12

56 9 0
                                    

Tidak sampai setengah jam, motor Scoopy-ku sudah nongkrong di halaman rumah Bintang. Aku menunggu di ruang tamu (tempat yang sama, aku melihat Bintang berganti pakaian). Namun, sekarang pintu itu tertutup. Jadi, tidak ada yang bisa kulihat, kecuali sebuah pintu kayu.

Bintang pun muncul sambil membawa segelas air mineral dan kue kering. Lalu duduk di depanku. "Tunggu ya, Mila lagi siap-siap." Ujarnya.

Aku mengangguk. Bintang duduk di sebelahku. Tidak lama, sesosok cewek mungil muncul dari dalam. Awalnya aku tidak mengenalinya. Rambutnya sebahu, putih, dan matanya berwarna biru.

Namun, setelah kuperhatikan lagi, rasanya aku mengenalnya. "Mila?" Gumamku ragu. Astaga, cantik sekali.

Mila tidak menjawab, hanya tersenyum malu. Bintang menghampiri Mila. "Gimana? Cantik kan dia?"

"Iya, aku hampir nggak kenal tadi."

"Tuh kan, siapa dulu dong yang dandanin." Ujar Bintang.

"Kamu ya, Tang?"

Bintang tersenyum bangga. "Ya nggaklah, tadi aku bawa ke salon."

Aku tertawa. Bintang nyengir. Dan Mila tertunduk malu.

"Ya udah, buruan sana berangkat." Ujar Bintang lagi.

Mila berjalan ke pintu keluar. "Aku ambil helm dulu di garasi." Ujarnya.

Ketika aku ingin menyusul Mila, Bintang menggenggam pergelangan tanganku pelan. "Eh, Nan. Nanti jangan diem aja pas nonton." Bisik Bintang.

"Memangnya aku harus ngapain?"

"Harus berani."

"Berani ngapain?"

"Pegang tangan Mila." Ujar Bintang. "Lebih bagus lagi kamu cium bibirnya."

"Ha?"

Bintang mengangguk sambil tersenyum, gigi kelincinya mengintip dari celah bibirnya yang berwarna merah muda.

Aku tidak ingin mencium bibir Mila, aku ingin mencium bibir Bintang.

Namun, aku hanya bisa mengangguk. Lalu Bintang mendorong punggungku pelan menuju pintu keluar. "Semangat!" Ujarnya sambil mengepalkan kedua tangannya yang mungil ke udara.

***

Sepanjang perjalanan, Mila hanya diam, tidak sepatah kata pun yang terdengar darinya. Di jok belakang, duduknya juga jauh sekali dariku, Mila berpegangan pada besi di jok belakang.

Begitu sampai di Beachwalk Mall, kami memilih film dan membeli tiket. Aku juga membeli popcorn dan minuman cola. Mila hanya berbicara saat memilih film, dia mau nonton film The Hobbit. Lalu kami duduk-duduk di lobi bioskop, menunggu pintu wisata dibuka.

Karena bosan diam-diaman saja, aku berinisiatif untuk memulai perbincangan. "Kamu kerja di pet shop udah berapa lama?"

"Hampir satu setengah tahun, sejak aku masuk SMA, Kak."

"Oh." Gumamku. "Eh, Mil, jangan panggil 'Kak' gitu, dong." Ujarku geregetan. "Aku ngerasa tua."

"Terus manggil apa?"

"Danan aja." Kataku. Mila cuma mengangguk.

Lalu pengumuman bahwa pintu wisata satu sudah dibuka terdengar, kami beranjak menuju ke dalam.

Pencahayaan di dalam ruangan redup, namun cukup untuk mencocokkan nomor tiket dengan kursi yang kami peroleh. Kami duduk di bagian belakang, bangku tengah. Di sebelah kananku, sudah duduk dua pasangan. Samar-samar kulihat pasangan di sebelahku itu, yang cewek agak mungil duduk di pojok, yang cowok berbadan kekar duduk di sebelahnya. Dan aku duduk di sebelah cowok berbadan kekar itu, lengannya yang sebesar paha melewati batas tempat dudukku, membuatku terhimpit ke kiri. Namun, tentu saja aku tidak berani protes, aku cuma bisa diam.

Jejak BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang