kebetulan

13 1 0
                                    

Laki laki itu tersenyum miring sambil memainkan gas motor dengan gaya nakal andelannya. Matanya yang sipit menatap tajam kearah lampu merah yang sebentar lagi akan berubah menjadi hijau.
Saat saat yang ditunggu akhirnya datang, lampu hijau telah menyala terang di tiang dan ia mulai melajukan motornya dengan kecepatan tinggi tanpa memperdulikan sekitarnya lagi.

Sesekali laki laki itu melirik ke arah jam tangan yang menunjukan pukul 7.10 AM. Berarti ia sudah telat sekitar 10 menit yang lalu. Tak mau terjadi apa apa dengan dirinya, ia memutuskan untuk memperpelan laju motornya dan menikmati udara pagi yang belum terkontaminasi.

Baru 10 menit, kalo udah setengah jam baru gua kebutin.

Gumamnya dibalik helm hitam kesayangannya.

Motor yang bertuliskan 'ninja' di bagian tank bensin itu akhirnya berhenti di tempat parkir. Tapi tidak di parkiran sekolah melainkan di parkiran supermarket yang menyediakan semua alat tulis.

Tidak seperti lelaki lainnya, Ia termasuk golongan lelaki yang gemar mengoleksi pena. Dari pena berwarna merah sampai kuning pasti ia punya. Dan ia akan selalu menyendirikan pena hasil rampasan dengan pena belian. Entah apa yang merasukinya seperti ini ia merasa jika mampu kenapa tidak? Tapi yang namanya mencuri itu pasti sudah tradisi yang menjati diri.

-

Beda halnya dengan rian yang gemar keterlambatan, Ara sangat anti dengan terlambat. Tapi kali ini nasib sial sedang membututinya, akibat tanktop hilang, kaos kaki hilang, dan hampir nyawanya juga hilang jika dirinya nekat lari dari rumah menuju sekolah. 

Dan disinilah ara berada di tengah lapangan berkumpul dengan siswa lainya yang juga terlambat, dari  kelas 10, 11, 12 hingga guru pun ada. Tapi berbeda,  jika guru yang telat murid tidak bisa berkata tapi jika murid yang telat sekali pun guru, cleaning service pun pasti ikut menyembur kata kata sindiran.

"coba liat tas kamu"

Dari samping, ia mendengar suara perempuan yang tak jauh dari tubuhnya berdiri. Suara yang setiap pagi ia dengar dan ia hindar kini bersebelahan dengan dirinya.  Ditambah permintaanya untuk memeriksa tas, membuat ara menggerutu dalam hati.

Mampus gue ga bawa apa apa lagi.  Buku di laci semua, gimana nih. 

Ia memincingkan mata ke arah Bu Dini selaku Guru BK yang sedang memeriksa tas. sambil mengusap peluh di dahi, Bibirnya tak henti berdoa supaya Bu Dini tidak mengecek isi tasnya. Tapi sepertinya itu hanya kemustahilan yang ia harapkan.

Sampailah pada saat-saat mengerikan tiba, Bu dini membaca name tag yang bertengger di dada kanan ara. 
"Kiara edel, nama kamu? "

Ara membenarkan,
"bu nama saya Edelynne bukan edel"

"nama susah betul,  lain kali bilang sama orang tua kasih nama yang gampang.  Tukinem kek"

"masa iya bu nama saya jadi tukinem" sahutnya masih dengan  sikap was was, takut jika tiba tiba Bu Dini membuka tasnya tanpa persetujuan lagi. 

"yasudah mana tas kamu sini ibu mau periksa"

Kiara menjauhkan tasnya dari tubuh
"tapi bu,  saya ga bawa bom kok"
Elaknya yang masih berusaha melindungi tasnya. 

"siapa juga yang nuduh kamu bawa bom,  udah cepet sini tasnya"

Saat Bu Dini berhasil meraih tas ara dan saat itu juga sebuah mukjizat datang.  Laki laki dengan badge angka 11 berjalan memasuki barisan dikawal oleh dua orang guru di kanan dan di kiri.  Guru kanan menarik rambut rian dan guru kiri menenteng tas yang di perkirakan berbobot satu on.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 26, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Fight For LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang