Hotel Room and Voice

3.7K 245 16
                                    

Original Author: 팰릭

Link: https://pelikwink.postype.com/post/1216167



=====



Tangan Jihoon terus gemetaran merasakan punggung Guanlin yang penuh dengan keringat. Tak mudah baginya meletakkan kedua tangannya melingkari punggung yang lembap itu, sementara dirinya sedang berada di bawah pengawasan Guanlin.

"Aaanghh... euhhhh... aaaahh..."

Hanya terdengar suara-suara yang tak tahu asalnya keluar dari mulut siapa. Tubuh Jihoon sudah mati rasa dari pinggang sampai bawah, rasanya seperti ada pistol besar yang menghujamnya dengan peluru setiap detiknya. Kapanpun Guanlin menghentakkan pinggangnya, ada getaran besar dan juga kecil yang menyebar dari kaki ke kepalanya.

"Aaaahh nghhh."

Jihoon menggelengkan kepalanya, tapi bukan berarti ia tak suka. Guanlin yang mengetahui hal itu malah melakukannya tanpa henti lalu meraih paha Jihoon dan melesakkan miliknya lebih dalam lagi, membuat suara hentakan yang terdengar semakin nyaring. Jihoon menggelengkan kepalanya lagi. Guanlin yang tahu kalau Jihoon menyukainya, dengan kejamnya mulai memperlambat hentakannya. Di dalam sana, kepala milik Guanlin terasa menempel dengan erat karena ia memaju-mundurkannya secara perlahan.

"Aaaahh," berada di atas Jihoon yang masih terus menggelengkan kepalanya, Guanlin mengeluarkan desahan yang terdengar indah.


Jihoon lebih suka tusukan yang cepat dan kuat, tapi Guanlin lebih suka memperlambat gerakan untuk menyentuh spot yang tepat. Kali ini Guanlin merasa seperti ada bola besi besar yang memukul bagian bawah pinggangnya. Pria itu terengah-engah dan mendesah dengan nada yang dalam. Tapi lagi-lagi Jihoon ingin Guanlin bergerak lebih cepat. Ia membuka matanya yang sayu dan memandang Guanlin dengan tatapan memohon.

Dengan wajah yang menegaskan tak akan mengabulkan permintaan lelaki manis itu, Guanlin menggerakkan pinggangnya ke kiri dan kanan dengan tempo yang perlahan, menghujamkan miliknya dengan kasar pada titik yang terdalam.

Jihoon jadi bersikap seperti anak kecil. Ia mengangkat tangannya untuk menyembunyikan wajahnya lalu berbisik dengan suara yang sangat pelan.

"Ayolah," Guanlin terkekeh. Ia melepaskan tangan Jihoon yang berusaha menutupi wajahnya sembari menunjukkan ekspresi yang puas, memperlihatkan dahi, kedua pipi dan telinga Jihoon yang memerah.

"Ayolah?" ulang Guanlin untuk memastikan perkataan Jihoon tadi. Jihoon mengangguk tanpa suara, tapi Guanlin tetap saja bersikap santai. Dengan lembut, ia menarik paha Jihoon menggunakan satu tangan dan perlahan menurunkan pinggangnya ke bawah, membuat Jihoon menutup matanya dan mengangguk dengan kencang.

"Ayolah," suaranya terdengar gembira. Saat mendengar kata-kata itu, Guanlin jadi terkekeh lagi. Ada nada serak di ujung tawa pria itu. Dan tanpa jawaban, Guanlin bergerak dengan tempo yang sangat cepat.

"Aaaaahhh," Jihoon menolehkan kepalanya ke arah samping. Dengan suara yang nyaring, paha Jihoon bertabrakan dengan pinggang Guanlin.

"S...sakitthh," tanpa ragu, Guanlin makin mempercepat tempo gerakannya. Tapi ketika mendadak sentuhan itu perlahan-lahan jadi melambat, Jihoon merasa seakan-akan jantungnya sudah tak berada di tempatnya. Rasanya tulang-tulang di tubuhnya goyah seolah-olah akan patah. Tapi sejujurnya kalau ia mengatakan kegiatan ini membuatnya sakit, tentu saja ia bohong. Tatapan matanya terlihat sayu. Padahal Jihoon sudah berada di penghujung jalan untuk memuntahkan cairannya, ia tak terima dipermainkan seperti ini.

Fleur ; PanwinkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang