Setelah duduk di batu besar sekitar 30 menit, laki-laki yang tertidur di bangku pun bangun sambil menggeliat. Melihat hal itu, Minten menjadi kesal.
"Udah tau numpang tidur di tempat orang, eh gatau diri malah enak-enakan" batin Minten
Saat Syah membuka matanya, ia melihat perempuan duduk di sampingnya. Perempuan itu memakai kebaya dan rambutnya disanggul. Tangan perempuan itu memegang kipas. Di bahunya terdapat kain gendongan. Tepat di sebelahnya terdapat sebuah wadah dan didalamnya berisi beberapa botol dan gelas. Syah berpikir kalau perempuan itu adalah penjual jamu
"jualan jamu ya mbak?" tanya syah sambil tersenyum manis kepada perempuan itu
"Nggak! Jualan cabe!" jawab perempuan itu judes
"Wiih, galak banget sih mbak. Becandanya ga lucu tau. Kalau emang mbaknya bener-bener jualan cabe, cabenya mana? ucap Syah cengengesan
"Ini nih, ada dihatiku!" jawab perempuan itu judes
"Wiih, baru aja dateng ke sini. Udah ada aja yang mau gombalin aku. Gapapa sih penjual jamu, tapi orangnya cantik, masih muda lagi" batin Syah kepedean
"Kok gitu sih mbak" kata Syah sambil cengar-cengir
"Iya, dihatiku ini udah ada banyak cabe sampai-sampai hatiku terasa pedes dan panas. Tidak cuma hatku, tapi juga kepalaku!" jelas perempuan itu dengan nada tinggi
"Duh, bagaimana ini? Aku kira dia mau gombalin aku. Ehh, tanpa disangka... tiada hujan tiada angin, tiba-tiba malah marah-marah begini. Sebenarnya kesalahan apa yang telah kuperbuat padanya sampai-sampai dia begitu marah padaku, padahal kenal saja enggak." batin Syah
"Udah sana pergi dari tempatku! Aku juga butuh istirahat, bersantai di bangku!" usir perempuan itu
"Sebentar ya mbak. Jika memang saya berbuat kesalahan kepada mbaknya saya minta maaf, kita selesain secara baik-baik saja jangan pakai emosi. Yah sebenarnya saya juga yakin tidak berbuat kesalahan di sini sih, tapi karena saya orang baik, tidak masalah kan untuk minta maaf duluan." jelas Syah panjang lebar
Minten mengabaikan ucapan Syah. Ia langsung menarik tangan syah agar berdiri dari bangku. Setelah Syah berdiri, Minten langsung menduduki bangku itu. Kepalanya ia sandarkan di pohon, kaki kanannya ia taruh di atas kaki kirinya. Sedangan tangannya, mengambil sesuatu dari dalam tas yang ia sampirkan di bahunya. Dan ternyata perempuan itu mengeluarkan kacamata dari dalam tasnya. Ia langsung memakainya. Setelah itu, tangan kanannya memegang kipas, perempuan itu mengibas-ibaskan kipasnya dengan cukup keras agar udara yang dihasilkan dari kipas itu juga cukup besar.
Melihat tingkah perempuan di depannya, Syah hanya terdiam sambil melongo. Ada rasa kagum, heran, dan tak percaya di dalam hatinya.
"Wihh, penjual jamu di kampung ini bergaya banget! Beda dengan dikampungku!" gumam Syah pelan
"Wah, penjual jamu Zaman Now" batin Syah
Melihat laki-laki di depannya itu melongo, Minten menjadi heran. Ia berpikir kalau laki-laki itu menyukainya. Ia pun langsung tersenyum pede sambil berkata "Jangan memandangiku seperti itu! Yah, aku tahu aku ini cantik, masih muda. Tapi maaf sekali ya, kamu bukan tipe aku."
Mendengar perkataan perempuan di depannya, Syah langsung mengumpat dalam hati. "Buset dah, pede amat jadi orang. Kenal aja nggak, gimana lo kamu bisa ngira gue suka sama lo"
"Udah-udah! Ngelihatnya jangan sampai begitu juga kali. Awas ya kalau sampai jatuh hati sama saya! Nggak bakal deh, lo saya terima" tegur Minten yang masih melihatinya dengan tatapan melongo
Mendengar ucapan pede yang kedua kalinya dari perempuan tak dikenal itu, Syah langsung gelagapan. Ia mengusap wajahnya dengan kedua telapk tangannya. Ia malah merasa kesal berada di dekat perempuan super pede itu. Ingin rasanya ia segera pergi dari tempat itu.
"Maaf ya mbak, jadi orang jangan kepedean ya dan jangan mengira orang yang tidak-tidak. Saya menatap mbak dengan tatapan begitu karena saya heran. Kok ada ya perempuan yang hanya penjual jamu tapi gayanya sok ngartis kaya gitu" kata Syah"Apa kamu bilang?!" kata perempuam itu sambil melepas kacamatnya. Matanya melotot
"Widiih, menyeramkan sekali. Mbak, mbaknya beneran manusia kan? Bukan hantu yang nyamar jadi manusia seperti kuntilanak kan?" selidik Syah tanpa rasa bersalah sedikitpun
"Apa kamu bilang? Dasar kurangajar!" bentak Minten dengan nada kesal. Ia pun meletakkan kipasnya secara kasar
"Tuh kan malah marah lagi. Padahal tadi udah jinak, sayang jinaknya cuma sebentar. Saya pikir bisa lama" kata Syah
Mengetahui wajah perempuan tak dikenal itu memerah, Syah pun menjadi takut. Ia gugup dan segera berkata "Maaf mbak, saya ada urusan yang belum selesai. Bolehkah saya pergi duluan?"
"Banyak urusan yang belum selesai lo bilang? Urusan lo sama saya juga belum selesai ini!" ucap Minten
"Tapi mbak, ini benar-benar penting dan ga bisa ditunda. Pokoknya mendesak banget. Kalau urusan ini mah dipikir belakangan, ga penting. Hanya buang-buang waktu aja berdebat masalah ini." jelas Syah
Setelah dipikir-pikir, jika laki-laki itu terus berada dikatnya akan membuat kepalanya semakin pusing, Minten pun mengangguk-angguk. Ia berkata "udah buruan pergi sana! Sekalian ga usah kembali ke sini lagi! Lagian kamu disini cuma bisa buat masalah saja, nggak bermanfaat!"
Syah segera meninggalkan tempat dan perempuan itu. Ia tidak menghiraukan kata-kata perempuan tak dikenal itu. Ia merasa lega terbebas dari perempuan itu. Ia juga lega bisa meninggalkan tempat yang baginya lautan api itu. Berada disana hanya membuat telinga dan kepala Syah memanas. Ia berjanji tidak akan mendatangi tempat itu, yah lebih tepatnya tempat penjual jamu Zaman Now. Penjual jamu muda dan cantik yang cerewet, super pede, dan menyebalkan. Syah berjalan untuk berkeliling di kampung Durian agar mendapat sebuah kontrakan. Tak lama mengelilingi kampung, Syah menemukan sebuah kontrakan. Syah menemui pemiliknya dan meminta agar Syah dapat tinggal di kontrakan itu. Setelah membayar uang kontrakan bulanan untuk awal-awalan, pemilik kontrakan itu memberi Syah sebuah kunci. Tak lama kemudian, Syah langsung berpitan kepada pemilik kontrakan dan segera menuju ke kontrakannya. Di sebelah kontrakan Syah ada sebuah kontrakan yang sama besarnya sepeti kontrakan Syah. Syah tidak tahu siapa yang mengontrak di samping kontrakannya itu. Ia berharap yang mengontrak adalah orang baik sehingga ia mempunyai teman di kampung ini. Tak lama kemudian, Syah langsung membuka pintu di depannya. Setelah di dalam, ia kembali menutup dan mengunci pintunya kembali. Ia melihat atap kontrakan itu, entah apa yang sedang ia pikirkan saat ini. Syah langsung menuju kamar. Ia kemudian menjatuhkan badannya yang kurus kering itu di atas kasur yang tidak begitu empuk baginya. Ia merasa sangat lelah hari ini. Ia langsung memejamkan matanya dan seketika langsung tertidur pulas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jamu In Love
TeenfikceKetika pahitnya jamu, bertemu dengan manisnya hubungan kita berdua. Namun, apakah hal tersebut akan tetap bertahan? Ataukah sebaliknya?