Break up (10)

1K 77 18
                                    

Sudah satu bulan Dianda berstatus sebagai jomblo. Banyak yang meminta nya untuk menjadi kekasihnya, tetapi entahlah Dianda sama sekali tak berminat untuk kembali menjalani sebuah hubungan, kenangan di masa lalunya sudah cukup membuatnya trauma akan cinta yang baru.

Kenangan nya bersama Agas terlalu indah untuk di lupakan dan terlalu sakit untuk di kenang.

Kini tak ada lagi Agas yang selalu membuatnya tertawa, tak ada lagi Agas yang selalu mencubit ataupun hanya sekedar menarik hidung kecil nya itu.

Melupakan memang bukan perkara yang mudah, dalam hening malam rindu itu terus masuk dan menyeruak, menancapkan rindu rindu yang begitu dalam ke ulu hati.

Dianda tak tau, apa yang harus dia lakukan, membiarkan orang baru masuk kedalam hatinya atau terus memelihara luka.

Setelah perpisahan, tak ada yang lebih baik dari sebuah rasa sakit, tak ada yang lebih buruk dari sebuah senandung rindu di dalam malam yang bisu.

Hubungan nya dengan agas juga tak sebaik yang dia kira sebelum nya, jika dulu Agas adalah seseorang yang begitu dekat dengan nya kini Agas adalah orang yang benar benar asing.

Bahkan saat berpapasan pun mereka tak saling menyapa, bersikap seolah tak pernah terjadi apa apa padahal hati Dianda memekik, meneriakan nama Agas, meraung mengatakan satu kata, ya benar Rindu.

Lalu bintang, dia tetap lah bintang yang terlalu takut sinarnya akan padam, Bintang yang tetap memilih bersembunyi,tak mengunggakap kan perasaan nya, memendam dan terus memendam, sakit tentu saja, tapi dia berusaha untuk menikmatinya.

Tak ada kisah yang indah setelah berpisah, yang tersisa hanya rindu rindu dan kenangan yang pilu.

Bayangan memory yang menguras emosi, perihal melupakan biarkan Dianda percayakan semuanya kepada tuhan. Kini dia hanya ingin menjalani semuanya seperti biasa, tanpa agas dan tanpa cinta.

Dianda menyibakkan tirai jendela kamarnya, sinar mentari meyeruak masuk kedalam kamarnya, "Mama dimana, udah seminggu nggak pulang," Dianda menatap nanar ke luar jendela.

Sebuah mobil masuk ke pekarangan rumahnya, Dianda mengerutkan kedua alisnya.

Mobil siapa sih? Kok gue nggak pernah liat.

Dianda berlari barjalan ke luar, namun baru saja Dianda sampai di ruang tamu, Dianda di kejutkan oleh kehadiran seorang lelaki yang bergandengan tangan dengan mamanya.

Dianda mematung di tempatnya

"Apa apaan ini?"

"Sayang,kenalin ini om Raffi, Temen mama,"Riani memperkenalkan lelaki yang bersamanya itu kepada putrinya.

Dianda masih diam di tempatnya, "Mama selama ini kemana?" Dianda tidak menggubris lelaki yang datang bersama mamanya itu.

Riani menatap Raffi dengan senyum canggung, "Kita bicarain nya sambil duduk dulu yuk sayang," Riani membawa Dianda berlajan menuju sofa.

"Sebenarnya mama dan om Raffi sudah menikah," Riani mencoba menceritakan semuanya pada Dianda dan berharap putrinya bisa menerima semuanya.

Seperti di sambar petir, belum sembuh luka yang ada di hati Dianda kini dia harus kembali menerima kenyataan yang begitu pahit.

Bagaimana bisa kedua orang tuanya tidak pernah sekalipun memikirkan bagaimana keadaan Dianda, bagaimana hancurnya hati Dianda saat mendengar pengakuan dari mamanya.

Dianda menatap Riani penuh benci,"Trus gimana dengan papa ma?"

"Kami sudah mengajukan surat perceraian ke pengadilan, dan papamu juga sudah menandatangani surat itu,"

"Kalian berdua egois, kalian nggak pernah sekalipun mikirin gimana perasaan gue! Dan lo, selamanya gue nggak akan nerima lo jadi papa tiri gue!" Dianda sangat marah, dia meluapkan semua kekesalannya.

"PLAK!" Lagi lagi sebuah tamparan mendarat di pipi Dianda, "Jangan kurang ajar jadi anak, nggak tau sopan santun sama orang tua!" Riani bangkit dari duduk nya dan menyeret Dianda menuju kamarnya.

"Sekali lagi kamu bersikap kurang ajar kaya tadi, saya nggak akan segan segan kasih pelajaran yang lebih berat sama kamu!" Riani mendorong Dianda ke dalam kamarnya.

"Nanti malam, saya akan menjemput kamu, nanti kamu bakalan ketemu sama anaknya mas Raffi dan kalau kamu berani macam macam lagi, akan saya pastikan kamu akan menyesal!" Kata Riani sebelum mengunci pintu kamar Dianda.

Dianda hanya duduk terdiam, tanpa tangisan dan air mata.

Dia menatap ujung kakinya sendu, air matanya sudah terlalu banyak keluar, kesedihan selalu saja datang menghampirinya.

Entah harus berapa lama lagi dia harus bertahan, sepertinya dunia sudah tidak lagi menginginkannya, Dianda menatap obat yang ada di atas nakas, "Gue udah sering coba tapi nggak pernah berhasil, tapi nggak ada salahnya kali ini gue kembali mencoba!"

Dianda mengambil beberapa obat di atas nakasnya, di tatapnya obat itu nanar, "Gue cuma mau pulang, gue udah capek kaya gini terus,"

Dianda meneguk semua obat itu sekaligus, dengan mata yang mulai terpejam Dianda menyinggungkan senyumnya.

Bintang gue mau istirahat sebentar, gue capek, gue udah nggak mau lagi di sini, kalaupun nanti gue bangun, gue berharap kesedihan ini cepat menggilang.

Sampai bertemu di chap selanjutnya (:
Salam Taramarischa

Break up (Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang