(PRIVATE ACAK)
Tangan itu bergerak dan perlahan matanya terbuka. Adist tampak mengernyitkan dahi ketika ia bangun dan mendapati dirinya berada di ruangan asing. Ruangan serba putih dengan gorden hijau muda, serta Bau-Bau menyengat khas obat yang sangat kentara.
Gada masih terdiam, memperhatikan gadis itu yang sepertinya tengah berusaha memfokuskan pandangannya. Wajahnya beberapa kali mengernyit bingung, seakan-akan bertanya-tanya dimana ia sekarang.
Gada berjalan mendekat, sembari membawa segelas air putih yang sengaja ia persiapkan bila sewaktu-waktu Adist sadar. Dengan wajah bingung yang sangat kentara, Gada membantu Adist bangun dan melepas alat bantu pernafasannya. Diangsurkannya gelas berisi air tersebut dan Adist langsung saja meminumnya hingga tandas.
"Kamu di UKS, Dist." ujar Gada menjawab kebingungan Adisty.
Adist terdiam sebentar, masih memperhatikan gurunya dengan raut wajah bingung. Ia ingat jika asmanya kambuh tepat saat pelajaran fisika berlangsung, yang Adist bingung, kenapa saat ia sadar, ia tak mendapati satu pun temannya di UKS. Hanya Gada.
Takut? Tentu saja. Adist tipe gadis yang langsung waswas bila berada satu ruangan dengan laki-laki, dan sialnya hanya berdua saja. Jangankan dengan Gada, gurunya, dengan Iman yang sudah berteman lama saja Adist masih suka waspada. Melihat siswinya yang beberapa kali mengernyit, Gada pun memutuskan lebih mendekat dan bertanya.
"Kenapa, Dist? Masih pusing?" tanya Gada yang di jawab dengan gelengan pelan Adist.
"Kamu butuh sesuatu?" tanya Gada lagi, yang hanya dibalas dengan gelengan.
"Lebih baik kamu istirahat lagi," Ujar Gada pelan.
"Saat jam istirahat kedua nanti, saya akan bangunkan dan antarkan kamu pulang." Lanjutnya lagi.
Adist masih terdiam kemudian berdeham sebentar, "Boleh saya pulang sekarang, Pak Gada?" ujar Adist dengan suara serak namun tetap lembut, yang langsung saja membuat Gada, merinding saat mendengarnya, mungkin. Yang jelas, ada sesuatu yang berbeda, yang dirasakan Gada saat mendengar suara lembut Adist.
"Pak," panggil Adist lagi dan seketika Gada sadar dari lamunannya.
"Ah, iya, boleh, saya antarkan kamu."
"Eh.."
"Kenapa, Dist?" tanya Gada pada Adist yang beberapa kali mengerjapkan matanya dengan ekspresi bingung.
"Boleh saya pulang dengan teman saya saja?" tanya Adist pelan.
"Siapa?"
"Iman Handoko, IPA 1." Cicitnya pelan.
"Pacar kamu?" tanya Gada dengan tatapan menyelidik, yang langsung dibalas dengan gelengan cepat.
Gada terdiam, merutuki mulutnya yang dengan frontal bertanya seperti itu pada Adisty.
"Lalu?" tanya Gada berusaha biasa.
"Hanya teman."
Gada menghela nafasnya pelan, berusaha mengulum senyum yang nyatanya terlihat kaku.
"Saya akan tetap mengantar kamu." Putusnya, final.
Adist hanya diam sembari menuruti semua perintah Gada. Bahkan ketika Gada mengajaknya makan siang disalah satu rumah makan jepang kesukaan Adisty, dia hanya diam saja menurut. Tak ingin membantah. Pasalnya ia merasa sangat aneh dengan perlakuan guru yang bahkan tak dikenalnya dekat.
Adist memang menyukai fisika, tapi bukan berarti ia harus dekat dengan guru mata pelajaran itu juga kan?
Bahkan ketika sampai dirumah, Adist pikir Gada hanya akan mengantarkannya sampai di depan pagar. Namun, perkiraannya meleset. Gada bahkan mengantarkannya sampai ke dalam rumah, bertemu dengan mamanya dan sempat mengobrol sebentar.
Gilanya lagi, ketika hendak pamit pulang, Gada meminta izin pada mamanya untuk berpamitan secara langsung pada Adisty yang saat itu hampir saja terlelap di kamar. Ia bahkan sempat-sempatnya mengelus atau bahkan mengacak rambutnya yang kala itu sedang berantakan.
Ada apa dengan gurunya itu? Batin Adist kebingungan.
Tbc
dipublikasikan pada : 17 Februari 2018 10:48 Wib.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teacher and Me (END)
عاطفية#Seri 1 - Invisible Love -Please follow first- Anak adalah titipan sekaligus ujian. Sama seperti pasangan Anggada dan Ghea, kesetiaan keduanya di uji dengan Ghea yang tak kunjung hamil setelah 11 tahun menikah. Hingga datanglah Adisty Madya, gadis y...