04 :: Dream in a Dream

253 58 11
                                    

“Program mimpi Bastian sudah dimulai Pak.” Seorang wanita berusia tiga puluhan, berucap sopan pada Atmadja yang baru saja tiba di laboratorium. Dia adalah Dianti, penanggung jawab skenario mimpi.

“Bagaimana progres pembuatan program pembangun mimpi?”

“Mohon maaf Pak belum ada kemajuan yang signifikan karena ada beberapa kendala, tapi akan kami usahan agar bulan ini sudah bisa diuji coba.”

Atmadja mendesah pelan sembari memijat pelipisnya. Setelah kemarin anak sulungnya mengamuk hebat di laboratorium dan mengancam akan mencelakai dirinya sendiri, ia tak punya pilihan selain mengijinkannya bergabung ke dalam projek MYD. Alhasil sekarang Bastian sedang tidur tenang di salah satu ruangan khusus dengan berbagai alat yang menempel di tubuhnya serta beberapa monitor yang memantau aktivitas otaknya.

“Tolong awasi Bastian seketat mungkin, saya tidak mau terjadi apa-apa sama dia.”

Dianti mengangguk sopan. “Baik Pak.” Kemudian wanita itu pamit undur diri. Beban yang dipikulnya teramat berat setelah Bastian ikut projek MYD. Selain jadi penanggung jawab skenario mimpi, ia ditunjuk langsung oleh Atmadja untuk mengawasi putranya. Dianti adalah orang kepercayaan Atmadja.

“Mbak Dianti, udah makan siang?” Seorang junior menghampiri Dianti.

“Belum Res, kamu duluan aja.” Alih-alih ikut ke kantin bersama teman-temannya, Dianti memilih mendudukkan dirinya di kursi dan bersandar sambil memejamkan mata.

“Kamu keliatan kurusan tau Mbak.” Rupanya si junior belum beranjak dari sana. “Soal Bastian, Mbak nggak usah terlalu khawatir, aku sama yang lain bakal bantu ngawasin kok. Lagian kan Bastian nggak ambil program eternal dream jadi mau nggak mau kalau waktu mimpinya udah habis dia pasti bangun.”

“Tapi enam bulan bukan waktu yang sebentar Res. Pak Atmadja pasti bakal sering ngerecokin aku.” Resi menatap prihatin seniornya di projek kali ini. Tidak ada yang bisa dia lakukan selain memberikan tepukan pelan beberapa kali di pundak Dianti.

Disaat semua orang yang terlibat dalam projek MYD ketar-ketir karena ulah Bastian, yang bersangkutan malah asik party di kamar asramanya. Bersama dengan Erwin dan Naim mereka bertiga menggelar party kecil-kecilan sebagai penyambutan Bastian. Berkat koneksi Naim pula mereka bisa memesan berbagai macam makanan ke dalam asrama. Tentu saja semua itu terjadi di dalam mimpinya Bastian.

“Menurut kalian, Dewangga orangnya gimana?” Pertanyaan Bastian sukses membuat Erwin dan Naim saling pandang heran.

“Kenapa tiba-tiba nanyain Dewa?” Naim kembali menyuapkan pizza ke dalam mulutnya.

“Penasaran.”

“Heh, Bas lo nggak belok kan?” Seketika kepala Naim ditoyor Bastian.

“Gue penasaran kenapa dia bisa jadi cowoknya Ratu.”

“Ratu? Lo naksir Ratu?” sahut Erwin. Mulutnya masih penuh mengunyah kripik singkong.

“Bisa dibilang gitu.”

“Anjir serius?” tanya Erwin dan Naim bersamaan. Tentu saja mereka kaget karena belum ada 24 jam sejak Bastian bertemu Ratu, tapi lelaki itu mengatakan kalau dia menyukainya.

Love at the first sight apa gimana buset?” Alih-alih menjawab, Bastian malah termenung. Lalu kedua bibirnya perlahan bergerak membuat sebuah lengkungan di wajahnya. Dimana pun mereka berada, dia akan selalu jatuh cinta kepada Ratu di saat pertama kali mereka bertatapan.

Make Your Dream Project [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang