Kita pura-pura bermimpi kehidupan dimulai saat biji kopi ditanam. Kita pura-pura tak merasa perlu menyiraminya. Kita pura-pura tahu langit mengatur semuanya. Kita pura-pura berdiri di Sabang dan berakhir di Merauke menghitung nasib. Kita pura-pura memanennya dengan gembira. Kita pura-pura bersahabat dengan empat penjuru mata angin. Kita pura-pura merasakan kopi itu manis sekali. Kita pura-pura menyampurnya dengan gula. Kita pura-pura tidak terkena diabetes. Kita pura-pura jadi tengkulak. Kita pura-pura tak punya kebun kopi. Kita pura-pura miskin. Kita pura-pura.
*) Hotel Pum, Sabang, Pulau Weh, 3 Mei 2013
*) Muktimukti memusikalisasikan puisi ini. Nuhun, Kang Mukti!
YOU ARE READING
AIR MATA KOPI
PoetryKumpulan puisi "Air Mata Kopi" (Gramedia, 2014) yang mendokumentasikan politik ekonomi di Indonesia. Melalui nasib petani kopi, Gol A Gong menuliskan kegelisahannya. Selama 50 hari, mulai dari Sabang hingga Lampung, April - Juni 2013, Gol A Gong ma...