9.

81 20 41
                                    

Nafas Ann memburu diantara riuhnya kepakan sayap para kelelawar yang bersiap menyerang. Lengannya hampir tak berdaya menahan kekuatan dari para monster kecil yang mungkin saja berniat memangsanya bersama dua partner-nya itu. Tak dapat dipungkiri kalau energi Ann makin terkuras habis bersama keringat yang berguguran membasahi wajahnya.

Sementara itu, apa yang terjadi pada Ray dan Violin lebih parah lagi. Tangannya bergetar hebat. Entah mengapa, ia tak dapat menarik gadis yang sebenarnya terlihat begitu mungil itu. Seperti ada sesuatu dibawah sana yang menahan Violin.

"Cepatlah Rayden Flint! Kau mau membuatku jatuh?!"kata Violin dengan cemas.

Ray masih berusaha untuk menarik gadis itu keluar dari sarang para predator meskipun usahanya tidak membuahkan hasil sama sekali.
"Jangan berteriak, aku semakin tidak bisa menariknya"

"Dasar tidak berguna" Ann memanfaatkan sisa tenaganya, membuat tumbuhan sulur memanjang dan melilit diantara tangan Violin dan Ray erat erat. Membuat keduanya merasa sedikit terbantu.

Kendati hal itu tak juga dapat menarik Violin dari sarang kelelawar. Ann tak punya tenaga yang cukup, karena ia juga harus menahan pergerakan kelelawar kelelawar dengan paruh aneh itu.

"Apakah kau tidak bisa menggunakan sihirmu Ray?"Violin bertanya dengan nafas yang tersengal-sengal.

"Tongkat sihir itu ada di dalam kantong jubahku dan aku kesulitan menggapainya"

Ann melirik kedua tangan Ray yang masih saja menggenggam erat tangan Violin. Ia berdecak kesal. Berusaha memutar otak mencari jalan keluar dari masalah yang membelenggu mereka.

"Bagaimana denganmu Violin? Coba kendalikan air dalam sumur itu"

"Ini bukan sumur, tapi sarang kelelawar"jawab Violin seraya melirik Ann heran.

"Tapi pasti ada air di lubang yang besar itu"jawab Ann bersikeras.

Ray mengangguk, ikut membenarkan perkataan gadis itu.
"Benar, bumi di penuhi 72% air"

Violin mencoba mendeteksi keberadaan sumber air di dalam. Sedangkan Ann dan Ray menunggu dengan harap harap cemas. Sampai akhirnya Violin menghembuskan nafas berat dan menggeleng pelan.

"Sepertinya tenagaku terkuras habis karena berjalan seharian"ungkap gadis itu dengan perasaan campur aduk.

Ann hampir saja terjatuh memeluk bumi karena konsentrasinya buyar. Ia benar benar lelah dan ingin menyerah sampai di sini , jika saja ia tak mengingat betapa sejuknya udara di Nayanika yang begitu ia rindukan. Keinginannya hanya akan bisa terwujud jika ia menemukan Speculum bersama dua orang yang tengah ia lindungi mati matian itu. ketiganya masih dalam ketegangan. Ray mencoba berfikir keras apa yang membuat sumur itu begitu aneh. Ia yakin ada sebuah jawaban atas ketidakberesan ini.

"Lenganku terasa berat sekali"keluh Violin membuat Ann spontan menengok ke arah tangan Violin yang dihiasi gelang besi bertahtakan mutiara dengan warna yang berkilauan.

"Violin, lepaskan gelangmu"perintah Ann saat sebuah asumsi terlintas di pikirannya.

Violin yang masih kebingungan hanya bisa merespon ucapan Ann dengan mengerutkan kening.
"Apa maksudmu?"

"Tak ada waktu untuk menjelaskan, lepaskan saja!"

"Tidak bisa, ini sangat berharga bagiku"tolak Violin.

Ann tak habis pikir dengan gadis itu. Kali ini ia membentak dengan lebih keras.
"Nyawamu jelas jelas lebih berharga dari pada itu"

"Biasakah kalian berhenti berdebat, kita sedang dalam masalah"kata Ray lagi lagi berusaha melerai mereka.

[3] Speculum (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang