Brian Yudhistian
〰"Si Brian gak punya tujuan hidup kali ya."
Segelintir orang yang mengenal gue, mengatakan hal seperti itu.
Padahal mereka tidak terlalu paham seluk beluk seorang Brian Yudhistian itu seperti apa. Tidak tahu kegiatan apa saja yang selama ini gue lakukan agar bisa bertahan sampai sejauh ini.Digunjingkan.
Dicerca.
Dikhianati.
Dan... Ditikung pun, gue pernah merasakannya.Apasih Bri.
Memang kelihatannya gue ini tidak memiliki tujuan, ya. Sehingga orang-orang—terutama kaum adam, ngomongin gue di belakang.
Padahal mah, kalau di depan gue tingkah mereka sok manis.
Ngajak-ngajak nyebat dengan tujuan untuk morotin rokok gue.Belagak sok pintar, sambil menyindir gue, "Kuliah kan biar pinter, biar dapet nilai gede. Bukan buat tidur ataupun ngerjain para cewek untuk nyelesein tugas punya kita."
Kalimat itu... Gue masih ingat sampai sekarang. Hati gue meringis, ketika telinga gue mendengar ocehan-ocehan tidak bermutu seperti itu.
Kalau boleh meralat kata-katanya, bagi gue kuliah itu untuk cari ilmu. Kalau niat lo cari ilmu karena Tuhan, pasti nilai lo juga tidak akan mengecewakan kok.
Nah, kalian bisa menilai sendiri. Yang bedebah itu siapa? Gue atau mereka?
Walaupun gue malas, gue masih dianugerahi Tuhan untuk berpikir rasional.Gue malas ya karena akuntansi ini bukan passion gue. Muak sih, sebenarnya. Tapi mau bagaimana lagi?
Kata dosen akuntansi biaya gue, gue sudah terlanjur masuk di semester tiga. Anggap aja seperti ini, gue sudah benar-benar tercebur dalam lautan.
Selanjutnya, keputusan ada di tangan gue. Mau terus menyelam lebih dalam untuk menemukan hal-hal baru yang bisa dijadikan pengalaman ketika kembali ke daratan, atau malah tenggelam, berusaha untuk selamat, tidak mendapatkan apa-apa, dan akhirnya terbawa gelombang air yang gak tentu arahnya.Sayang coy, kalau mencoba nyebur lagi di lautan yang lain. Walaupun ya..., pemandangannya lebih indah, tapi di atas sana yang mengantarkan kita ke lautan yang berbeda akan merasakan penat.
Iya, yang mengatarkan kita tuh orang tua.
Mereka tidak akan mengeluh, kalau seandainya gue ingin pindah.
Tapi, cik lah. Mikir saeutik mah, da geus gede. Dengan kata lain, dipake dong otaknya!
Mereka capek. Biaya yang harus mereka keluarkan pun tidak sedikit.
Jadi gue pun memutuskan untuk menguatkan diri gue untuk tetap berada di jurusan yang sudah gue pilih ini.Toh, sekarang sudah ada Arjae, Sigit, Winaldo, dan Dewan.
Mereka itu tim hore dalam hidup gue. Kalau sedang dalam mode gak paham dengan materi yang disampaikan dosen, ya mereka dengan sukarela mengajarkan gue.Apalagi Winaldo. Sikapnya garang banget tuh kalau menghadapi gue.
Ancaman yang sering ia lontarkan pada gue seperti, "Bri, perhatiin kalo dosen ngomong. Katanya kasian ke orang tua, katanya mau cumlaude."Kalau sudah bawa-bawa orang tua dan cumlaude gue kalah.
Gue pun langsung bangun dari posisi bungkuk gue, untuk mencoba memperhatikan dosen.Setiap selesai kelas, Winaldo selalu memastikan, apakah gue mengerti atau tidak.
Kalau tidak, dia akan menjelaskan ulang pada gue. Terus kalau misalkan dia lelah untuk menjadi dosen pribadi gue, dengan iklas dia menyerahkan tugasnya untuk disalin sama gue.
Ya Tuhan, sepertinya engkau menciptakan seorang Winaldo ini dengan komposisi yang pas. Makanya hatinya dia begitu luas.
Tetapi, setelah kalian tahu kemuliaan seorang Winaldo dari cerita gue tadi dan langsung menyimpulkan bahwa sosok Winaldo itu sempurna adalah salah besar.
KAMU SEDANG MEMBACA
AccountantSix
General Fiction"Musik dulu atau angka dulu? Tidur dulu aja deh." -Brian Yudhistian. *Non baku **Revisi berjalan seiring dengan updatenya cerita ini. ***Highest Rank #3 dalam akuntansi