Pelajaran Dimulai

35 2 2
                                    


i

Garage sale tengah digelar di halaman rumah tua itu. Barang yang dijual cukup banyak. Ada baju-baju model kuno, pernak-pernik antik, tumpukan buku tua, dan masih banyak lainnya.

Sebuah tangan keriput sibuk mengkalkulasikan angka-angka di atas sebuah kertas. Tulisan tangannya gaya kuno.

Tangan itu tangan seorang nenek. Umurnya sekitar 70 tahun. Dengan matanya yang sudah dipenuhi keriput, ia menatap seorang Ibu Muda yang berdiri di depannya.

"Semuanya seratus ribu," kata Si Nenek sambil tersenyum.

Si Ibu Muda balas tersenyum. Ia lalu mengeluarkan selembar uang dari tasnya dan memberikannya kepada Si Nenek.

"DudI! Bantu ibu ini, Dud!" Si Nenek berteriak ke belakangnya.

Dari dalam rumah, muncul Dudi, anak bungsu Si Nenek. Usianya pertengahan tigapuluhan. Wajah Dudi ramah, namun ada yang aneh dengan tatapannya. Sebuah tatapan yang kosong.

Dudi menunjuk ke mobil yang terparkir.

"Mobilnya yang itu ya Mbak? Mana kuncinya?" tanya lelaki itu.

"Dudi, yang sopan dong!" hardik Si Nenek.

Mata Dudi langsung mendelik. Kepalanya menengok ke kanan dan ke kiri, seperti ketakutan. Ia lalu menatap Si Ibu Muda dengan gugup.

"Maaf. Maksud saya, tolong kuncinya..."

Si Nenek tersenyum, puas anaknya akhirnya menggunakan kata-kata yang sopan.

Ibu Muda itu pun menekan alarm hingga kunci pintu mobil terbuka. Dudi pun tergopoh-gopoh membawa kardus berisi belanjaan Si Ibu ke arah mobil.

"Baik sekali anaknya, Bu," kata Si Ibu Muda.

"Dulunya dia bandel lho, zus," jawab Si Nenek.

"Oya? Sama seperti anak saya. Nakalnya minta ampun. Apalagi liburan sekarang ini. Makin merajalela."

Saat inilah Dudi kembali dan menyerahkan kunci mobil kepada Si Ibu Muda. Selagi ini terjadi, Si Nenek tak hentinya menatapi Si Ibu Muda.

"Ya sudah," kata Si Ibu Muda, "saya permisi dulu ya, Bu. Terima kasih banyak."

"Eeh, zus. Tunggu dulu."

Si Nenek mengambil sesuatu dari tumpukan buku yang ada di belakangnya, lalu diserahkan kepada Si Ibu Muda.

"Saya ada bonus buat jij. Siapa tahu anak jij suka."

Si Ibu Muda menatap benda yang diberikan oleh Si Nenek.

Si Nenek tersenyum.

Ada yang aneh dengan senyuman itu.


ii

Halaman sebuah rumah. Ari, seorang bocah berumur 10 tahun, sedang membidik seekor kucing kampung yang melintas di atas pagarnya. Dari perutnya, kita tahu kalau kucing itu sedang hamil.

Dari sudut pandang lensa senapan BB yang dipegang Ari, kita lihat kucing itu berhenti dan mulai menjilati diri.

Ari menarik pelatuk senapan. Kucing itu menjerit kesakitan.

Ari menarik pelatuk sekali lagi. Peluru pun kembali mengenai si kucing hingga ia terhempas.

Ari tertawa puas.

Tiba-tiba ada tangan yang menjewer telinga Ari, menyeretnya ke arah rumah.

Tangan itu tangan Pak Ridwan, ayah Ari.

Akhirnya Aku BelajarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang