“Zee, bicara sama siapa?” Asha keheranan melihat putra kesayangannya bicara sendirian di taman belakang.
Asha memperhatikan sekeliling. Sepi, hanya gemerisik dedaunan ditiup angin.
“Pergi!” Zee berteriak ketakutan.
Bocah berusia 4 tahun itu memeluk bundanya erat-erat. Asha merasa tiba-tiba bulu kuduknya merinding. Ia gendong putra semata wayangnya itu dan meembawanya ke dalam rumah.“Bunda, kita di kamar saja. Jangan keluar-keluar. Zee takut,” tangan zee yang dingin mencengkeram lengan Asha.
Dengan lembut di belai rambut hitam Zee. Asha ingin sekali bertanya, tetapi ia sendiri seorang penakut. Ia takut dengan jawaban anaknya yang bisa melihat makhluk lain itu.Asha meraih gawainya. Ia mencoba menghubungi nomor suaminya dengan tergesa-gesa. Ia ingin Hans, suaminya, segera pulang. Namun, Hans tidak menjawab teleponnya.
Di luar, angin berhembus kencang. Tiba-tiba listrik padam. Asha panik. Ia meraba-raba lampu darurat yang tersimpan di bawah meja. Zee masih bergelayut di lengannya. Ketika lampu dinyalakan, Zee berteriak, “Bunda! Takuut.”
Asha terkesiap. Sesosok perempuan berjubah merah berdiri di sudut kamar. Rambutnya yang panjang menutupi sebagian wajahnya yang pucat seputih kertas. Darah merah segar berlelehan dari bibirnya.
Asha memeluk Zee erat-erat. Perempuan itu melayang mendekati mereka. Tangannya menjulur siap mencekik leher Asha.
“Allahu Akbar!” Hans menghambur ke arah mereka. Perempuan itu berteriak nyaring dan menghilang.
YOU ARE READING
Beyond The Color of The Night
HorrorKumpulan FF tugas dari kelas fiction for beginner batch 6, Cloverline Creative