Forbidden (1/2)

3.9K 547 75
                                    

Aku tidak pernah menyangka bisa jadi orang yang begitu bodoh.

"Selamat pagi Jungkookie."

Namanya Park Jimin. Dia kakak iparku. Suami dari kakak kandungku, Kim Taehyung.

Dan kau tahu apa? Aku menyukainya.

Aku tau ini sinting. Percayalah, aku sudah berusaha membuang perasaan ini semampuku. Tapi aku gagal. Aku tak bisa tenang tiap Jimin berada di dekatku, jantungku, tubuhku. Semuanya bereaksi dan aku merasa jijik. Karena itu aku memilih untuk bersikap dingin pada Jimin dan membiarkannya berpikir jika aku membencinya.

Sapaan selamat pagi di meja makan memang tak pernah kujawab. Jimin terbiasa. Lain halnya dengan Taehyung yang selalu menegur tiap ia mendapati aku bersikap kurang ajar begini. Mungkin Jimin terluka tiap kali aku mengabaikannya. Karena semua orang dirumahku menyukai Jimin, hanya aku yang tidak.

"Apa?"

"Aku keluar kota selama 3 hari. Perusahaan mengutusku untuk menyelesaikan permasalahan eksternal kantor. Apa kau baik-baik saja dengan itu?"

Meskipun mengangguk, aku tahu Jimin tidak baik-baik saja. Aku tahu dia tidak suka tidur sendirian di kamarnya karena tiap malam, Jimin menunggu Taehyung diruang tamu hingga pria itu datang dari lemburnya.

Ini kali pertama Jimin tidur tanpa Taehyung. Entah kenapa itu membuat jantungku berpacu cepat.

Taehyung tidak dirumah, artinya Jimin hanya tinggal bersamaku dua malam ini.

Apa aku akan menginap saja?

"Kook, jaga Jimin ya. Sering-seringlah ajak dia bicara karena kakakmu ini tidak suka sendirian."

"Aku juga punya urusan sendiri. Jimin bukan anak kecil yang apa-apa harus kutemani kan?"

Gurat tak enak langsung menghiasi wajah bersih pemuda manis itu. Jimin menunduk sedih bersamaan dengan dadaku yang terasa sesak. Apa aku akan terus-terusan membuatnya sedih?

Taehyung hanya memutar bola mata. Kemudian mengusak surai blonde milik istrinya penuh sayang.

"Hanya dua malam kau tidur sendirian. Kalau takut, pergilah ke rumah ibuku. Pakai taksi atau minta antarkan Jungkook. Jangan menyetir sendirian." pucuk kepala Jimin dicium. Aku memalingkan wajah. "Sampai jumpa 3 hari lagi, sayang."

Kadang-kadang, aku ingin menghilang sesaat dari dunia ini. Mengadu pada tuhan tentang rasa sakit tiap melihat mereka bermesraan. Aku tidak pernah terbiasa karena ini terlalu menyakitkan. Kalau bukan karena dipaksa kuliah di Seoul oleh ibuku, aku tidak akan mau tinggal serumah dengan mereka. Tidak akan.

"Kook, ayo."

Taehyung mengode agar masuk ke mobil. Dia memang sangat overprotektif padaku dan Jimin. Dia tak akan mengijinkanku menyetir selama masih ada dirinya. Begitu pula Jimin. Ia tak akan membiarkan Jimin berkeliaran sendirian di Seoul tanpa aku maupun dirinya. Coba kau pikir, bagaimana aku bisa mengkhianati kakakku sendiri kalau sudah begini? Tak begini pun dia masih seorang kakak.

Aku memutuskan untuk menginap malam ini. Pesan singkat kukirimkan ke Jimin dan kukatakan padanya untuk menghubungi kalau minta antar ke rumah ibuku di pinggiran kota Seoul. Tapi Jimin menolak. Ia bilang akan tidur dirumah saja. Mendengar itu aku agak sedikit khawatir. Tapi aku juga tak bisa tidur di rumah malam ini. Aku tidak mau hilang kendali.

Pukul sepuluh malam dan aku masih belum mengantuk sama sekali. Pikiranku dipenuhi dengan Park Jimin yang aku tahu tidak suka sendirian.

"Aku pulang saja ke rumah."

Hoseok sempat kaget mendengar penuturanku tapi akhirnya mengangguk saja. Ia mengantarku dengan mobil sampai ke depan rumah, saat itu kulihat lampu masih menyala dan aku tahu Jimin tidak tidur. Setelah Hoseok pergi, aku segera membuka kunci pagar, masuk ke pekarangan dan suara pintu rumah terbuka mengalihkan atensi ku.

