Bab 1

21 1 0
                                    

Di sebuah pekarangan rumah yang luas, bernuansa Italia dan Eropa hidup seorang suami istri yang telah memiliki seorang anak gadis. Gadis itu memiliki kulit yang putih, mata Belanda, dan masih berumur 4 tahun. Hari itu adalah pagi yang sangatlah cerah. "Pah, gimana kalau kita ajak anak kita ke panti buat nyumbangin mainan dia?" tanya sang istri kepada sang suami, "soalnya mainan dia udah banyak," lanjutnya. Mamanya adalah seorang direktur perusahaan ternama di Indonesia, sedangkan Papanya seorang bos keuangan di Indonesia dan luar negeri. Ya, mereka adalah orang kaya yang memakai ilmu padi. "Boleh tuh, tanya aja dulu ama anak kita ,mah," jawab papanya. "Alicia, kamu mau gak nyumbangin sebagian mainan kamu ke panti asuhan? Daripada gak dipake di rumah," tanya mamanya sambil tersenyum ke arah Alicia. Dengan wajah yang imut ia pun menjawab, "boleh mah, tapi jangan mainan kesukaan Alicia, ya," "iya, Al."

Setelah mamanya dan Alicia memilih mainan mana yang akan disumbangkan mereka pun langsung berangkat ke panti asuhan terdekat di Jakarta. Selama dalam perjalanan Alicia memang banyak bicara, ia anaknya tidak bisa diam sama sekali, kecuali kalau disuruh diam. Papanya yang sedang mengendarai mobil Mercedes Benz nya sampai menggelengkan kepalanya karena anaknya tidak pernah bisa diam. Mamanya hanya tersenyum miring ketika melihat anak emasnya banyak bicara. 30 menit lamanya akhirnya mereka sampai di Panti Asuhan Pejompongan, dari namanya saja sudah membuat Alicia tertarik untuk masuk ke dalam. "Ayo mah pah! Alicia udah gak sabaran lagi!" pintanya sambil menarik tangan mama papa nya. Mereka berdua hanya menatap anaknya sambil tersenyum. Akhirnya mereka memasuki ruang tamu, terkesan klasik tapi elegan. Di samping kiri mereka bisa dilihat foto keluarga anak-anak panti asuhan beserta meja persegi panjang dibawahnya yang disediakan untuk para tamu dan anak-anak. Disamping kanan mereka ada sebuah meja bundar yang terbuat dari kayu yang digunakan untuk kumpul bersama, dan di depan mereka adalah tempat anak-anak tinggal.

Lumayan juga panti asuhan ini kata mama Alicia dalam hati.

"Mah, ayo kita ketemu pengurus pantinya," kata papahnya yang membuyarkan lamunan mamanya sedari tadi, "eh, iya, pah. Ayo." Saat mereka sampai di ruang pengurus panti, mereka bertemu dengan ibu yang bernama Bu Laras. "Selamat pagi! Ibu, Bapak, dan adek kecil. Bapak dan ibu ada perlu apa ke sini?" sapanya dengan sangat ramah, dalam website yang dilihat oleh papanya Alicia memang Bu Laras terkenal ramah dengan anak-anak. "Ah begini, Bu, saya bersama istri dan anak saya hendak mau menyumbangkan sebagian mainan milik anak saya. Saya lihat di website panti asuhan ini bisa menyumbangkan mainan," jelas papa Alicia dengan baik dan benar. "ah, iya benar pak, anda datang ke tempat yang benar. Dan saya mau tanya di mana mainannya ya?" tanya Bu Laras dengan senyum yang sumringah, dengan mantabnya papa Alicia menanyakannya ke anaknya "Al, mainannya dimana?" bukannya menjawab pertanyaan papanya malah menanya balik, "bukannya masih ada di mobil? Kan papa yang mau ngambil.." jawabnya polos

"Eh iya, papa lupa. Hehehe, saya ke mobil dulu ya Bu," jawabnya malu.

Pikir Alicia, kalau nunggu papanya balik lagi kesini akan membuang waktu Alicia untuk 'menelurusi' panti asuhan ini. "Mama, Alicia mau kenalan ama anak-anak panti asuhan dulu ya," pinta Alicia kepada mamanya, "yasudah, kamu jaga diri baik-baik ya nanti kalau udah bosen balik lagi kesini ya.." "Iya, ma." Akhirnya Alicia keluar dari ruang pengurus panti, dia pun mulai ke ruangan tempat tinggal anak-anak disitulah Alicia menemui takdirnya. Ia pun berjalan diantara anak panti dan dia menemui sosok laki-laki yang duduk diam dan sedang membaca buku, rambutnya gaya samping, berwarna hitam, kulit putih. Alicia pun menghampiri laki-laki itu dan berkenalan. "Hai! Aku Alicia! Nama kamu siapa?" tanya nya dengan imut, laki-laki itu berhenti membaca dan mendongak ke atas dan tersenyum, "aku Alexander, panggil aja Alex," jawabnya ramah, lalu Alex berdiri dan menatap mata Alicia dalam. "Mulai sekarang kita berteman ya!"

--oo--

9 tahun kemudian, Alicia dan Alex tumbuh besar di rumah Alicia. Alicia sekarang berusia 13 tahun dan Alex berusia 14 tahun, ya mereka beda 1 tahun. Mereka bersekolah di sekolah yang sama, SMP Jakarta Nest, mereka berdua sempat dikira bahwa mereka berpacaran. Alex hanya tersipu malu mendengar rumor itu sedangkan Alicia masih polos, tak tahu apa arti pacaran itu, karena dimana pun ada Alicia pasti ada Alex. Begitu juga sebaliknya. "Weh, Al, lu beneran gak tahu apa itu pacaran?" tanya Alex saat mereka sedang istirahat, Alex menatap lamat wajah Alicia yang manis sesaat Alex merasakan wajahnya merah merona. "Enggak tuh, emang buat apa sih pacaran? Kalo menurut gua gak terlalu penting banget sih," jawabnya tak peduli. Memang seharusnya di usia Alicia sudah mengenal yang namanya pacaran tetapi ia tetap tidak mau mengenalnya. "Gitu ya.." tutup Alex. Alex selalu merasakan seuatu jika dekat dengan Alicia padahal Alicia hanya sebatas teman dari kecil saja, rasanya hatinya berdegub kencang dan saat melihat Alicia dari kejahuan--kelas mereka berdua beda, Alex pasti selalu salting. Entah mengapa.

"Woi, Lex, jangan berduaan mulu nanti IPA ulangan lho," komen dari seorang teman Alex, James, "eh ngapain gua bilang ke lu ulangan, kan lu udah pinter. Iye gak?" ya memang Alex pintar dalam apapun, baik dalam olahraga maupun pelajaran. "Iyain aja lah, temenin gua review IPA ya, James. Al, gua ke kelas dulu ya," pamit Alex ke Alicia, "iyaa.. Dahh" Alicia melambaikan tangannya yang kemudian dibalas oleh Alex

"Beruntung ya lu punya cewek kayak gitu, cantik lagi," gerutu James kepada Alex.

"Itu bukan cewek gua ya, cemburu lo?" tanya nya sambil menautkan salah satu alisnya.

"Iye, hahaha"

Dikelas Alicia, jam pelajaran IPS mereka kosong 3 jam, alhasil Alicia hanya mengobrol dengan temannya, Rose, "gua denger lu selalu berduaan ama Alex?" tanya nya saat mendengar gosip dari anak-anak. Rose orangnya memang suka dengan gosip tapi dia juga pandai memilih gosip yang benar dan palsu. "Iya emang, kenapa?"

"Lu emang temenan ama Alex dari kecil?"

"Iya."

"Enaknya, punya temen yang ganteng."

"Gua sih gak ngerasa ganteng, cuman wajah dia aja yang diatas rata-rata," jawabnya dengan santai. Alicia memang tidak mengira banyak temannya yang bilang Alex itu ganteng, padahal biasa aja. Karna situasi kelas sudah mulai ramai akan bacotnya anak cowok, Alicia memilih untuk keluar kelas dan menatap lingkungan sekolahnya. Sesaat Alicia keluar, ia pun menatap lingkungan sekolah dan menyadari ada sosok yang ia kenal. Benar saja sosok itu Alex. Tetapi ini tidak biasa, saat Alicia melihat Alex hatinya berdegub kencang, wajah merona, dan tiba-tiba tersenyum sendiri.

Apa-apaan ini gua.

--oo--

Still Missing YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang