Part 31

30.7K 1.2K 258
                                    

Kisah Barra sama Starla ini hanya ada di wattpad yah,

Alias nggak di bukukan, jadi selamat menikmati bacaannya aja.

~~~~~88888~~~~~

Karena, semua hal yang telah rusak jika diperbaiki hanya akan mengembalikan fungsinya, tapi tidak menghilangkan jejak kerusakannya.

~Sunarti~

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------

***

Dua hari telah berlalu sejak kepergian Marissa, tapi kesedihan yang di rasakan Barra belum juga berkurang. Laki-laki itu masih terpukul. Memang ia tidak menangis seperti di hari pertama kepergian Marissa, hanya saja sikap Barra yang terkesan tertutup dan tidak ingin diganggu justru membuat semua orang merasa khawatir, tak terkecuali Starla.

Gadis manis itu tak henti-hentinya memperhatikan Barra, memperhatikan laki-laki itu dari kejauhan. Ya, Starla hanya bisa memperhatikan Barra dari kejauhan, karena Barra sendiri terkesan tidak ingin di ganggu oleh siapapun kecuali oleh Nadia.

Sepeninggalnya Marissa, hanya Nadia yang selalu berada di samping Barra. sementara Starla sendiri, memilih untuk memperhatikan laki-laki itu dari jauh. Starla sudah pernah mencoba untuk mendekati Barra untuk menghiburnya, tapi yang di dapatkan gadis itu justru penolakan yang berujung dengan rasa sakit yang tak berkesudahan.

Dihari pertama Marissa meninggal, tepatnya di depan makam wanita paruh baya itu, Barra menolak Starla, menolak kehadirannya untuk menghibur laki-laki itu dan saling menguatkan satu sama lain.

Hujan turun begitu derasnya, tapi hal itu justru tak membuat seseorang yang sejak tadi membaringkan kepalanya di sebuah nisan beranjak dari sana. Bahkan ketika orang-orang yang datang melayat satu persatu mulai meninggalkan makam yang masih baru itu.

"kak!" panggil Starla. panggilan yang sebenarnya hampir tak terdengar akibat tertelan suara hujan yang memekakkan telinga.

Starla mendekat, mengambil tempat di samping makam Marissa, dan mencoba memanggil Barra kembali. "Kak Barra!" tapi laki-laki yang sejak tadi di panggil itu seolah tidak mendengar. Ia bahkan tidak menghiraukan keberadaan Starla yang sudah berjongkok di samping makam yang berlawanan dengannya. seragam putih abu-abu yang di kenakan gadis itu bahkan tidak lagi berwarna seperti seharusnya. Cipratan tanah akibat hujan yang mengenai baju dan juga roknya membuat seragam Starla jauh dari kata bersih.

Starla mengangkat tangannya, meraih tangan Barra yang menggenggam tanah makam Marissa. Berharap agar Barra menyadari keberadaannya dan membuat laki-laki itu tidak terus menerus larut dalam kesedihannya, tapi hal yang tidak pernah terfikirkan oleh Starla justru terjadi. Barra dengan tanpa menatap dirinya justru menepis tangannya, membuat Starla terkejut setengah mati. Gadis itu memperhatikan Barra dan tangannya secara bergantian, hingga kemudian cairan bening kembali lolos dari pelupuk mata Starla. Ada tangan tak kasat mata yang seolah meremas jantung gadis itu hingga membuatnya merasa sesak sekaligus sakit dalam waktu yang bersamaan.

Barra menolaknya, dan laki-laki itu seakan tidak menginginkan keberadaan dirinya di sampingnya.

Starla memejamkan matanya, mencoba mengurai rasa sakit dan sesak yang datang menghantamnya. Berbagai macam pertanyaan kembali muncul dalam benaknya.

Benarkah laki-laki yang ada di hadapannya ini adalah Barra-Nya?

Benarkah laki-laki yang masih bersedih di hadapannya ini adalah laki-laki yang sama yang mengatakan padanya seminggu yang lalu bahwa Starla adalah hal terbaik yang hadir dalam hidupnya?

Stay with MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang