Prolog

78 2 1
                                    

APRIL 2008

Langit Bogor seringkali menangis. Air yang bertubi - tubi menghantam, membuat seorang lelaki kurus itu terpaksa harus meneduh. Setelah menembus derasnya air mata langit. Terpaksa, lelaki itu memutuskan untuk memarkirkan motor tuanya di salah satu kafe di sekitaran Jalan Padjajaran.

Kafe yang bernama ''Seagull Avenue'' itu mengusung tema Klasik. Meja, kursi dan bar tempat para barista menyajikan kopi dan hidangan, bergaya seperti restoran Perancis di abad 19. Di dindingnya ada pajangan kepala rusa yang tanduk kanannya patah. Gambar dan lukisan bergaya retro pun menghiasi kafe ini, sehingga tempat ini lebih cocok dibilang galeri seni daripada disebut kafe. Pikir pria itu.

Celingak-celinguk, pria itu mencari tempat duduk di kafe yang sedang cukup ramai itu. Akhirnya ia memilih tempat di atas balkon outdoor agar bisa merokok

''Mau pesan apa ?'' seorang pelayan pria berseragam merah-hitam dan berdasi kupu - kupu menghampirinya.

Pria itu melongo ketika melihat buku yang disodorkannya. Menu minuman yang paling murah adalah es teh manis yang seharga dengan harga makan siangnya.

Iapun menatap pelayan itu yang daritadi menunggunya
''Sialan'' gerutu pria itu.
Ia tidak bisa mundur lagi.

Pria itu pun akhirnya buka mulut.
''Satu es teh manis panas, bang. punten.''

Sang pelayan mengangguk. ''Baik, mohon ditunggu sebentar.'' pelayan itu pun beralih ke meja lain untuk mengumpulkan pesanan pelanggan lainnya.

-

"Di, sia dimana?"
Notifikasi line dari seorang yang bernama Ncek muncul dari layar smartphonenya.

"Keur neduh ieu di Padjajaran, kunaon kitu?"

"Ngopi atuh sini, gua berdua doang ini ama si deden, kek sobat gay eh"

"Eh ngopi wae, ngke bucat geura lambung sia hahaha"

"Jih yabuy. Burulah kadieu"

"Eweuh duit wa"

"Seliw dijamu, kesini dlu aja"

"Mager ah aing tarunduh"

"Eh anjing alesan wae"

-

Seorang wanita yang berseragam sama dengan pekerja-pekerja disitu menghampirinya.

''1 Teh manis hangat. Adalagi yang bisa saya bantu ? ''

Sepasang mata coklat terang menoreh, menatap langsung ke dalam jiwanya. Hidungnya kecil tajam. Rambutnya disanggul, dan di dagu kirinya ada tahi lalat kecil yang tidak mengurangi kecantikannya. Menambah malah. Wajahnya berbinar, bahkan triliunan bintang pun tak bisa menandingi pesonanya.

Lalu sejenak, waktupun terhenti baginya.

Kafe seakan menjadi tempat yang paling indah dalam hidupnya. Derasnya hujan seakan menjadi bunga-bunga yang berjatuhan. Gelegar petir seakan menjadi melodi cinta, dan langit mendung seakan dilukis menjadi pelangi yang indah. Mungkin sedikit berlebihan tapi, itulah yang ia rasakan saat itu.

---

''Mas ? '' Tanya suara lembut, lalu memecah lamunannya.

'' Saya mau... kamuu... '' tiba-tiba pria itu kehilangan setengah akal sehatnya

'' Maaf ?'' wanita tersebut mengernyitkan dahi. Ia heran dan tidak percaya dengan apa yang ia dengar barusan''

'' Ehh '' Jiwanya yang sempat ngalor ngidul baru saja kembali lagi ke dalam raganya. ''Maksud saya, saya mau kamu..ehh... tunjukan arah toilet. ehh.. Dimana ya ? ''

'' Oh.. Toilet ada disebelah sana.'' seraya menunjuk ke arah lorong kecil.

'' Oke, terimakasih. ''

'' Baik. '' Perempuan itupun lekas pergi ke meja lain.

Pria itu lekas pergi ke toilet. Padahal ia tidak memiliki keperluan apa-apa disana.

Ia memandang dirinya di cermin. Setelah kejadian canggung tadi. Pria itupun menertawakan dirinya sendiri. ia masih tidak percaya, dirinya bisa berbicara seperti itu, seakan hatinya mengambil alih mulutnya.
--
Ia menoleh ke cermin lagi. Kalo ini ia menyisir rambutnya yang panjang poninya sudah sampai ke pangkal hidung. Lalu ia memeriksa pipi kirinya yang lebam.

"Segala dipisahin sih anjing..anjing." gerutu lelaki itu.

Lelaki itu kembali ke mejanya. Hujan masih belum juga reda. Ia mencolokan headset ke handphonenya, lalu menyetel lagu album playlist Fiersa Besari, tak lupa dihangatkan rokok filter menyala diapit pada telunjuk dan jari tengahnya. Ketika ada kesempatan, ia mencuri pandang ke pelayan cantik tadi.

Sesekali ia melihat handphonenya untuk menanti balasan dari seseorang yang 1 minggu ini tidak ada kabar. Perkara yang sepele membuat mereka sempat cekcok. Entah karna sama-sama egois atau masing-masing sudah bosan dengan hubungan mereka yang monoton. Entahlah.

Hubungan yang tengah diujung tanduk

36 menit berlalu, dilihatnya langit sudah bersahabat dan senja sudah di ujung cakrawala.

Ia memanggil pelayan untuk meminta bon, lalu membayar pesanannya. Satu tegukan terakhir teh yang masih tersisa, ia pun lekas beranjak keluar.

Ia kembali menunggangi motor tuanya Dan kembali menuju sarangnya.

Di perjalanan, ia mengingat kembali apa yang baru saja terjadi padanya di kafe tadi. Senyuman yang terbentang indah seperti padang bunga mawar yang indah itu, Membuatnya tertawa kecil dan senyam senyum sendiri di motornya. Lalu Ia mencoba mengingat nama yang tertera pada 'permukaan' yang "tidak datar" itu.

Rona Ayu Ardhana

Kita akan bertemu lagi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 05, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Senja KelabuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang