#Kelima

5 1 0
                                    

“Aaa” Jay meringis kesakitan saat aku membersihkan luka di pipinya.

Oppa membuatnya terluka dan berdarah di beberapa bagian wajah dan tangannya. Melihat Jun So oppa, aku senang dia tidak terluka. Tapi melihat Jay, aku cukup kasihan padanya.

Heh anak bisu, kubilang pelankan tanganmu Jay menepis tanganku, yang kemudian membuat kapas di tanganku terjatuh.

Mendengar itu, oppa yang sejak tadi duduk di luar rumah pohon segera masuk menghampiri.
Aku segera menggelengkan kepala saat oppa berniat menarik tangan Jay. Tidak apa-apa, aku sudah terbiasa mendengarnya. Karena memang itu kenyataannya. Aku tidak keberatan oppa, asal kau tidak memukulnya kembali. Aku tidak mau oppa menjadi terbiasa untuk memukul. Aku tidak menyukainya.
“Keluarlah” oppa menarik tanganku menjauh. Tentu aku tidak menurutinya, aku tidak mau mereka berkelahi kembali.

“Oppa janji tidak akan memukulnya.

Setelah oppa berjanji padaku, aku tidak lagi khawatir meninggalkan mereka berdua. Seperti halnya perempuan, mungkin laki-laki akan lebih saling mengerti.

Menunggu entah apa yang dibicarakan oppa dan Jay, aku duduk bersandar di bawah rumah pohon sambil mendengarkan musik dari ponsel.

Belum juga satu lagu selesai, oppa sudah keluar diikuti Jay yang mengekor di belakang.
“Datanglah setelah pulang sekolah bersama Jin Rae kemari !!” oppa menepuk pundak Jay dari belakang.

*Tanpa berkata apapun Jay berjalan pergi meninggalkan kebingungan di kepalaku.

“Oppa kau hebat” aku mengisyaratkannya dengan mengangkan kedua ibu jariku ke arah Jun So oppa.

Kami tersenyum bersama kembali, melihat deretan gigi putih dari senyum oppa yang mengembang, aku menyukai itu. Dan sekali lagi, oppa mengusap-usap rembutku membuatnya berantakan.

Entah apa yang oppa bicarakan pada Jay, pasti itu sangatlah hebat. Karena apa, Jay benar-benar datang bersamaku ke rumah pohon setelah pulang sekolah. Tidak mudah untukku mengajari Jay, apalagi aku bukanlah orang yang langsung dapat menjelaskan banyak hal dari mulutku sendiri, aku harus menyampaikannya melalui kertas dan tinta, akan lebih sulit bagi Jay untuk menerima dan memahaminya. Untunglah ada oppa di sana, yang akan membantuku menjelaskan banyak hal pada Jay. Tapi tidak lantas semuanya menjadi mudah, karena Jay bukanlah orang yang selalu mengikuti pelajaran di kelas. Aku harus mengajarkan banyak hal padanya dari yang paling dasar, yang seharusnya sudah ia hafal di luar kepala.

Yang mulai ada hasil, bukan Jay bisa dalam pelajaran atau tidak. Tapi absen kehadiran Jay di kelas, walaupun masih banyak tidur, setidaknya 3 hari terakhir dia full mengikuti pelajaran. Sebelum sampai di sana, sebenarnya Jay pernah tidak menepati janji. Dia tidak datang ke rumah pohon sehingga oppa lagi-lagi harus mencarinya untukku. Dan yang membuatku senang, tenyata Jay mulai memikirkan nilainya sendiri tanpa disadari. Mendapat nilai terendah di kelas saat ulangan matematika membuat Jay merasa sia-sia belajar dengan keras bersamaku. Bukankan sudah biasa jika Jay mendapatkan nilai terendah? Sedang kali ini dia merasa kecewa, itu berarti dia memikirkannya dan tidak menutup kemungkinan bagi Jay untuk tekatnya mendapat nilai yang jauh lebih baik.

Hari ini, Jay mengirim pesan padaku tidak bisa datang. Mungkin sedang berkumpul bersama teman-temannya.

Walaupun untuk sekali-kali aku tidak mempermasalahkannya, tapi aku juga kawatir. Jay sudah berkembang lebih baik dari sebelumnya, tapi bukan berarti dia sudah benar-benar berubah. Jika sering mereka berkumpul, aku takut Jay kembali seperti dulu karena pengaruh teman-temannya.
“Hey” oppa menepuk punggungku dari belakang. Aku tersenyum membalasnya.
“Hanya belajar sendiri?”
“Jay tidak datang” kataku dengan jari.

Oppa duduk di sebelahku sambil tersenyum “Kau merindukannya ya? Kau tahu rindu itu awal mula dari cinta”.
Mataku memincing tidak percaya. Memang apa yang oppa lihat selama ini. Walaupun Jay berubah dan aku menyukai itu, aku tidak akan mempunyai rasa cinta untuknya, oppa. Mengajari Jay, itu hanya seperti sebuah tugas untukku, yang harus ku pertanggungjawabkan kepada bu Young Mi. Jika pada akhirnya kita berteman, itu juga seperti teman bisa, oppa. Seperti mereka yang mempunyai teman, seperti oppa dan yang lainnya. Bukan cinta.
Aku begitu takut dengan ketidak sempurnaan dalam diriku. Itu sebabnya aku tidak mau hatiku tersakiti dengan rasa itu, cinta. Kupikir aku tidak berhak merasakannya, bahkan kepada oppa.

Aku mencoba menghapusnya dari hatiku, oppa. Mungkin kau tidak melihatnya dariku, tapi entah bagaimana aku merasakannya dengan kuat. Aku mencintaimu oppa, sangat mencintaimu. Aku selalu merindukan senja bersamamu di rumah pohon, tersenyum bersama dan belain lembut itu di rambutku. Walau hanya dalam diam, aku ingin menghambiskan waktu ke ujung yang tidak bertepi, bersamamu oppa.
Tapi itu hanyalah keegoisanku.

Oppa kau orang yang sangat baik, yang selalu tersenyum dan berbagi kebahagiaan, kau sangat ramah, pandai, juga tampan. Sedangkan diriku bukanlah apa-apa, oppa.

Aku tidak sebanding denganmu. Itu sebabnya aku memilih untuk menghapusnya. Kau dicintai banyak orang, ada banyak perempuan cantik dan baik hati di luar sana yang menunggumu. Kau bisa mendapatkan yang terbaik, bukan dengan orang cacat sepertiku.
“Hey oppa hanya bercanda, kau tidak perlu menekuk muka seperti itu jika memang tidak merindukannya”. Oppa kembali tersenyum dan aku memukulnya pelan.
“Aku tidak ingin merasakan itu”.
Oppa melepas kedua tanganku yang sejak tadi ditahannya
"Kenapa tidak?" Justru cinta itu akan memberimu perasaan yang hangat seperti musim panas. Mungkin pada awalnya akan membuatmu menangis, tapi pada akhirnya dia akan membawa kehangatan pada hidupmu dan kau akan merasa sangat nyaman dengannya. Kau harus merasakannya, kau tahu itu!”

“Apa orang seperti itu benar-benar ada?”
“Setiap orang mempunyai satu untuk dirinya, cinta yang sesungguhnya. Begitu juga kau. Dia orang yang mencintaimu, tidak akan melihat cintanya hanya dari fisik, tapi dari sini” Oppa menempelkan telapak tanganku ke dadanya. Membuatku merasakan detak jantungnya.
“Dari sini dia akan merasakan cinta yang hangat itu”.
Oppa menatap kedua bola mataku dengan serius.
Tidak mau menjadi gugup, aku segera menarik tanganku kembali “Kau sok tahu oppa”
“Kau tidak percaya?”
*Aku menggeleng cepat
“Memang kau pernah merasakannya?”
Oppa hanya diam tidak menjawab.
“Oppa ini gaya barumu itu?” aku tersenyum melihat oppa yang tanpa kusadari merubah penampilannya dengan topi.
“Bukankah kelihatan keren?” oppa meminta pendapatku.
Aku tidak begitu suka oppa memakai topi. Jadi kutarik saja topi itu.
“Aku membeli sampo yang salah” oppa tersenyum sambil mengambil kembali topi di tanganku. “Itu sebabnya aku memakai topi, agar rambutku tidak terlalu banyak rontok”.

Next...Guys
Seru bukann?

LolipopTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang