

"Suramu berubah. Berubah menjadi suara perempuan!"

"Kau ini bicara apa sih?" ucap pria itu masih bingung.
Jujur saja, aku bahkan lebih bingung dibanding dirinya.

"Vallerine.." ia memanggil namaku. Dan entah mengapa, dalam telingaku itu terdengar seperti suara...

...

"Vallerine, bangun!" teriak Bu Laluna sambil menatapku dengan ganas. Sontak, aku langsung terbangun, "H-huh? I-iya bu."

"Berani sekali kau tidur dikelasku!" bentak Bu Laluna.

"Saya minta maaf, bu. Saya tidak bermaksud melakukannya," ujarku menyesal.

"Baiklah, kali ini kau kumaafkan. Tapi jangan sampai kau ulangi lagi!" ucap Bu Laluna sambil berlalu meninggalkanku. Saat itulah, teman-temanku mulai menatapku dengan sinis. Yah.. mengingat tak ada satupun murid dikelasku yang menyukai diriku. Apalagi jika bukan karena kepintaranku yang dianggap melebihi rata rata. Bukannya sombong, tapi tentu saja hal itu membuat mereka sangat iri. Dan satu poin penting lagi, aku adalah satu satunya orang yang berasal dari keluarga menengah kebawah yang bagi seluruh teman sekelasku, aku tidak layak mendapatkan beasiswa disekolah eliet seperti sekolahku saat ini. Jika bukan karna kak Sena mungkin aku tak akan mau menggambil beasiswa ini, karna rasa minder pasti ada kan...

"kringgg!"

Suara bel itu membuyarkan lamunanku, sontak aku bergegas membereskan peralatanku dan sesegera mungkin pergi, aku berjalan dengan cepat tanpa memperhatikan wajah-wajah sinis yang memandangku. Difikiranku aku hanya harus sesegera mungkin tiba dicafe (yang sekaligus rumahku).

***

"Sore, Val!" sapa uncle Jo kepadaku. Pria yang sudah berusia 80-an itu adalah pelanggan tetap dicafeku (hanya sekedar info). Dan akupun hanya melambaikan tanganku padanya. Malas rasanya menanggapi seseorang ketika cafe sedang dalam suasana ramai.

"Vallerine!" teriak seorang gadis dari belakang meja kasir.

"Hai, Nic!" sapaku pada gadis berambut panjang itu. Ya, siapa lagi jika bukan Nichole. Cucu uncle Jo yang sejak 2 bulan lalu sudah resmi menjadi pegawai dicafeku.

"Kak Sena mencarimu sejak tadi. Kurasa, dia sudah menunggumu didapur" ucapnya to the point.

"Kak Sena mencariku? Kenapa?" tanyaku padanya.
Nichole hanya mengendikan bahu sambil menggeleng.

"Entahlah. Mungkin ada sesuatu yang ingin dia bicarakan," jawabnya pada akhirnya.

"Baiklah, aku akan segera menemuinya," ucapku sambil bergegas menuju dapur. Hingga saat sampai disana, aku melihat kak Sena sedang berdiri membelakangiku sambil sibuk membuat sesuatu.

"Hai, kak!" sapaku pada akhirnya.

"Val! Akhirnya kau datang juga. Cafe kita sangat ramai hari ini, aku dan Nichole sampai kewalahan," jelas kak Sena panjang lebar.

"Maaf, aku terlambat. Ada sesutu yang harus kuselesaikan dulu tadi," jawabku sedikit mengada ada. Dan untung saja, kak Sena langsung mempercayainya.

"Baiklah, baiklah! Terserahmu saja. Sekarang, cepat ganti bajumu. Masih ada banyak pelanggan yang harus kita layani," ucap kak Sena sambil berlalu membawa senampan pesanan dari salah satu pelanggan.

Akupun segera pergi kelantai dua cafe, yang mana disana hanya terdapat kamarku dan kamar kak Sena. Akupun mengganti bajuku, dan sesegera mungkin kembali ke bawah untuk membantu kak Sena dan Nichole.

Dan benar saja, sesampaiku dicafe, para pelanggan sudah mengantre didepan bangku kasir untuk meminta pesanan mereka. Maklum saja, cafe yang sudah berdiri sejak beberapa tahun lalu ini tidak cukup besar untuk menampung semua orang pada jam-jam makan siang seperti ini. Jadilah beberapa pelanggan yang masih punya 'kesabaran ekstra' itu hanya berdiri, memesan, dan kemudian pergi.

Aku yang melihat hal itupun langsung turun tangan untuk membantu kak Sena didapur. Kebetulan, kecepatan adalah salah satu skill yang kumiliki. Beberapa orang yang hanya memesan segelas kopipun segera kuatasi dengan mudah. Barisan pelanggan yang tadi memanjang dari depan meja kasir sampai pintu depan itupun berangsur-angsur berkurang. Hingga saat semuanya sudah usai, aku baru menyadari bahwa hari sudah mulai beranjak senja.

"Hahh... hari yang sangat melelahkan," keluh Nichole sambil menghempaskan tubuhnya disofa cafe.

"kau benar...Nic. Tulang-tulangku ini rasanya ingin lepas"keluhku kemudian. "Aku akan pergi mandi" akhirnya aku pergi meninggalkan Nichole untuk mandi,dan mulai menaiki tangga satu persatu.

"KAU!" Teriak Nichole dari kejauhan. Sontak aku menolehkan pandanganku dan aku melihat...

Kamis,15 februari 2018

Maaf ya kalau ceritanya sedikit halu,masih proses belajar😊

The World Of DreamsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang