MIGRASI
Jauh dari sarang mewah luwak gelisahPara ular menyantap teman-temannya di TV
Kampungnya direndam api
Luwak duduk di jendela hotel
Rambutnya perak tertimpa matahari sore
Labalaba raksasa menjeratnya makan malam
Menu penutupnya secangkir kopi pahit
*) Pangkal Pinang, 17 April 2013serif
HAMA KOPI
Di sebuah kedai kopi di Kutacane
kota baru sedang genit diri bersolek
pada sore hari langit basah jadi cermin
ketika kau menyodorkan menu kusam
tentang perjalanan kopi kepadaku
Kursi-kursi penuh peluh
gelas kopi retak digenggam erat
tas koyak tergolek belepotan lumpur
berharap pasir emas berkilau
mengganti biji kopi pahit hidupmu
Sebelum datang kopi pahit diseduh
kubaca koran sore penuh iklan
yang menjual palsu nasibmu
sesuatu merusak tanah kopimu
dikirim dari timur kemarin malam
Aku merapihkan stelan seragam
menyemir sepatu serdadu berdebu
siap membidik luwak di balik pohon
: aku tahu panen kopi tak ada lagi
*) Kutacane, 11 Mei 2013
NEGERI DI ATAS AWAN
Aku datang tak memiliki alamat,
ketika tersesat ke indah kotamu.
Awan bergulung di hening Lut Tawar,
membawa aroma wangi tanahmu
Kau datang kepadaku menawarkan,
segelas kopi Gayo yang termashur.
Wajahmu menua dalam kelam.
Aku direnggut gairah Gayo,
wanitaku gelisah di rumah.
*) Dermaga Takengon,8 Mei 2013
ZIARAH KOPI
Beribu kebun kopi memaksa penyair
kerja rodi bagai sapi membuat puisi.
Di kedai kopi tikus rayap berkelahi
berebut memakan kertasnya.
Setiap penyair meminum kopi Robusta
satu huruf di kata hilang.
Jika kopi Arabica terlalu pahit
kalimat kekurangan kata.
Ketika membubuhi gula rendah kalori
titik dan koma salah ditempatkan.
Akhirnya penyair membakar kedai kopi.
Dia menguburnya di kebun kopi.
: aku menziarahinya
*) Lubuk Linggau, 8 Juni 2013
TAK ADA LAGI KEDAI KOPI
Setiap kumasuki kedai kopimuwajah-wajah sama dengan senyum
berbeda menyambutku
anehnya kursiku selalu ada
yang menempati
asing wajahnya
memiliki rasa aneh
kopiku tanpa gula
Aku mengalah memilih tak berkursisibuk diam-diam mengaduk kopi
pahit rasanya tak berubah
tak pernah bersetia dengan rasa
Aku berjanji mengambil keputusan berbedaaku keluar dari kedai kopimu
aku tak akan datang lagi
*) Di kereta Medan – Binjai17 Mei 2013
@t
YOU ARE READING
AIR MATA KOPI
PoetryKumpulan puisi "Air Mata Kopi" (Gramedia, 2014) yang mendokumentasikan politik ekonomi di Indonesia. Melalui nasib petani kopi, Gol A Gong menuliskan kegelisahannya. Selama 50 hari, mulai dari Sabang hingga Lampung, April - Juni 2013, Gol A Gong ma...