[3]

5.6K 531 14
                                    

Jarum jam berdetak cukup nyaring dengan jarum pendek masih bertengger di angka dua, bukan waktu manusia untuk terjaga dan memulai aktivitas. Namun, pria bertelanjang dada justru itu telah terjaga, berbaring miring menghadap wanita yang terlelap di sampingnya.

Verza menatap wajah Rensha: kulit putih bersih dengan hidung mungil tapi mancung. Alis Rensha tebal dan rapi, tanpa melewati sulam alis atau sebagainya. Bibir tipis berwarna pink Rensha juga tampak alami. Bibir yang sering Verza kecup, bahkan setiap hari.

Secara keseluruhan Rensha berparas cantik apalagi mata bundar dan hitam, membuat Verza gemas setiap kali bola mata itu berbinar. Dia mendekat, menyentuh kening Rensha yang mengernyit itu. "Ren," panggilnya yang tentu tidak mendapatkan jawaban.

Rensha bergerak dalam tidurnya. Dia mendekat ke sesuatu yang hangat, bersandar di dada Verza lalu terlelap. Melihat tindakan itu, Verza terkekeh lalu memeluk Rensha erat.

"Gue bersyukur punya sahabat sebaik lo, Ren. Mungkin cuma lo orang yang tulus mau temenan sama gue." Verza memejamkan mata. Tanpa diminta ingatan saat di kelan berputar.

Tatapan Verza sejak tadi tertuju ke arah kepergian Tirta dan Rensha. Pria itu melihat jam, sudah lebih dari sepuluh menit dua wanita itu pergi. Verza berdiri, saat itulah dia melihat Tirta berjalan ke arahnya.

Verza kembali duduk, menunggu Rensha kembali di sisinya. Saat melihat Tirta, dia tidak melihat kedatangan Rensha. Verza lalu berjalan ke arah Tirta. "Mana Rensha?" tanyanya tajam.

Tirta mendongak, menarik tangan Verza menjauh dari kerumunan. Tirta memilih di pojok ruangan lalu menjawab pertanyaan pria itu. "Dia udah keluar duluan. Gue kira udah sama lo."

Mendengar jawaban itu, Verza mulai panik. Dia hendak berbalik saat pelukan dari belakang itu begitu kencang.

"Ver. Gue minta maaf!"

Tubuh Verza menegang. Dia menunduk melihat kedua tangan Tirta melingkar di perutnya. Verza melepas pelukan itu lalu berbalik. "Minta maaf?" tanyanya bingung. "Setelah lo ninggalin gue baru sekarang lo minta maaf?"

Air mata Tirta turun. Dia menunduk sambil menutup mulut todak ingin tangisnya terdengar meski sebenarnya dia tidak perlu khawatir, karena musik yang berdentum terdengar kencang. "Gue emang salah. Gue sekarang nyesel. Ternyata nggak ada pria yang lebih baik dari lo."

Satu alis Verza terangkat. "Gue nggak baik. Lo tahu itu."

"Tapi menurut gue lo baik!" teriak Tirta sambil mengangkat wajah menatap Verza sendu. "Gue bakal perbaiki semuanya, Ver."

Verza terdiam ingat jelas saat Tirta memutuskannya dan memilih pria lain. Dia membuang muka lantas menjawab. "Gue nggak bisa."

"Gue nggak perlu persetujuan lo!"

Sontak Verza menoleh, tindakannya yang tiba-tiba itu membuat hidungnya bersentuhan dengan pipi Tirta. Tirta memang sengaja berjinjit, ingin mencium pria itu. Tidak ingin menunggu waktu lama wanita itu mencium Verza lembut.

Kedua tangan Verza terkepal di sisi tubuhnya. Dia ingin mendorong, tapi tubuhnya kaku seolah ada yang menghalangi niatannya itu. Verza memilih diam, menerima ciuman Tirta. Namun, sisi prianya bekerja, nyatanya dia tidak bisa diam saja. Dia membalas ciuman Tirta dengan brutal seolah menyampaikan kemarahannya selama ini.

Diam-diam Tirta tersenyum, masih hafal karakter Verza. Tirta melingkarkan kedua tangan menarik pria itu semakin dekat dengan tubuhnya. Tidak hanya itu, dia semakin memperdalam ciumannya.

Rasa lipstiknya, mirip kayak punya Rensha, batin Verza ditengah aksi ciumannya. Saat mengingat nama Rensha, dia seketika menghentikan ciumannya. Dia mendorong Tirta dan mundur beberapa langkah.

Little Story in MidnightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang