08 :: Berkah Orang Sakit

167 40 13
                                    

Mungkin Bastian satu-satunya murid baru yang belum lama masuk, sudah ijin tidak menghadiri kelas. Tentu saja alasannya karena sakit. Kondisi cowok itu semakin memburuk setelah mengikuti lari estafet kemarin sehingga Erwin dan Naim melarangnya berangkat ke sekolah dan mengurung Bastian di kamar asrama.

Bastian tidak punya tenaga untuk mendebat, akhirnya ia pasrah dan hanya berbaring seharian di tempat tidur. Kedua temannya sudah menyediakan banyak makanan untuk Bastian, serta obat-obatan dan vitamin jadi Bastian tidak punya alasan untuk berkeliaran.

Lupakan soal pertandingan futsal, Bastian tidak bisa lagi memaksakan diri. Padahal kemarin dia sudah semangat karena Ratu mungkin saja datang menonton pertandingnnya.

“Sial banget gue.” Bastian bermonolog. Ia pikir selama berada dalam dunia mimpi ia akan baik-baik saja, maksudnya kondisi fisiknya tidak akan terpengaruh, nyatanya tidak begitu. Ia masih bisa merasakan sakit dan itu terasa sangat nyata. Badannya panas, kepalanya pusing dan ia tidak punya lagi sisa tenaga.

Setelah keluar dari sini dia akan protes. Harusnya dunia mimpi dibuat sesempurna mungkin, tidak boleh ada yang namanya sakit kecuali jika orang yang bersangkutan memintanya. Tapi memangnya ada orang yang ingin memimpikan sakit?

Bastian masih bersungut-sungut. Dia tidak tahu apapun yang terjadi di luar sana. Dia tidak tahu papanya bolak-balik laboratorium hanya untuk mengecek kondisinya dan menanyakan bagaimana perkembangan program pembangun mimpi walau sampai saat ini belum ada perkembangan yang signifikan. Pria paruh baya itu selalu pulang dengan raut kecewa.

“Pa, besok-besok biar Elin aja yang pergi. Papa keliatan capek banget,” ujar Elina suatu hari. Dia adalah adik perempuan Bastian dari istri baru papanya.

“Nggak apa-apa sayang, Papa bisa mampir sekalian pulang kerja.” Atmadja mengelus puncak kepala Elina sambil tersenyum hangat. Sementara Elina hanya bisa mengangguk walau dalam hati dia sudah memaki-maki kakaknya.

“Dasar Bastian bolot. Bisa-bisanya lo bikin Papa ngekhawatirin lo tiap hari!”

Elina dan Bastian adalah saudara tiri, karena itulah hubungan keduanya tidak begitu baik. Mereka jarang bertegur sapa, apalagi saat Bastian kuliah dan memutuskan untuk tinggal di apartemen ketimbang di rumah. Keduanya seolah berhenti berbicara satu sama lain, saling tidak peduli meski mereka masih satu keluarga.

“Cuma gara-gara cewek, dia berbuat seenaknya!” Elina kesal setengah mati. Dia kembali ke kamarnya dengan wajah masam. Saat melewati kamar Bastian, dia melototi pintu kamar yang sudah ditinggalkan pemiliknya itu. “Awas aja kalau lo udah balik nanti!”

🗨🗨🗨

Ratu menepati janjinya pada Bastian. Sepulang sekolah ia langsung menuju lapangan futsal sendirian tanpa Prita karena temannya itu harus mengikuti lomba cipta puisi. Namun, begitu sampai sana yang Ratu dapat justru kabar bahwa Bastian tidak ikut pertandingan.

“Bastian nggak masuk hari ini, kalau mau ketemu dia dateng aja ke kamarnya. Jam segini harusnya cewek masih bisa masuk asrama cowok,” kata Naim sambil melirik jam tangannya.

“Sakitnya nambah parah?” Naim mengangguk.

“Oh, oke makasih.” Karena orang yang bersangkutan tidak ada, Ratu mengurungkan niat menonton pertandingan futsal. Dia berjalan keluar gedung olahraga sambil melamun. Ratu dilema apa dia harus menjenguk Bastian atau tidak.

“Tapi gue kan bukan temennya, kita baru kenal beberapa hari yang lalu.” Ratu berbelok menuju asrama putri.

“Tapi dia sakit gara-gara minjemin payung ke gue.” Langkahnya terhenti. Ratu berbalik dan menatap gedung asrama putra yang berada di arah berlawanan.

Make Your Dream Project [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang