Seperti biasa, pagi hari selasa, pukul 04.30 am, seiring dengan alarmnya yang berbunyi, ia terbangun dari mimpi singkatnya. Membuka mata menghadap langit langit kamarnya yang gelap, ia beranjak dari tempat tidurnya,menghidupkan lampu kamar dan mematikan lampu luar,lalu menuju kamar mandi.
Memakai seragam batiknya yang berwarna biru bersetelan rok abu abu dengan rapi dan menyisir rambut hitamnya yang agak ikal pada ujungnya.
Oh ya, hampir terlupa olehnya.. Makan. Ia pun langsung menyantap sarapan yang telah di siapkan untuk dirinya.
Nasi dan martabak dengan bahan hanya sebutir telur yang dilapisi kulit lumpia per porsinya:sarapan yang sempurna untuk sebuah keluarga yang sederhana.
Setelah selesai menjalankan kegiatan yang menjadi rutinitas sehari harinya itu, ia memastikan apakah ada yang terlewat, dan ia sadar melupakan satu. Ia segera menuju ke sebuah kamar. Disana, paman Alissa, Idris Supratman, tampak sedang bersiap untuk pergi bekerja.
Ia menjulurkan tangan seolah menadah hujan kepadanya dengan senyuman manja. Tapi, pria beristri tersebut mengerutkan dahi dan memajukan dagunya heran tak mengerti.
“Kenapa?” tanyanya.
Kekecewaan tampak diwajah Alissa. Bagaimana tidak, kegiatan sehari hari ini sudah mereka jalani selama kurang lebih 4 tahun. Dan lagi, pak idris masih tidak tahu apa yang diinginkan darinya. It’s ridiculous.
“Yahh oom.., minta ongkos sama uang jajan.” Kembali menadahkan tangannya, “Kok masih nanya sih, itu kan udah jelas kali, huh.”
Lagi lagi ia menunjukkan wajah kecewanya.
“Oh uang.” Mengeluarkan uang dari tasnya dan memberikannya ke Alissa “bilang aja kali, nggak usah pake kode kode-an segala, om kan mana ngerti.”
Alissa tertawa mendengar gerutu pamannya, “ Ya udah, pergi dulu ya, om. Dah.”
Melambaikan tangannya dan segera pergi dari kamar menuju keluar, bersiap untuk pergi ke sekolah. Menggunakan angkutan umum, ia berangkat ke sekolahnya. SMA Unggul Negeri 8.
Saat sampai di tempat parkir sekolah, ia melihat banyak siswa siswi berhamburan berlari masuk gerbang. Alissa pun melihat jam elektrik di atas gerbang sekolah.
Tidak! 05.44. Tinggal 1 menit lagi sebelum pintu gerbang tertutup otomatis, dan ia pun bergegas menuju gerbang. Namun sayang sekali,sudah terlambat. Pintu gerbangnya sudah tertutup.
“Sial. Padahal gue yakin jamnya udah gue prediksi dari rumah. Atau jangan jangan…”
Tiba tiba ia teringat sesuatu dan memukul kepalanya pelan, “Pasti itu. Pasti mereka mundurin waktunya beberapa menit kayak waktu itu. Argh!” Ia berteriak kesal sementara hanya ada Alissa sendiri disana.
Lalu terlihat dari pintu kaca, guru piket yang bertugas, menuju ke pintu, hendak membukakannya untukku. Setelah terbuka, ia memerintahkanku untuk bergegas ke kelas.
Alissa mengangguk dan bergegas pergi ke kelasnya, bahkan lupa untuk menyalami guru tersebut.
Guru piket tadi tidak memberi hukuman untuk terlambat padanya tapi, Alissa takut kalau ia malah di omeli oleh Bu Reni -guru killer pelajaran Fisika yang ditakuti sebagian besar siswa Smanlavan yang juga merangkap peran sebagai wali kelas X IPA 3- dan di beri hukuman olehnya. Itu seperti musibah baginya.
Namun ia memberanikan diri untuk menuju ke kelas, meyakinkan dirinya kalau apa yang terjadi nanti itu urusan belakangan, yang penting masuk dulu.
Dengan hatinya yang masih ragu ragu, ia melangkah masuk.
Tapi, ternyata kekhawatirannya tak beralasan, guru itu bahkan belum masuk. Ia tertawa kecil di dalam hati, berpikir kalau guru yang sangat di seganinya itu bisa terlambat juga ternyata. “Guru juga manusia,” gumamnya sambil tersenyum.
Tunggu. Kalau dilihat lihat lagi, rasanya ada yang aneh di kelas hari ini. Anak anak geng menjengkelkan yang duduk di kursi belakang maupun yang depan mengerumuni tempat duduk Alissa.
Bukan hanya itu, rata rata mata semua anak di kelas tertuju pada arah yang sama. Kenapa? Alissa berjalan menuju bangkunya, dan saat sampai… Ugh! Tatapan yang diberikan anak anak itu membuatnya sangat jengkel, seolah olah Alissa sedang mengganggu kesenangannya.
Ia pun menoleh ke kursi sebelahnya. Pantas saja. Wajah asing yang tak ku kenal, pasti anak baru, mungkin pindahan.
Tak heran mereka menatapnya tak senang, jujur, anak baru itu memang tampan. Mulai dari kulitnya yang putih, rambut hitamnya yang keren, sampai gayanya pun keren.
Namun Alissa tak peduli dengannya maupun mereka, ia hanya ingin menempati tempat duduknya. Sebisa mungkin, ia ingin menghindari masalah yang berkelanjutan, apalagi jika berkaitan dengan gengnya nenek lampir itu, ia bahkan malas untuk sekedar meladeni mereka.
Terlebih lagi, saat mereka menjadikan anak baru di sebelah Alissa sebagai objek perhatian utama.
Jangan sampai aku terlibat dengannya, bisiknya dalam hati.
“Um.. Kalau boleh tahu, siapa namamu?” Alissa terkekut melihat ‘anak yang akan tenar’ seperti dirinya mencoba memulai pembicaraan dengan pertanyaan yang bahkan tidak akan ditanyakan oleh Alissa.
Lagipula ia pikir tidak ada gunanya mencari tahu, lagipula ia akan tahu dengan sendirinya saat guru mengabsen. Terlebih lagi, dengan Alissa? Ia sangat yakin kalau pertanyaan itu diajukan hanya sekedar sebagai formalitas, bukannya rasa ingin tahu.
Seharusnya nggak usah sok sopan deh lo, paling bentar lagi juga pindah tempat duduk, di sebelah anak tenar yang selevel, lo pikir gue nggak tau?
Alissa memang tidak tertarik dengannya, tapi kalau ia tak menjawab, ia akan jadi sangat tidak sopan terhadap orang yang baru saja mengenal suasana dan lingkungan sekolah ini. “Alissa Priscilia.”
Ia menjawab dengan nada cuek, namun setidaknya ia harus menanyakan namanya juga. “Kamu ?”
“Oh? Namaku-“ Sebelum menyelesaikan kalimatnya,guru pun datang, memotong pembicaraan mereka.
“Sikap. Beri salam.” Bagas, ketua kelas X IPA 3, memberikan aba aba untuk memberikan salam, dan semuanya pun berdiri memberi salam pada Bu Reni. Bagus. Guru datang.
Nanti ia harus melanjutkan pembicaraan dengan alur yang agak panjang dengan anak baru itu. Ia menghela nafasnya.
How can anything become worse ? Tolonglah, jangan buat hidup gue tambah ribet.
KAMU SEDANG MEMBACA
World Beside Reality
FantasyAlissa Priscilia, seorang gadis SMA yang memiliki 2 kehidupan yang berlawanan. Satu sisi di takdirkan dengan kehidupan suram yang berada di bawah rata rata mayoritas. Di sisi lainnya, sosok gadis sempurna yang merupakan salah satu peringkat atas. Su...