#Keempat

8 1 0
                                    


Aku seperti dua orang yang berbeda, atau mungkin dua kepribadian. Hatiku penuh dengan cinta yang membuatku selalu ingin tersenyum ketika di rumah. Tapi jantungku selalu berdebar hebat ketika aku berada di sekolah, seolah menjalani hidup yang sulit. Padahal waktuku lebih banyak kuhabiskan di sekolah, tapi tidak pernah seharipun aku merasa nyaman di sana. Tertekan, mungkin begitulah rasanya. Juga seperti orang asing. Mungkin memiliki setidaknya satu sahabat, akan membuatku merasa baik. Namun apa boleh buat, aku tidak melakukan itu sejak awal. Sekarang aku tidak tahu bagaimana cara melakukannya.

Apalagi orang yang menjadi tanggung jawabku itu Jay Park. Dia orang yang paling suka membuat keributan di kelas. Bahkan semua orang di Sungsaemin takut padanya, termasuk bu Young Mi. Jay orang yang tidak peduli dengan sekolah dan selalu membolos, dia akan memukuli habis orang-orang yang melawannya. Yang ku dengar dari bu Young Mi, alasan mengapa sekolah tidak berani megeluarkannya, karena orang tua Jaylah satu-satunya yang mau mensponsori acara-acara di sekolah. Dan sekarang aku dalam masalah besar. Bertanggung jawab atas brandalan seperti itu, aku tidak bisa melakukannya. Sampai hari kelulusanpun aku yakin tidak akan berhasil melakukannya. Tapi bu Young Mi menaruh kepercayaan itu padaku, apa yang harus aku lakukan?
“Hwaa” oppa datang tiba-tiba dan mengagetkanku dari belakang. Aku memekik hebat yang membuat oppa malah tersenyum lebar.
“Mianhae, mianhae Jin Rae”. Bagaimana mungkin oppa sungguh-sungguh minta maaf, jika dia masih saja menertawakanku.
Aku menggerakkan kedua tanganku dengan lincah untuk mengatakannya “ Aku sudah sejam menunggumu di sini, tapi kau datang mengaggetkanku”
“Baiklah-baiklah aku akan pergi saja” oppa beranjak bangkit dari duduknya.
Aku memperotes “Bagaimana bisa seperti itu?”
“Kenapa tidak?”
Aku menekuk wajah “Aku sudah menunggu lama tapi oppa justru cepat-cepat pergi”
“Lalu?”
“Sudahlah, ayo sana pergi!” aku memerintahkannya. Oppa diam menatapku. “Pergi sana!” aku mendorongnya menjauh “Cepatlah pergi”.
“Hey benar kau menyuruhku pergi?” tiba-tiba oppa berbalik dengan mengacungkan lollipop ke arahku. “Kau yakin hari ini tidak mau ini?” sebelah alisnya terangkat sambil terus menyodorkan lollipop kesukaanku untuk menggoda.
“Baiklah aku tidak akan memaksamu, sampai jumpa”

Sebelum oppa melangkah pergi, aku sudah merentangkan kedua tangan menghalangi. Kuambil lollipop itu dari tangannya dan dengan cepat telah berpindah ke mulutku. Lollipop, oppa memang harus memberiku lollipop itu setiap harinya. Entah sejak kapan, tapi setiap harinya oppa memang selalu memberiku satu lollipop rasa coklat. Jika dia melupakan itu, aku akan marah dan meminta dua kali lipat untuk hari selanjutnya.
Tapi kali ini bukan itu tujuan utamaku, aku ingin bertanya bagaimana cara menghadapi orang seperti Jay. Kupikir sesama laki-laki, oppa bisa memberiku saran yang baik. Minggu depan akan ada ulangan matematika, itu alasanku kenapa harus segera menangani Jay. Karena bu Young Mi ingin melihat hasil belajar kelompok yang seharusnya sudah berjalan dua minggu. Sementara aku, untuk mendekati Jay saja aku belum bisa. Bukan berarti aku belum pernah mencoba, tapi setiap kali kukatakan padanya untuk belajar bersama, justru dia mengabaikanku. Dan akhir-akhir ini Jay malah sering membolos dengan kedua temannya. Apa yang bisa kulakukan?

“Jadi dia anak yang suka berkelahi?”. Aku mengangguk menjawab pertanyaan Jun So oppa.
“Ayo kita ke sana”. Oppa menarikku ke tempat Jay dan teman-temannya biasa menongkrong. Aku tidak tahu akan menjadi baik atau buruk jika membawa oppa dalam masalah ini, tapi mari mencoba.
Jay dan kedua temannya sedang asik merok*k ketika aku dan oppa sampai disana. Dimejanya juga ada beberapa botol alkohol yang sudah kosong. Aku sempat tercengang melihat kelakuan mereka seperti ini, jika tidak dengan oppa mungkin aku sudah lari dari sini.
“Heh kau, masih berani mengajakku belajar hah?” Jay berjalan ke arahku sambil mengacungkan jari telunjukknya. Jalannya sempoyongan ke kanan dan ke kiri, pasti dia banyak meneguk alkohol. Dua temannya ikut menghampiriku dan oppa. Aku menjadi sangat takut.
Oppa melepas tanganku yang dari tadi memeganginya “Tidak apa-apa”.
“Wow kau ternyata punya pacar juga anak bisu”
“Jaga bicaramu baik-baik” oppa balik mengacungkan jari telunjuknya kearah Jay. “Rupanya kau orang yang selalu mencari keributan itu hah? Mengandalkan kekuatan ototmu saja?” aku memegangi tangan oppa kuat-kuat. “Orang yang merasa hebat dengan kekuatan ototnya saja”. Oppa jangan katakana apapun lagi. “Kau benar-benar bisa berkelahi?”
Aku makin erat memegangi lengan oppa dan menariknya mundur saat wajah Jay mejadi merah padam. Aku yakin Jay tidak bisa diremehkan dalam masalah berkelahi. Tapi Jun So oppa, aku belum pernah sekalipun melihatnya berkelahi. Ditambah lagi kedua teman Jay, jelas-jelas oppa akan kalah dengan mereka.
“Ingin mencobanya denganku”. Tidak, ini gila. Bagaiman mungkin oppa menantang Jay.
“Sebenarnya aku tidak ingin berurusan dengan mereka berdua, aku hanya berurusan denganmu Jay Park. Itu juga jika kau berani melawanku sendiri”
Dengan cepat Jay menginsyaratkan kedua temannya yang sudah siap berkelahi untuk mundur.
“Kau berani bertaruh padaku?”
“Untuk apa takut?”
Oppa dengan santai menjawabnya “Baiklah, jika kau menang kau harus mau belajar bersama dengannya sampai lulus”
“Apa? Sampai lulus?”
Oppa tersenyum “Kau takut?”
Tidak, aku tidak setuju itu. Kenapa oppa dengan mudah menantang Jay berkelahi. Aku membawanya kesini bukan untuk mencari keributan seperti ini.
“Gantinya jika aku kalah, apapun yang kau mau dariku akan kupenuhi”. Oppa benar-benar gila.
“Tenang saja oppamu ini bukan orang yang mudah di kalahkan” oppa meyakinkanku. Aku mengenggam erat tangan oppa agar dia tidak melakukan ini.
“Tidak apa-apa. Tunggu disini dan akan oppa bawakan dia untukmu” oppa menepis tanganku dan melangkah pergi mengikuti Jay yang berjalan lebih dulu.
Oppa dan Jay benar-benar berkelahi, jantungku serasa mau copot melihat mereka saling memukul di hadapanku. Pertama Jay berusaha memukul oppa, tapi dengan cepat oppa menghindarinya. Lalu dengan mataku sendiri, kulihat oppa membuat darah menetes dari hidung Jay. Aku menjerit dan menutup wajahku saat itu. Sungguh aku tidak pernah menyangka oppa akan sekuat ini. Dia sangat hebat. Tak ku sangka, kakiku yang bergemetar hebat sejak tadi sudah lebih baik sekarang. Aku begitu mengkhawatirkan oppaku yang hebat itu.

Next...Guys

LolipopTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang