2. Waktu

12 1 0
                                    

Naya masih belum menjawab pertanyaan itu. Dia masih sedikit ragu pada orang yang sedang bertukar pesan dengannya itu.

"Apa benar ini kak Putra? Kalau iya, apa benar di sana ada cukup sinyal untuk mengirim pesan? Kalau bukan, tapi tadi dia sudah menyebutkan salah satu fakta yang hanya dia dan aku yang tau. Tapi bisa aja kak Putra pernah cerita tentang hal itu pada salah satu temannya, dan temannya itu membajak gawainya kak Putra. Yang pasti gak mungkin gawainya kak putra hilang atau dicuri." Naya membatin.

Gelap malam semakin pekat. Dingin pun semakin erat memeluk Naya, dan ditariknya selimut untuk melepas dingin itu. Jam pada gawainya sudah menunjukkan pukul 21.00 malam, dan dia masih bertukar pesan dengan Putra.

"Kak, sikapku yang mana yang membuat kakak beranggapan kalau aku suka pada kakak?" Tanya Naya, bermaksud agar dia bisa mendapatkan jawaban yang membuatnya yakin bahwa orang yang sedang bertukar pesan dengannya itu benar-benar Putra.

"Ada empat waktu saat sikapmu aku anggap mungkin kau suka padaku." Jawab Putra.

Naya mengerutkan dahinya, mencoba mengingat kapan saja 'empat waktu' yang dimaksud oleh Putra. Mungkin salah satunya waktu pergi ke acara ulang tahun organisasi tahun lalu. Lalu Naya menerka-nerka yang tiganya lagi. Jika pergi ke tiga tempat wisata itu juga dihitung, maka tinggal dua lagi. Naya tidak mencoba untuk menebak-tidak menanyakannya pada Putra-dia membiarkan agar Putra menjelaskannya sendiri.

"Naya, apakah kau suka padaku?" Tanya Putra untuk kesekian kalinya.

"Aku masih belum yakin kalau ini kak Putra." Balas Naya.

"Aku tidak punya banyak waktu Nay."

"Ya sudah, aku gak mau jawab!"

"Naya, apakah kau suka padaku?"

Argh... Naya mengerang kesal. Tanpa membalas pesan dari Putra, iya melempar gawainya ke sisi lain kasurnya. Setelah itu dia berbaring dan lalu memejamkan mata.

*

Naya senang sekali melukis. Ia sedang ingin melukis hujan. Namun, bagaimana ia bisa melukis, jika hujan terus membasahi kanvasnya? Lagipula, mengapa Naya melukis di bawah guyuran hujan? Pantas saja, sedari tadi dia mendengar gemuruh air. Namun, saat ia menoleh ke arah bahu kirinya, ternyata gemuruh itu bukan suara hujan. Gemuruh itu berasal dr air terjun yang sedang ia lihat sekarang. Naya bertanya-tanya, sejak kapan ia berada di dekat air terjun? Naya pun baru menyadarinya.

"ini kan?" Naya membatin.

Sepertinya Naya mengingat sesuatu. Ya, ia ingat tentang air terjun itu. Air terjun yang ia kunjungi bersama Putra. Salah satu tempat dari tiga tempat yang waktu itu mereka kunjungi bersama.

Air dari air terjun yang telah bermuara setelah terjun bebas dr ketinggian itu merendam kaki Naya, kaki penopang kanvas, dan kaki kursi yang Naya duduki. Naya pun merasakan dingin yang sama pada kakinya. Saat Naya sedang fokus melihat air terjun itu, tetiba saja Naya mendengar suara bisikan.

"Naya, apakah kau suka padaku?"

Suara itu terdengar jelas dr arah kanvas dan masuk telinga kanannya. Saat ia menoleh, ada wajah Putra tepat di depan wajah Naya. Ia pun terkejut, dan langsung terbangun.

*

Naya telah membuka matanya dan masih menatap langit-langit kamarnya untuk beberapa saat. Naya mengambil nafas panjang seolah-olah berkata "untung cuma mimpi". Kemudian ia melihat ke arah jam digital di atas nakas yang berada di samping kasurnya.

"Sudah jam 6.00 pagi" gumamnya.

Ia lekas beranjak dr tempat tidurnya dan pergi ke kamar mandi. Sebelum mandi, dia mengisi daya gawainya yang mati kehabisan daya. Rutinitas pagi hari yang selalu sama yang dilakukan Naya selama libur panjang.

Seusai mandi, Naya menyalakan gawainya. Dia ingin melihat apakah Putra masih mengirimi dia pesan atau tidak.

"Loh kok gak ada?" Gumam Naya.

Naya tidak menemukan nama Putra pada daftar percakapan.

"Semalam gak aku hapus deh kayaknya. Apa aku mimpi ya semalam?" Naya membatin.

Saat Naya sedang sibuk mencari ruang percakapan dia bersama Putra, Naya teralihkan pada notifikasi dari grup percakapan organisasi yang terus-menerus masuk. Naya heran, biasanya grup itu selalu sepi saat libur panjang. Jika grup itu seramai ini, pasti ada hal yang sangat penting. Naya pun membukanya.

"Hah? Tidak mungkin!" Naya berteriak kaget, melihat pengumuman di grup itu.

"Teman-teman, kak Putra meninggal di Merbabu."

-bersambung-

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 12, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang