Dede bangun pagi-pagi sekali meski hari ini adalah hari minggu. Menyiapkan pedang mainan pemberian teman-temannya yang nanti akan dijadikan alat untuk menyegel Cakza, di tas punggungnya sudah terisi air minum dan mainan pistol-pistolan yang bisa diisi peluru dari karet. Mungkin bisa digunakan. Lalu tidak lupa Dede memindahkan bantal guling ke tengah tempat tidur bersama beberapa baju agar terlihat seperti Dede yang sedang tidur. Ibu tidak akan membangunkan karena hari ini adalah hari bebas tidur sampai jam berapapun.
Dengan mengendap-endap Dede membuka pintu kamarnya dan berharap Ibu tidak ada di ruang tengah. Kalau ketahuan, pasti tidak akan diijinkan gara-gara kemarin pulang dengan sangat terlambat. Dede dihukum tidak boleh ke mana-mana sepanjang hari ini.
"Upst," nyaris saja, Ayah sudah bangun untung ke kamar mandi dan tidak ke kamar Dede seperti biasanya. Setelah yakin Ayah memasuki kamar mandi, Dede buru-buru membuka pintu kamarnya lagi dan menutupnya rapat-rapat tanpa suara sedikitpun. Semoga Ibu yang ada di dapur tidak mendengar. Dengan berjinjit, ditujunya ruang tamu.
Untungnya pintu sudah dibuka kuncian anak kuncinya, Dede pun tinggal membuka kunci grendel dari besi, mendorongnya ke kiri dan terbukalah kunci. Lalu pelan-pelan dibukanya pintu, tapi meski pelan-pelan ringikan engsel terdengar jelas membuat Ayah yang sudah selesai dari kamar mandi mendengar dan memanggil, "Dede!" kata Ayah memanggil.
"Aduh, mati aku," Dede pun buru-buru keluar dan tergesa-gesa menutup pintu hingga tanpa sadar menyenggol kakinya dan menimbulkan bunyi berdebum.
"Hua," Dede semakin panik dan tanpa ditutup lagi pintu itu, dia buru-buru berlari sebelum Ayah datang.
"Dede!" Ayah memanggil lagi, sempat terlihat Dede berlari dihalaman membawa tas punggungnya dan menggunakan baju seperti akan mendaki gunung, lengkap dengan topi dan sepatu. Ayah hanya tersenyum dan melihat Dede berlari secepat-cepatnya.
"Dede mana yah?" tanya Ibu.
"Sudah pergi, mungkin bermain dengan teman-teman barunya," kata Ayah sambil menguap.
"Ayah, ini bukannya menangkap Dede malah membiarkan. Dia hari ini harus dihukum tidak boleh kemana-mana karena kemarin sore pulang terlambat," omel Ibu.
"Sudahlah bu, dia pasti memiliki alasan kenapa hari ini sampai senekat itu. Bukankah selama ini kita tahu sekali Dede anak yang sangat patuh," kata Ayah.
"Iya, tapi dia juga tidak pamit. Kalau nanti terjadi yang tidak-tidak bagaimana?" Ibu masih terus mengomel.
"Sudahlah bu, Dede juga sudah besar. Ayah yakin dia bisa menjaga diri. Yakin itu," kata Ayah menuju dapur ingin meminum kopi. Udara di desa ini setiap hari selalu menggigit kulit rasanya.
Ibu hanya bisa memandangi jalan dan berdoa semoga Dede nanti pulang dengan selamat. Tidak biasanya anak itu seperti ini.
***
Seperti perjanjian kemarin, mereka bertemu di dekat kincir air desa. Tempat dimana air dipindahkan dari tempat yang lebih rendah ke tempat yang lebih tinggi untuk pengairan. Baru ada Anto yang ada gubuk kecil yang berada di depan kincir itu, duduk menunggu dengan hanya membawa ketapel dan tongkat. Kemudian terlihat Dede berlari-lari takut terlambat.
"Ku kira aku sudah terlambat," kata Dede tersengal-sengal.
Anto hanya diam saja tidak menanggi, seperti biasa rautnya memang selalu dingin.
Tidak lama kemudian Lio, Maya dan Eko datang bersama-sama. Baju Eko terlihat kotor, kata Eko gara-gara terpeleset jalan yang licin.
"Kamu mau ke kondangan?" tanya Maya memandangi Dede, rapih sekali karena mereka hanya menggunakan baju main biasa tidak menggunakan sepatu seperti Dede.
KAMU SEDANG MEMBACA
KERETA LANGIT
FantasyDede harus pindah rumah dan pindah sekolah karena Ayah menjadi guru PNS. dimana surat dinasnya mengatakan dia harus mengajar di desa Anglo yang letaknya 80 Km dari rumah yang sekarang ditempati. Maka dengan berat hati akhirnya ikut pindah rumah bers...