Bab 5

10 1 1
                                    

"Kaki, mulut, tangan semuanya tidak bisa kugerakan. Seolah ada sesuatu yang menjanggal di hati ini. Entah apa itu aku tidak tahu, tetapi seolah Tuhan mengatakan bahwa biar tangan-Nya dan takdir yang bekerja."

"Al, lo disini aja ama gue ama Lidya. Gue yakin Alex baik-baik kok," ucap James agar meyakinkan hati Alicia bahwa Alex akan baik-baik saja. Alicia pun diam di tempat dan terus memperhatikan Alex dengan lelaki yang menariknya tadi.

Kok gak berantem ya? ucap Alicia dalam hati, sedari tadi hanya mengajak Alex ngobrol serius. "Lah kok gak berantem ya?" tanya Alicia naif. Lidya dan James pun terkejut, "lah? Lo berharap mereka berdua berantem terus babak belur gitu?" tanya Lidya yang hampir menumpahkan minumnya, "enggak!! Gue gak berharap gitu juga kali." jawab Alicia dengan setengah marah, Lidya dan James hanya bisa tertawa geli.

Sesaat Alex pun sudah kembali ke tempat Alicia, Lidya, dan James berada. "Wuoohh!! Lo gak papa kan? Kok gak babak belur sih?" tanya Alicia dengan penuh semangat. Semangat akan ditojos. "Anak ini, gue udah jantungan kirain mau diapain ternyata ditanyain yang gak jelas doang. Lo minta gue babak belur?"

"Iya."

Bodoh sangat.

"Lex, lo dapet Alicia dari mana sih? Mungut ya?" ejek James yang sedari tadi kesal melihat tingkah bodoh Alicia. Melihat raut wajah Alicia mulai berubah, senyuman jahil Alex pun terukir, "gue itu cuman kasihan doang ama dia, makanya gua pungut. Sebetulnya mah enggak."

Duh gue kelewatan gak ya?

Raut wajah Alicia berubah menjadi sangat sangat sangat cemberut. Alex pun dirundungi rasa bersalah yang amat dalam, akhirnya ia menyudahi jahilnya dan membujuk Alicia, "Heh, Al! Jangan cemberut gitu dong, gue kan cuman bercanda," kata Alex sambil tersenyum bersalah. Tetapi itu sama sekali tidak mempan untuk Alicia agar tersenyum kembali.

"Bodo amat, gue gak peduli." ketus Alicia dengan nada yang amat amat dingin, sampai dinginnya ke hati Alex.

Terpaksa. Alex harus mengeluarkan jurus ampuhnya.

"Yaudah, gue beliin Beng-Beng deh 2. Buat lo semua. Terus habis itu kita nonton, gimana?"

Eh? Coklat? Nonton?! "YAAAAA GUE MAUUU!!!!" sontak Alicia langsung berteriak dan tersenyum kembali. Itu hal yang paling penting buat Alex, melihatnya senyum. "Yaudah, yuk kita ke atas!" ajak Alex kepada sang ibu negara. Lantas langsung membuat Alicia tersenyum dan mengikutinya.

Pasangan serasi dan aneh, gumam James dan Lidya bersamaan yang ditinggalkan oleh Alex dan Alicia.

-oo-

Kelas yang menyebalkan, tetapi harus diperhatikan karena pasti akan keluar pada ujian nanti. Yaitu matematika. Kenapa di dunia ini harus ada yang namanya Matematika? Kita harus bertempur dengan "x" lalu bertemu dengan "y" kemudian berakhir "=" dan hasilnya nothing. "Napa sih di dunia itu ada Matematika, udah tau gue lemah di Matematika," Alicia bermonolog sendiri, semua yang diajarkan gurunya itu sama sekali tidak masuk ke dalam otaknya. Menyadari Alicia begitu, Tera--sahabat Alicia sejak kecil membantu sahabatnya dalam kesuntukkan Matematika.

"Heh, lo kalo bermonolog ama Bu Selly mending tahan dulu deh, gue takut lo dikeluarin dari kelas. Lagi," saran Tera yang makin menambah kesuntukkan Alicia. Mengingat bagaimana ia keluar dari pelajaran Matematika nya, membuat Alicia mau tak mau harus mengikutinya. "Iya deh, Ter, makasih ya atas sarannya," jawab Alicia dengan suara serak. Lalu Tera memukul punggung belakang Alicia seraya tersenyum.

"Mumpung Bu Selly lagi video call sini deh gue ajarin yang lo gak bisa," tawar Tera dan mendekat ke meja Alicia. Sontak Alicia langsung menerimanya dan tak peduli bahwa hanya mereka saja yang paling berisik.

Ketika Bu Selly sedang melakukan video call semua aktivitas belajar terhenti seketika, bisa-bisa sampai pelajarannya selesai dia pun juga selesai melakukan video call. Maka dari itu setiap ia tidak melakukan video call, Bu selly selalu mengejar materi yang tertinggal akibat ulahnya sendiri. Sampai-sampai ia "mengebut" menjelaskan semua materinya, tak salah semua murid yang diajari olehnya tidak mengerti sama sekali.

Bel pulang pun dibunyikan membuat semua anak murid menghela napas lega, termasuk Bu Selly, sangat lega (?). "Ya, baik anak-anak, materi kita sampai sini dulu ya," ucap Bu Selly yang merasa tidak bersalah. Para murid hanya mengangguk saja, mereka sudah terbiasa dengan sikapnya yang seperti ini. Alicia dan Tera pun merapika buku terakhirnya dan menutup tas masing-masing. Hendak keluar dari kelas seorang lelaki telah menunggunya, dengan sontak muka Alicia langsung memerah. Menyadari itu Tera pun menoleh ke arah lelaki tersebut, "Oh, Leo toh. Mau jemput Alicia ya?" tanya Tera dengan penuh arti. Alicia sontak menginjak ujung sepatu Tera dan ia pun mengerang. "Ehehe, ada apa, Leo?" saatnya Alicia bertanya kepada Leo. Ia pun membalasnya dengan senyum.

Shit, senyumannya memukau jasa nihh

"Gue kesini mau jemput lo, kan nganterin gue beli bunga," jawab Leo sambil mengingatkan Alicia bahwa ia ada janji dengan Leo.

"Oh iya, yaudah deh. Ter, gue duluan ya."

"Iye, selow aja. Yang lama ya jalan-jalannya," balas Tera dengan senyum yang meragukan, sementara itu Alicia hanya menjulurkan lidahnya. "Eh iya! Leo, gue mau ke kelas Alex dulu ya," ia baru teringat bahwa sebetulnya janji dia dan Alex jalan dan nonton film. "Oke, gue tunggu parkiran ya."

Alicia pun segera lari ke kelas XI A, berharap sosok Alex masih ada di kelasnya. Hanya butuh waktu 5 menit untuk sampai ke kelas Alex, dengan napas yang tersisa memberanikan diri untuk masuk ke kelas XI A. Beruntunglah karena hari ini Alex piket bersama James.

"Alex!!" panggil Alicia. Sontak membuat Alex dan James menoleh ke arah Alicia. Melihat Alicia berada di abang pintu Alex pun berlari kecil menghampiri Alicia, "Ada apa, Al?" tanya Alex dengan senyum memukau.

"Hari ini kita gak bisa pulang bareng ya, soalnya gue mau nemenin temen beli bunga," jelas Alicia.

Nemenin temen beli bunga? "Temen cewek apa cowok?" tanya Alex dengan muka yang hampir tegang. Karena ia sangat khawatir jika teman yang ditemani itu cowok.

"Cowok."

Kenapa harus cowok, Al?

"James, gue pulang duluan ya. Tiba-tiba ada urusan mendadak," bilang Alex bohong saat mendengar kata "cowok" sontak membuatnya cemburu habis. James yang mengerti situasi pun langsung mengijinkan Alex pulang terlebih dahulu. "Gue temenin lo. Gue pengen liat temen lo." Dalam hatinya sudah kacau balau, cemburu, sedih, pulang sendirian. Alicia hanya mengangguk saja, karena ia masih polos dan tidak tahu apapun.

Sampai di tempat parkiran, pertama kali yang Alex lihat adalah sosok cowok berandalan. Tidak terlalu. "Ini temen gue, Lex, namanya Leo," jelas Alicia, "Leo, ini Alex." katanya seperti sedang memperkenalkan. "Jadi lo yang minta ditemenin Alicia?" tanya Alex dengan nada yang sedingin mungkin. Anak kelas XI D ini menjawab dengan santainya, "Ya, memang. Kenapa? Lo khawatir? Tenang, gue anak baik kok, Alicia gak bakal gue apa-apain," jelas Leo terang-terangan.

Jujur, Alex sebetulnya khawatir sekaligus cemburu dan bertanya pada dirinya, kenapa dia belum bisa menaiki motor?

"Oke. Gue pegang omongan lo, antar dia sampai rumah selamat."

"Oke~."

Setelah mereka berdua menjauh dari area sekolah, Alex butuh duduk. Dadanya sesak dan napasnya berbunyi, ia mulai batuk-batuk. Dengan cepat ia mengambil plastik dari dalam tasnya, lalu meminum obatnya. Setelah itu ia menelepon James.

"James, gue nebeng lo. 'Itunya' kambuh lagi."

-oo-

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 19, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Still Missing YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang