Forbidden (2/2)

3.7K 472 132
                                    

Pagi itu aku terbangun akibat tepukan lembut di kedua pipiku.

Ada Park Jimin yang tengah berlutut sambil tersenyum. Ia mengenakan sendal dapur dan apron coklat. Satu tangannya memegang spatula beraroma rempah-rempah. Jimin pasti habis memasak sarapan. Perutku langsung saja bereaksi. Berbunyi menyebalkan dan Jimin tertawa karenanya.

Karena belum terbiasa dengan situasi ini, aku hanya diam saja saat tangan Jimin menarikku ke meja makan. Ia menggumamkan sesuatu seperti 'terimakasih yang tadi malam' atau sejenisnya. Namun aku terpaku pada hidangan yang tersaji di meja makan. Jimin memasak terlalu banyak untuk ukuran dua orang.

"Apa kau mau menyuruhku untuk menghabiskan semuanya?"

"Tidak. Tapi kalau kau mau melakukannya boleh saja."

"Siapa yang akan makan ini?"

"Taemin datang hari ini. Dia bilang mau bertemu denganku. Kurasa tak apa memasak lebih. Dia bisa makan ini nanti."

Pergerakan makanku berhenti. Jimin mengerjapkan mata tak mengerti.

"Tae- siapa?"

"Taemin, teman kuliahku. Kami sudah lama tidak ketemu dan sekarang dia ada di Seoul. Jadi dia mau menemuiku. Kenapa kook?"

Ada rasa dongkol bergemuruh dalam dada saat Jimin menyebut seseorang bernama Taemin. Netraku kini menatap Jimin lekat, sementara pemuda itu hanya membalas dengan raut kebingungan.

"Tae-hyung tahu?"

Jimin menggeleng.

"Belum, aku akan mengabarinya nanti. Taemin datang kesini jam 12 siang."

Satu alisku naik. Jam segitu aku ada kuliah yang mana artinya tidak akan ada siapapun dirumah selain mereka berdua nanti. "Tidak boleh."

"Apa?"

"Kubilang tidak boleh ya tidak boleh!"

Suara tinggiku membuat Jimin tersentak kaget. Jimin memang tidak pernah berani melawan. Ia terlalu patuh. Ini menguntungkan sekaligus menyebalkan buatku. Karena dengan kondisinya yang begini, Jimin tak akan bisa membela diri. Membela diri dariku atau siapapun yang ingin menyulitkannya.

Tidak salah jika Taehyung menjaga Jimin dengan sangat apik.

"Tapikan, aku kesepian. Tae bilang tidak akan bisa menelponku kecuali malam nanti."

Jimin memainkan sendok sambil menunduk. Pipi gembilnya bersemu merah karena menahan perasaan takut. Aku tahu Jimin takut padaku.

"Aku tidak ke kampus hari ini."

"Kookie-"

"Berhentilah protes, kau ini banyak maunya! Jangan berpikir bertemu orang lain saat hyungku tidak ada! Dasar jalang!"

Tanganku spontan bergerak menutup mulutku sendiri saat mengucapkan kata terakhir. Aku tahu ini sudah kelewat batas dan ini juga hal paling tolol yang pernah kulakukan. Mengatai Jimin jalang, jelas itu bukan maksudku.

Diseberang kursi Jimin terbelalak. Wajahnya begitu merah dan air mata kini sudah meleleh menuruni pelupuk netra hitam miliknya. Pemuda dengan helaian blonde itu gemetar saat melepas sendok. Ia beranjak, mengangkat piringnya yang masih berisi ke dapur dan langsung masuk ke kamar.

Lagi-lagi yang kulakukan menyakitinya.

Kapan kau bisa berhenti jadi orang bodoh, Jeon Jungkook?
.
.
.

Aku serius saat berkata tetap berada di rumah hari ini. Hingga jam dua belas, orang yang bernama Taemin itu tidak muncul juga. Mungkin Jimin membatalkan pertemuan mereka karena aku. Pemuda kecil itu juga tidak keluar kamar sejak pagi tadi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 20, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

THINGS 1 (KOOKMIN)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang