TUJUH TAHUN

934 12 2
                                    


"Ini semua salahmu, Cloe. Kau yang menyebabkan Vivien meninggal," ujar suara tak dikenal di seberang telepon.

Ini bukan pertama kalinya Cloe mendengar suara itu. Suara yang tak asing. Serak. Berat. Setiap ucapannya selalu berhasil membuat perempuan berambut pirang itu bergidik. Ia menjatuhkan pena di tangannya, menarik napas dalam-dalam, dan menelan ludah.

"Siapa kamu? Kejadian itu sudah lama! Semua orang pun tahu bahwa itu adalah kecelakaan!" seru Cloe.

"Tidak. Bukan kecelakaan. Tabrakan itu tidak akan terjadi kalau kamu tidak memutuskan kabel rem sebelum Vivien pergi,"

"Tidak ada kabel rem yang terputus! Kecelakaan karambol yang menyebabkan Vivien meninggal!" seru Cloe.

Tangannya terkepal, menghantam meja. Matanya merah, menahan emosi pada orang yang entah siapa, tetapi berani menuduh dirinyalah penyebab kematian Vivien. Seolah dia paling mengerti kejadian tujuh tahun lalu.

"Kamu boleh terus mengelak. Tetapi aku tahu, bahwa kamulah penyebabnya, Nona Keripik!"

"Sekali lagi aku katakan, aku tidak pernah melakukan apapun untuk mencelakai Vivien!"

"Ya, kamu tidak pernah melakukan apapun. Termasuk mengakui perbuatanmu. Bersiaplah, Nona Keripik. Tujuh tahun sudah terlalu lama untukmu bersenang-senang! Tapi dua menit cukup untuk menunjukkan bahwa kau bersalah," lanjut suara di telepon dengan lebih berat dan tawa menggelegar. Telepon terputus.

Cloe membanting tubuhnya ke kasur. Seraya mengatur napas, ia memejamkan mata mencoba menenangkan diri dari cecaran orang tak dikenal dan ingatan akan Vivien, sahabatnya sejak SMP. Tanpa terasa air mata mulai meleleh membasahi wajahnya.

*****

"Kelakuan orang itu sudah sangat keterlaluan, Cloe!" teriak Alexa setelah selesai mendengar Cloe bercerita. Ia berdiri, menggebrak meja. "Aku benar-benar nggak habis pikir. Apa yang dia harapkan dengan melakukan ini semua ke kamu?" ujar Alexa sambil menyalakan lintingan putih, menyesapnya hingga mengeluarkan bulatan-bulatan asap beraroma tembakau dari mulutnya. Tangan Alexa mengeluarkan ponsel, dan mengetikkan sesuatu. "Apalagi yang dia katakan padamu?" tanyanya.

Cloe melangkah gontai menuju jendela. Pandangannya lurus, menyusuri sungai jernih yang terletak tiga ratus meter dari rumahnya. "Entahlah, aku ...," Cloe menjawab pelan. Tangannya memain-mainkan tuas nako. Membiarkan sinar matahari pagi masuk, seiring embusan angin membelai wajahnya. Ia menutupnya, kemudian membukanya lagi. "Dia ... Dia ... memanggilku Nona Keripik," lanjut Cloe tanpa menatap Alexa.

"Nona keripik? Berarti ...," ujar Alexa terhenti saat melihat ponselnya. "Coba lihat ini," lanjutnya seraya menyodorkan ponsel pada gadis berambut pirang itu.

"Tunggu. Cloe, apa kamu yakin tak ada yang kamu sembunyikan dariku selama ini?" Mata Alexa memicing menatap Cloe.

"Untuk apa aku menyembunyikan sesuatu darimu?"

Tepat di kolom postingan Cloe tujuh tahun lalu saat kecelakaan karambol yang menewaskan Vivien, gadis bermata belok itu terperangah melihat komentar yang baru dibuat sehari lalu.

CERITA yang ada seolah hanya dibuat-buat
LALU apa yang harus kuperbuat.
ORANG yang bersalah harus segera bertanggung jawab
ENTAH hari ini atau esok. Tapi pasti!

"Alexa. Sejak kapan akun Vivien aktif lagi?" tanya Cloe penasaran. "Siapa yang memakai akun itu sekarang?" cerocosnya seraya melotot tajam menatap sahabat di depannya. Jantungnya berdegup tak tentu. Cloe menggoyang-goyangkan kakinya, mengikuti irama geliat asam lambung yang mulai naik ke permukaan.

Alexa terus menggerakkan jarinya di atas layar ponsel pintar sambil bergumam membaca satu demi satu postingan akun Vivien. Tidak ada satu postingan pun yang menunjukkan akun itu sudah kembali diaktifkan.

KUNCI ~Kumpulan Cerita Inspiratif~Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang