9

560 69 4
                                    

Hening. Hanya helaan napas yang terdengar dalam ruangan bernuansa hitam putih ini. Pemuda tan; pemilik kamar ini hanya memandangi jejeran pigura di buffet putih miliknya. Jemarinya tak henti mengusap setiap momen di dalamnya.

Mingyu diam menatap sendu semua yang ada di hadapannya. Tak seharusnya ia diam disini sekarang. Kamarnya yang nyaman tak lagi dapat dikata nyaman sekarang. Pikirannya masih melayang pada percekcokan antara dirinya dan Seokmin kemarin.

"Pulanglah dan jangan pernah menampakkan wajahmu padaku lagi!"

Bentakan Seokmin terus terngiang di telinganya. Mingyu seperti mayat hidup sekarang. Pandangannya redup bahkan saat pintu kamarnya terbuka tak ia dengar.

"Mingyu, makanlah dulu, nak. Seokmin tak akan suka melihatmu seperti ini," Nyonya Kim membelai lengan putranya sayang.

"Seokmin tak melihatku, bu. Ia bahkan tak ingin melihatku lagi." Jelas sekali nada bicaranya yang sarat kesedihan di dalamnya.

Ibu Mingyu tahu seberapa besar anaknya mencintai sosok itu. Setiap hari Mingyu pasti akan bercerita segala sesuatu tentang Seokmin. "Dia bukan tak ingin melihatmu, Mingyu." Lagi-lagi ibunya mengusap lengannya.

"Kemarilah," Ibunya menarik tangan Mingyu untuk duduk di pinggiran kasur. "Dia hanya butuh waktu menenangkan dirinya." Satu suapan mengarah ke mulut Mingyu.

"Dia butuh waktu agar dia mampu menguatkan dirinya ditengah sakitnya, nak." Mingyu mengunyah nasi yang ada di mulutnya. Apakah benar kata ibunya?

"Ibu tau kau merindukannya," satu suapan lagi menyusul, "Matamu selalu mewakilkan isi perasaanmu, Mingyu. Datanglah lagi besok ke rumah sakit. Seokminmu pun tak akan tahan jauh darimu dengan waktu yang lama."

.

.

.

.

.

Mingyu sudah siap dengan penampilannya. Ia juga sudah membeli sebuket bunga matahari untuk Seokmin. Mingyu tau kalau Seokmin itu pria, dan Mingyu juga tau kalau bunga matahari ini adalah bunga yang amat sangat cocok untuk Seokminnya.

Ibunya bilang, "Seokmin itu seperti bunga matahari, selalu terlihat ceria dan gembira," dan Mingyu ingin Seokmin kembali menjadi seperti bunga matahari ini.

Kakinya melangkah menuju kamar rawat Seokmin. Senyuman di wajahnya luruh seketika saat melihat ruangan itu kosong. Hanya ada salah seorang perawat yang merapikan ruangan itu. Yuna.

'Kemana Seokmin?'

Yuna melihat Mingyu. "Ah, kau mencari Seokmin ya?" gadis itu tersenyum seolah tau jalan pikiran Mingyu. Mingyu mengangguk.

"Ia sudah pulang ke rumahnya," Yuna menatap nanar ke dipan kosong di hadapannya. Temannya memang sudah pulang, tapi itu bukanlah kabar baik.

"Kau bisa langsung datang ke rumahnya," Pandangannya kembali ke Mingyu yang memegang sebuket bunga matahari, "Dia akan suka dengan bunga itu."

Mingyu terdiam sebentar. 'Apa Seokmin sudah sembuh?'

Mingyu membungkuk sebentar, "Terima kasih," ucapnya. Yuna pun ikut membungkuk, cukup lama hingga Mingyu beranjak dari tempatnya. Dan tanpa Mingyu ketahui, Yuna menangis dalam diam di ruang itu.

.

.

.

.

****

ThanksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang