Apakah Ini Sakit? (Masa Lalu Nania Adi)

42 1 0
                                    

(Nania Adi)

Saat itu, setelah kepergian ibu kandungku yang ke-11 hari, ibu Meriam selaku ibu tiriku dan Willa selaku kakak tiriku mengadakan pesta besar di rumah yang kami tempati bersama ayahku. Pesta itu dalam rangka ulang tahun Willa yang ke -19 tahun. Sebenarnya hatiku hancur, mengingat ibuku belum lama meninggalkanku untuk selama-lamanya.

Sebelumnya kami hanya tinggal berlima, ibu kandungku tinggal di kota pedalaman yang jauh dari tempat tinggal kami. Ayah dan ibuku sudah pisah dan menikah lagi dengan ibu Meriam yang baru saja dicerai oleh suaminya. Ayahku tidak mengizinkanku untuk tingal dengan ibuku, alasannya adalah masalah materi yang membuatku harus tinggal bersama keluarga yang tidak kuinginkan. Sempat tidak terima dengan kenyataan takdirku, tapi ibuku selalu mengajariku arti keikhlasan akan takdir yang kuperoleh.

Beribu-ribu moment pahit kutelan selama tinggal bersama ibu Meriam dan Willa. Ternyata tidak hanya dicerita fiksi bahwasanya keluarga tiri itu jahat, aku sendiri yang merasakannya dan itu benar terjadi. Berulang kali mencoba berpikir bahwa ini hanya mimpi tapi aku hanya memperkosa diri kedalam hal yang semu.

Hari di mana hari Willa bahagia dan hari di mana aku merasakan duka yang masih mendalam, aku terus menutupi wajah duka ini menjadi senyum yang ikhlas. Aku gadis yang duduk di sudut ruang,  menatap saudara tiriku berbahagia atas apa yang ia peroleh. Terlihat juga ibu Meriam, ayahku, juga dengan kekasih Willa yang merasakan kebahagiaan itu.

Saat di mana Willa memohon harapannya, lalu setelahnya meniup lilin yang melambangkan angka 19, seisi ruangan memberi tepuk tangan. Ku pikir ini bukan pertunjukan yang luar biasa, ini sangat biasa tapi mengapa mereka bersorak dan bertepuk tangan?.

Aku gadis yang sangat membosankan.

♡♡♡

"Hey.."

"Bisakah kami berbicara sebentar?" Tanya seseorang di belakangku.

Aku menoleh ke arah sumber suara itu, wow seorang pria dengan dada bidang dan ahhh kupikir ia mempunyai bentuk tubuh yang sangat sempurna. Mata hitam pekat yang menatapku dengan artian memohon dan senyum yang membuat siapa saja wanita melihat pasti meleleh dibuatnya.

"Ahh.. I..iya silahkan" jawabku sedikit gugup.

Pria itu duduk di samping kiriku. Aku menunduk untuk menutupi kegugupanku di sampingnya.

"Tidak usah gugup. Namaku Novero, bagaimana denganmu?" Ia mengulurkan tangannya.

Aku sedikit gemetar untuk berjabat tangan. Hem, berlebihan sekali.

"Nania" jawabku singkat.

"Nania? Bukankah kau adik Willa?" Tanyanya sambil mengeyritkan dahinya.

"Iya benar" jawabku lagi.

"Mengapa kau di sini? Ehm maksudku, kau harusnya berada di sana" Novero menunjuk ke arah Willa beserta dengan ibu Meriam dan ayahku.

"Oh.. ah.. ehm aku.. aku.. eh kakiku sedikit terasa sakit memakai hills yang lumayan tinggi. Ku pikir lebih bagus duduk di sini" alibiku.

Novero hanya mengangguk mungkin mengerti ini hanya alasanku saja.

"Kau seperti tidak dianggap".

Sentak aku terdiam.

Aku tidak berani menoleh ke arah Novero. Perkataannya menusuk hatiku. Meskipun terkadang aku juga merasa seperti itu.

"Ya ku pikir buat apa ada di keluarga yang mengabaikan diri kita?" Kali ini Novero menengok kearah ku.

"Oh.. maaf aku merasakan sesuatu. Aku ke toilet dulu ya" Aku menjauh dari Novero.

♡♡♡

Aku terdiam di sudut toilet wanita sambil melihat cermin besar yang disediakan.

Memang benar, untuk apa ada di tengah keluarga bahagia jika kehadiran diri ini terabaikan?.

Tidak terasa, sesuatu jatuh membasahi pipiku. Padahal sudah sekuat tenaga aku menahan untuk tidak menangis.

Ku rasa sudah cukup untuk menangis. Aku harus keluar dari sini dan menjadi gadis yang lebih kuat.

Saat aku membuka pintu toilet, terlihat Novero dan Willa memasang wajah marah. Ahh ada apa ini?.

"Kau bisa membawanya kemanapun. Tapi kau harus ingat, kau milik Sheila" Perintah Willa untuk Novero yang aku tidak mengerti maksudnya.

"Tidak akan ku lupa. Serahkan saja" Willa memberi sebuah kunci kepada Novero dan bisa ku tebak itu adalah kunci mobil.

"Ikut!!!" Novero menarik tanganku kasar.

"Ah.. lepas" Aku memberontak tapi Willa melakban mulutku.

Aku dibawa paksa keluar gedung pesta untuk dimasukkan ke dalam mobil.

"Jangan lupa untuk kembali" Perintah Willa lagi.

"Tapi tidak bersama dia lagi" Lanjutnya.

"Akan kulaksanakan semua dengan mulus" Novero menutup pintu mobil dan mulai melajukannya.

Aku tidak tahu ingin dibawa kemana. Ku rasa ini adalah akhir dari hidupku. Tuhan terima kasih untuk semua nikmat yang telah Kau beri.

♡♡♡

Novero memberhentikan mobil di sebuah halte. Dan ia menurunkan paksa aku untuk keluar dari mobil. Tapi sebelum itu ia membuka lakban yang tadi Willa gunakan untuk menutup mulutku.

"Selamat tinggal nona cantik" Setelah Novero mengeluarkanku dari mobil, ia kembali masuk ke dalam mobil dan meninggalkan ku sendirian.

Aku sendiri

Tidak tahu di mana lokasiku sekarang

Ku mulai dengan isakan ku yang menjadi. Ternyata ini adalah yang paling sakit.

Hari ini aku kembali menjadi orang yang mengikhlasi semua takdirku. Anggap saja kemarin itu hanya mimpi untukku dan sekarang adalah kehidupan sebenarnya. Dimana tidak ada lagi orang-orang yang mengabaikanmu. Kau harus berubah dan mulai berjuang.

"Kenapa menangis?" Seseorang bertanya padaku.

Seorang wanita dengan pakaian sederhana dan mata yang mengantuk. Ah apa aku mengganggunya?.

Dia mendekatiku

"Ada masalah?" Tanyanya.

Aku menggelengkang kepalaku.

"Hem kurasa kau tersesat, mari kita tidur dulu di halte" Ajaknya.

Dia baik?

Aku pikir ia terganggu oleh isakanku.

Nania Adi

"Diberikan kesempatan untuk bernapaspun harus sudah sangat bersyukur. Apalagi jika ditambah perjalanan hidup yang menyenangkan. Tapi ingat, tidak selamanya kita berada di sana. Kita pasti akan terpuruk pada waktunya. Hanya bagaimana kita menyikapi semua. Ikhlas atau Dendam? Hatilah yang memilih".

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 09, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bestfriend BitchesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang