Bab 3: Firasat

3K 337 60
                                    

"Maraknya kejahatan yang terjadi belakangan ini, membuktikan bahwa manusia perlahan-lahan mulai kehilangan rasa kemanusiaannya. Para pelaku itu seakan tidak kapok, juga tidak kenal lelah dalam menjalankan aksi mereka," ujar Komisaris Marawa, selaku Kepala Kepolisian Resor Kota Barelang, sebagai kalimat pembuka dalam rapat siang itu.

Selagi berbicara, pria berusia empat puluh tahun itu mengedar pandang ke seluruh ruangan. Tim Dua dan Tim Tiga Divisi Pembunuhan duduk melingkari meja bundar. Sementara Komisaris Marawa berdiri tegak, menantang wajah-wajah tegang para polisi yang berada di dalam ruangan, tak terkecuali Kendra, Wirya, dan Kris yang turut hadir dalam rapat.

Komisaris Marawa tahu, kalimat itu sudah terlalu sering didengar oleh para perwiranya. Bahkan, seolah sudah menjadi makanan sehari-hari yang harus selalu siap mereka telan. Dia tidak bermaksud menakuti-nakuti. Dia hanya ingin semua orang mendengarkan ucapannya dengan saksama.

"Ada dua kasus yang terjadi di bawah wilayah Sektor Sekupang," lanjut Komisaris Marawa, kemudian menekankan penggalan kata, "Pembunuhan."

Usai menjeda kalimat selama beberapa detik, pria itu pun kembali menyampaikan informasi. "Yang satu terjadi di padang ilalang Jalan Bukit Dangas. Dan satu lagi di area Jembatan Sungai Ladi," katanya prihatin.

Mendengar hal itu, di tempat duduknya, Kendra mendengkus, lebih menyerupai spontanitas yang tidak dia maksudkan. Untung saja suara kendra tidak begitu kentara, lantaran dia duduk cukup jauh dari jangkauan Komisaris Marawa. Dia tidak mengerti, mengapa mereka harus dikumpulkan di tempat ini. Kenapa tidak langsung ke tempat kejadian perkara saja, batinnya.

"Kita sudah mengerahkan Tim Inafis ke lokasi kejadian." Pernyataan Komisaris Marawa barusan seolah menjawab pertanyaan yang sedari tadi mengusik benak Kendra.

"Aku ingin tim dua mengawal kasus di padang ilalang, sedangkan tim tiga, kalian kawal kasus di area Jembatan Sungai Ladi," ujar Komisaris Marawa menginstruksi, yang lantas disahuti oleh seluruh anggota kepolisian dengan serempak.

"Siap, Komandan!"

"Dan, untuk tim tiga," Komisaris Marawa kembali berkata, meminta perhatian khusus kepada Kendra, Wirya, dan Kris, yang seketika itu balas menatapnya dengan ekspresi bingung. "Mulai sekarang kalian akan diketuai oleh Komandan Roy."

Kendra dan Wirya saling pandang. Hanya Kris satu-satunya yang menjawab ultimatum dari Komisaris Marawa dengan tegas, "Siap, Komandan!"

Rapat pun ditutup. Semua orang berdiri dan beranjak pergi usai Komisaris Marawa hengkang dari dalam ruangan.

__________________________

Kendra berjalan menuju pelataran parkir bersama Wirya yang mengekor di belakangnya. Tanpa membuang waktu mereka segera memasuki mobil dinas, kemudian bergerak meninggalkan gerbang Markas Polresta Barelang. Ketiadaan satu pun topik permbicaraan di antara mereka membuat Kendra merasa sedikit resah. Alhasil, setengah perjalanan ditempuhnya dengan memutar ulang kejadian kemarin pagi. Di mana kedatangan Abraham yang begitu tiba-tiba saat itu, sedikit menaikkan ketegangan di ruang Divisi Pembunuhan. Absennya Abraham di ruang rapat membuat Kendra semakin yakin, bahwa memang ada yang tidak beres dengan pria tua itu.

Ngopi?

Alasan yang sungguh konyol, pikirnya. Sejauh yang Kendra tahu Abraham tidak pernah meminum kopi. Dia menderita tukak lambung dan bisa terkena gangguan pencernaan jika meminumnya. Meski Kendra tidak mengemukakan hal ini kepada Wirya, dia yakin, yakin sekali, Wirya pasti lebih tahu bagaimana kebiasaan Abraham. Teh. Selama ini Abraham lebih memilih menikmati teh di sela-sela jam kerja ketimbang pahitnya secangkir kopi.

"Wirya, kira-kira menurutmu, kenapa Komandan sampai harus dibebastugaskan?" Kendra bertanya di balik kursi pengemudi saking penasarannya. Ditatapnya Wirya dan kemudi secara bergantian. Jalanan di depan cukup lengang, Kendra pun menekan pedal gas lebih dalam agar mereka dapat tiba lebih cepat.

CIRCLE [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang