La Lisa: Gabbia

25 1 0
                                    

"Lisa-ya kau ini perempuan atau apa? Makanmu banyak sekali!" Omel Jisoo setelah aku menghabiskan ramen ketiga.

Aku sedang mengisi perut di teras Seven Minimart—dengan ramen yang ku beli dari tempat ini juga—setelah seharian tak terisi sama sekali. Maklum aku bukan lagi wanita karir dengan gaji bulanan. Aku harus menghemat. Walau nanti akan ku habiskan juga sisa uang untuk membeli minuman. Aku sudah berencana untuk mabuk. Kurasa tiga ramen seharga ₩1800 sudah cukup untuk menjaga lambung ini agar tidak merusak suasana dengan alasan perut perih karena alkohol.

"Berhentilah mengomel unnie, kerutan di wajahmu mulai terlihat. Omo! Kau mulai terlihat tua!"

"Aish kau ini! Ayo kita berangkat sekarang. Jennie dan Rose sudah sampai."

"Kajja!" Kami berdua bangkit dari kursi masing-masing dan berjalan mencari taxi.

"Apa aku benar-benar terlihat tua?" Bisik jisoo saat kami berjalan.

"He em, apa aku harus memanggilmu Ahjumma?"

"Ya apa kau ingin mati?!" Ia mencubitiku dan aku berlari menghindarinya.

🍑

Gabbia Club, Seoul
23:45

Pada malam minggu, seluruh tempat hiburan malam di Seoul ramai pengunjung, tak terkecuali Gabbia. Tak hanya dipenuhi warga biasa, banyak bos besar sampai selebritis yang datang kemari untuk sekedar melepas penat. Tetapi tentu saja kelas mereka dibedakan.

Mereka biasanya sudah memesan meja dengan sofa di lantai dua. Dari lantai dua mereka dapat menikmati suasana dan DJ yang ada di lantai satu karena lantai dua di desain seperti balkon dengan railing besi.

Banyak juga dari mereka yang menyewa ruangan-ruangan khusus untuk tamu VIP di lantai tiga. Aku dengar DJ yang bertugas di lantai tiga merupakan DJ asal Natural High Record, label musik milik Seungri Bigbang. Woah! Pasti mereka sangat keren!

Sebenarnya semua orang memiliki akses ke lantai dua maupun tiga. Tapi tentu saja dengan kocek yang lumayan sehingga hanya bos dan seleb yang menjadi langganan dua lantai tersebut. Untuk mendapat privasi untuk mereka harga berapa pun jelas bukan masalah.

Sedangkan kami rakyat biasa yang hanya membayar tiket masuk dengan gratis welcome drink harus puas dengan lantai satu yang sesak.

Aku sendiri bukan tipe wanita gila clubbing. Hanya sesekali menikmati dunia gemerlap ini dan jelas tidak bertujuan untuk mencari pria. Aku suka musik yang keras dengan buaian sedikit alkohol sehingga otakku hanya dipenuhi dengan alunan musik tersebut, membuat apapun yang sedang terjadi dalam hidupku dapat aku pause sementara.

Sebenarnya dibanding harus datang ke tempat ini aku lebih suka menghabiskan isi dalam botol alkohol di balkon apartemenku sendirian atau dengan Jisoo dan Bambam.

Aku merasa saat aku meneguk alkohol, aku menjadi diriku sendiri—aku bisa meracau, menangis meronta ronta bahkan tertawa tanpa sebab. Dan yang merepotkan bila sedang berada di tempat umum seperti ini adalah aku harus bersusah payah menjaga sikap. Aku tetap ingin terlihat normal walau duniaku serasa mau runtuh.

Tetapi berhubung Jisoo sudah membelikanku tiket masuk, apa boleh buat? aku suka semua yang gratis hehe.

"Unnie, dimana Jennie dan Rose?" Tanyaku sembari mencuci tangan di wastafel.

Hal yang pertama perempuan lakukan saat pergi ke club malam adalah pergi ke toilet. Entah sekedar berkaca dan memoles sedikit lipstick, berselfie ria atau menunggu janjian. Dalam kasusku kali ini Jisoo sedang menghubungi Jennie karena Jennie dan Rose sudah sampai sekitar satu jam yang lalu dan mereka pasti sudah menemukan tempat yang nyaman.

"Tak diangkat juga. Ada dibagian mana mereka ya.."

"Ah ini dia" lanjut Jisoo menatap layar ponselnya, sepertinya Jennie mengirim sebuah pesan.

"Ya lisa-ya!!!"

"Wae unnie wae??" Suara Jisoo yang melengking sontak membuatku kaget dan penasaran.

"Tebak mereka dimana???" Jisoo sangat kegirangan.

"Ssst unnie kecilkan volume suaramu. Dimana mereka? Di atas podium DJ?" Kataku berbisik. Dua wanita yang sedang berkaca sempat menatap ke arah kami tadi.

"Ah mian. Aku lupa banyak orang disini. Mereka ada di lantai dua, menyewa meja dan sofa! Wah jinjja ini pertama kalinya aku naik kesana." Jisoo ikut berbisik tetapi tidak bisa menutupi kegirangannya.

"Omo! Jinjja?! Ayo kita kesana sekarang, aku ingin segera duduk di sofa itu!" Aku ikut girang dan menarik Jisoo untuk segera menuju ke lantai dua.

Lantai dua..

Kami menyebutkan nama Jennie Kim kepada petugas yang berjaga di tangga. Ia kemudian memanggil wanita muda yang sepertinya sebaya denganku untuk mengantarkan kami ke meja Jennie dan Rose, menunjukkan bahwa tidak sembarang orang dapat memasuki 'wilayah kelas atas' ini.

"Jisoo unnie, lisa-ya mengapa lama sekali? Kami berdua hampir menghabiskan setengah botol dan kalian baru datang." Gerutu Jennie saat menyambut kami. Ia mempersilakan kami duduk dan menuang isi botol Hennessy VSOP ke gelas yang ada di hadapanku dan Jisoo.

Hennessy VSOP masuk ke daftar utama cognag favoritku. Rasanya sangat lembut dan tidak terlalu oaky. Saat meneguknya, kau juga akan menemukan rasa fruity, soft spicy, cinnamon, orange marmalade dan roasted almond. Kompleks namun tidak terlalu kuat, dan pada saat bersamaan terasa sangat elegan.  Selera kami sama dan itu baik.

Aku pernah bertemu Jennie dan Rose sekitar tiga bulan yang lalu, di apartemenku saat mereka datang dari Gwangju untuk bertemu Jisoo. Mengapa aku tidak memasukkan mereka ke daftar 'teman baik di Korea' adalah karena aku baru bertemu mereka sekali itu saja dan tanpa sempat bicara banyak karena waktu itu Bambam sudah menjemputku untuk makan malam. Saat aku pulang ternyata mereka sudah tidak ada, padahal aku sudah meminta mereka untuk menginap.

Yang ku tau hanya akulah yang paling muda diantara mereka. Dan juga pekerjaan Jennie yang adalah desainer dan Rose merupakan penyanyi di sebuah restaurant Jazz Gwangju. Ditambah sekarang, selera alkohol kami sama.

Jisoo pernah bercerita bahwa ia sangat dekat dengan Jennie dan Rose tetapi mereka semakin jarang bertemu semenjak Jisoo pindah tugas ke Seoul. Mereka seperti tiga sahabat kecil dari Gwangju.

"Jalanan Seoul sungguh menggila di malam minggu. Argo taxi pun jadi dua kali lipat. Menyebalkan." Balas Jisoo. Aku hanya mengangguk sembari meneguk minuman yang ada dihadapanku. Tanpa malu. Begitulah aku suka semua yang gratis :)

"Oya kalian sudah jadi miliarder ya? Apa kau baru saja memenangkan lotre? Beritahu aku angka yang akan keluar minggu depan!" Sekarang giliran Jisoo yang menegak minumannya dengan gaya one shot.

"Sebut saja ini perayaan kecil." Jawab Jennie.

"Perayaan? Perayaan untuk apa? Aku pasti melewatkan sesuatu." Aku buka suara.

"Sepertinya aku juga melewatkannya." Jisoo memicingkan mata pada Jennie dan Rose.

"Perayaan untuk kepindahan kami ke Seoul!" Rose berseru.

"Omo! Jinjja? Ini serius? Kapan? Kapan kalian mulai pindah? Omo omo aku kehilangan kata kata!" Jisoo tampak tak percaya. Begitu juga aku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 27, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Love Scenario ; hanliceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang