"Loh, kok kak Putra bisa nge-chat aku?" Gumam Naya.
Putra dan kawan-kawan berangkat dari titik kumpul menuju gunung Merbabu sekitar pukul 15.00. Seharusnya mereka sekarang sudah sampai di basecamp Selo –bahkan mungkin saja sudah kembali melanjutkan perjalanan. Hal itu yang membuat Naya heran.
"Hai juga kak. Kok kak Putra bisa chating-an?" Naya membalas pesan Putra.
"Iya bisa." balas Putra.
"Kok bisa kak? Bukannya di sana gak ada sinyal?"
"Aku gak jadi ikut mendaki."
"Aku tadi lihat story gram-nya kakak loh, dan itu lagi di Boyolali."
"Aku hanya sampai basecamp, dan di sini ada sedikit sinyal."
"Oh gitu? Kenapa hanya sampai basecamp kak?"
"Gak kenapa-kenapa."
Naya heran. Setahu dia yang memberi ide rencana untuk mendaki itu Putra. Saat Naya hendak membalas kembali pesan dari Putra, nampak pada room chat mereka tertulis Putra sedang 'mengetik'. Naya menunggu hingga pesan itu dikirim dan muncul pada room chat-nya.
"Naya, apakah kau suka padaku?"
Naya kaget, dia mengerutkan dahinya. Dia kaget tiba-tiba Putra menanyakan hal itu. Naya pun heran, apa yang mendesak Putra untuk menanyakan hal itu di saat seperti ini? Biasanya Putra selalu membuat janji untuk bertemu ketika ingin membicarakan hal yang penting. Naya pun mencoba mengabaikan pertanyaan itu dan mengalihkan pembicaraan.
"Di sana gimana kak? Pasti seru ya?"
"Di sini dingin." Jawab Putra. Setelah itu Putra langsung 'mengetik' kembali.
"Naya, apakah kau suka padaku?" Putra kembali mengajukan pertanyaan itu.
Naya semakin heran. Tidak biasanya Putra sengotot ini. Naya pikir, mungkin orang yang sedang bertukar pesan dengannya itu bukan Putra.
"Ini bukan kak Putra ya?" Tanya Naya.
"Ini Putra." Balas Putra. Sama seperti tadi, dia langsung 'mengetik' lagi. "Naya, apakah kau suka padaku?"
Naya kesal. Dia tidak ingin menjawab pertanyaan Putra yang dia anggap mungkin itu bukan Putra.
"Kalau memang benar ini kak Putra, coba PAP!" Pinta Naya.
"Sinyalnya gak kuat buat kirim foto." balas Putra.
Naya menerima alasan itu, pada awalnya. Tiba-tiba dia sadar hal lain.
"Kalau sinyalnya lemah, tapi kenapa kecepatan balasan dari kak Putra sangat cepat?" Naya membatin.
Tak lama setelah itu, Putra membalas lagi.
"Naya, apakah kau suka padaku?"
"Aku masih belum percaya ini kak Putra." balas Naya.
"Kamu masih ingat saat ulang tahun organisasi tahun lalu kita berangkat bersama?" Tanya Putra.
Naya mencoba mengingat, dan benar itu pernah terjadi.
"Semua orang di organisasi juga tau itu, gak hanya kak Putra." Balas Naya.
"Besoknya kita pergi main."
"Kan itu semua orang juga tau, kita gak pergi berdua."
"Kita pergi ke tiga tempat. Di tempat kedua dan tempat ketiga kita hanya pergi berdua, yang lainnya pulang."
Naya membenarkan itu. Karena hanya Putra yang tahu itu. Saat itu mereka bersama teman-temannya pergi ke bukit untuk menikmati sunrise. Ketika yang lain pulang setelah puas melihat sunrise yang gagal –tertutup awan, karena mendung– mereka berdua lanjut berkunjung ke tempat wisata lain. Naya merasa sedikit yakin sekarang. Dia merubah pertanyaan.
"Kak, kenapa kakak menanyakan aku suka sama kakak atau tidak?" Tanya Naya.
"Hanya ingin memastikan." Jawab Putra.
"Apa kak Putra beranggapan kalau aku suka sama kakak?"
"Iya"
"Apa yang membuat kak Putra beranggapan seperti itu?"
"Sikapmu padaku."
Selama ini Naya dan Putra memang terlihat dekat. Namun, Naya tidak menyadari sikap dia yang mana yang membuat Putra menganggap dirinya suka padanya. Saat Naya sedang berpikir, terdengar suara nada pesan masuk pada gawai Naya.
"Naya, apakah kau suka padaku?" Lagi-lagi putra mengirimkan pertanyaan itu.
-bersambung-
KAMU SEDANG MEMBACA
Hai
Teen FictionSeorang laki-laki yang hanya ingin memastikan dugaannya itu benar atau salah. dugaan bahwa perempuan yang ia sukai itu juga menyukainya atau tidak. Kepastian itu sangat penting baginya. Apa pun jawabannya, setidaknya ia sudah memastikannya, dan tena...