Jimin berdiri disana dengan wajah sumringah.

Ya tuhan, kalau begini bagaimana aku bisa menghapus perasaanku?

"Kenapa belum tidur?"

Jimin menggeleng kuat-kuat. Entah apa maksudnya. Tapi itu sangat menggemaskan. Jimin membuntutiku ke manapun aku pergi, bahkan ketika aku hendak masuk ke kamar dia berdiri di depan pintuku.

Aku berbalik. Menghela napas sebelum menyentil kepalanya.

"Mau apa?"

"Kenapa pulang?"

"Tidak apa-apa. Kasurku lebih hangat." yeah. Itu benar sih. Tapi bukan itu alasannya.

Jimin hanya terkekeh, mata sabitnya terbentuk sempurna. Sepanjang waktu aku mengenalnya, Jimin tidak pernah kehilangan pesona meski ia belum mandi sekalipun. Rona natural berwarna pink selalu muncul di pipi gembil tiap Jimin menanggalkan polesan make up. Taehyung bilang Jimin cantik dalam kondisi apapun. Untuk yang satu ini, aku setuju.

"Besok Kookie mau makan apa?"

"Tidak usah, aku akan makan di kampus saja."

Senyum Jimin runtuh seketika. Ia mempout bibir dan itu membuatku frustasi karena terlalu ingin menciumnya.

"Baiklah. Tapi Kookie, aku punya permintaan."

Netra Jimin beralih pada pilinan ujung sweater yang ia kenakan. Pipi merah Jimin tambah merona bersamaan dengan gurat cemas yang kini jadi bagian dari wajahnya.

"Apa?"

"Temani aku tidur, diluar."

Ah... Aku bahkan tidak tahu harus bersorak senang atau menangis.
Jimin tidak tahu rasanya jadi diriku.

"Tidak. Diluar dingin. Kau saja yang diluar. Ketuk saja kalau ada apa-apa. Tapi kalau bisa jangan ganggu aku."

Blam!

Entah bagaimana ekspresi Jimin setelah itu. Aku memilih tidak mau peduli. Mungkin dia menangis dan mengadu pada Taehyung. Mungkin dia benar-benar akan tidur diluar. Aku melompat ke kasur, menarik selimut hingga leher dan tertidur dalam perasaan campur aduk.

Puku 2 malam.

Aku terbangun. Suara televisi samar terdengar diluar. Kusangka itu benar-benar Jimin.

Dengan langkah setengah mengendap, pintu kubuka sedikit. Park Jimin duduk di sofa, membelakangiku dengan selimut besar menutupi tubuhnya. Apa dia tertidur? Atau dia masih terjaga?

Aku keluar kamar pelan-pelan, memastikan Jimin tak mendengar suaraku tapi itu sia-sia. Dia mendongak dengan mata bengkak. Dalam pelukannya ada foto Taehyung. Jimin benar-benar habis menangis. Seketika aku merasa bersalah.

"Kookie?"

Aku mendekati Jimin, duduk disebelahnya. Kepala pirang kutarik mendekat hingga tersandar dibahuku.

"Rindu Tae-hyung?"

Jimin hanya menjawab dengan anggukan lemah.

"Jangan cengeng. Satu malam lagi, lusa Taehyung sudah dirumah. Sekarang tidur saja."

"Tapi-"

"Aku akan menemanimu disini."

Setelah itu Jimin tidak bicara lagi. Ia melemaskan diri di pangkuanku, mengeratkan pegangan tangan pada telapakku.
Suara dengkurnya terdengar tak sampai sepuluh menit. Pelan-pelan kuganti pahaku dengan bantal sofa sebagai bantalan Jimin. Selimut kutarik hinggal setengah wajah manis itu tertutup.
Televisi kumatikan, tak lupa lampu ruang dan AC. Aku memutuskan tidur di bawah sofa. Bertemankan selimut milikku sendiri dan lotion anti nyamuk.

Jimin sudah tidur.

Aku tidak bisa menahan diri untuk mencuri satu kecupan di kepalanya. Satu di hidungnya. Dan satu lagi di bibir plum-nya itu.

Maaf Tae-hyung. Adikmu ini memang jahat.

Tbc

Mungkin setelah ini akan ada smut.
Jadi, saya private tidak ya? :')

Tolong tinggalkan jejak ya sayang. Author senang sekali kalo bisa tau siapa2 saja yang baca ceritanya. Kalian tuh motivasi saya ❤

THINGS 1 (KOOKMIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang