Wanita dengan dress biru tua itu duduk di pojok sebuah kafe. Satu tangannya menyangga dagu, matanya tak henti menatap ke pintu masuk. Berharap seseorang yang dia tunggu segera datang, mengingat waktu semakin beranjak dan melebihi waktu janjian.
"Balik aja, yuk!!"
Rensha menoleh melihat rambut Verza yang cukup berantakan, tanda jika pria itu telah bosan akut. Rensha menegakkan tubuh menatap ke pintu masuk sekali lagi. "Lima menit lagi," pintanya.
Bahu Verza merosot. Dia menyandarkan pundaknya yang terasa pegal, menunggu selama dua jam sama sekali tidak mengenakkan. Verza lalu menoleh ke wanita yang sejak tadi diam itu. Dia masih tidak percaya jika hidup Rensha bisa jungkir balik seperti ini apalagi sampai harus menikah dengan pria yang belum pernah ditemui.
"Maaf terlambat."
Kalimat itu membuat Rensha dan Verza mendongak. Rensha sontak berdiri melihat pria berambut tipis—Om Wino—lalu menyalami pria itu. Tatapannya lalu tertuju ke pria berambut kecokelatan yang berdiri dengan enggan itu.
Diam-diam Rensha mengamati pria yang mungkin bernama Gilbert—anak Om Wino itu. Tatapan wanita itu lalu tertuju ke sebuah tato bergambar naga di tangan kiri.
"Ehm!"
Deham Verza kala tidak kunjung ada yang bersuara. Dia tahu sejak tadi Rensha dan Gilbert saling bertatapan seolah menilai satu sama lain.
"Rensha. Perkenalkan, dia Gilbert. Panggil saja Gil," ucap Wino setelah duduk di hadapan Rensha.
Rensha menggerakkan tangan ragu-ragu ke arah Gilbert. "Ren.. Sha," ucapnya terbata.
Gilbert melihat tangan mulus yang terulur di depannya itu. Tidak ingin tangan di depannya itu menganggur, dia membalas jabatan tangan Rensha. "Lo udah denger nama gue dari bokap."
Sombong! maki Verza. Sebagai pria, dia yakin Gilbert enggan berkenalan atau lebih tepatnya enggan menghadiri acara ini. Verza mendengus mengekspresikan ketidaksukannya kepada Gilbert.
"Dia siapa, Ren?" Wino mempertanyakan keberadaan Verza.
Bibir Rensha hendak terbuka, tapi Verza lebih dulu bersuara.
"Perkenalkan. Nama saya Verza, sahabat Rensha," jawab Verza tanpa mengulurkan tangan tidak seperti orang berkenalan pada umumnya.
Rensha menyenggol perut Verza pelan. Sebenarnya dia sama sekali tidak berniat mengajak Verza. Namun, sejak pagi pria itu mengikutinya membuat Rensha tidak bisa lagi menghindar. Apalagi tindakan Verza didukung oleh Renga dengan alasan untuk menjaga Rensha.
"Kamu tidak keberatan dia ada di sini? maksud saya ini perbincangan penting, Ren," ucap Wino sambil melirik Verza.
"Tidak, Om," jawab Rensha cepat.
Wino mengangguk, berbeda dengan Gilbert yang menatap Verza dengan tatapan tajam. Menurut Gilbert, pria di depannya itu terlihat begitu ikut campur.
"Jadi seperti ini, saya minta tolong ke kamu bimbing anak saya. Sudah sepantasnya dia menikah tapi hidupnya hanya main-main saja," ucap Wino.
Verza menatap Gilbert menyelidik. Dalam hati dia menilai kalau Gilbert tipe pria manja yang hanya mengandalkan kekayaan orang tua.
"Gue kasih tahu, gue belum ada niatan menikah! Belum. Bukan enggak," ucap Gilbert ke Rensha.
Kedua tangan Rensha memilin ujung dress-nya. Dia tidak tahu bagaimana caranya untuk mengubah Gilbert seperti ucapan Om Wino.
"Sebagai bayarannya saya akan bayar hutang papa kamu," jelas Wino. Selang beberapa detik dia menjelaskan. "Saya tidak memanfaatkan situasi. Sebelum papa kamu bangkrut, saya memang berniat menjodohkan Gil dan pilihan saya jatuh ke kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Story in Midnight
Romance[TERSEDIA DI DREAME] Karena kita tak lebih dari cerita singkat di malam hari. Bagi Verza, Rensha adalah sahabat terbaiknya. Bagi Rensha, Verza adalah satu-satunya yang dia cinta. Ini bukan sekadar dua sahabat di mana salah satunya mencintai. Ini ten...