2. benar, menyukai itu memang merepotkan.

72 5 2
                                    

Gadis itu mengusap keringat yang mengalir di pelipisnya seraya menghampiriku  yang berdiri di salah satu pohon rindang di dekat markas.

“Gimana, selesai?”

“Yeah, warganya memang banyak yang ga rela, tapi karena aku bilang ini musik yang hebat mereka mengambilnya.”

“Polos sekali ya.”

“Hahaha.”

Setelah itu datang gerombolan bocah menghampiri kami.

“Kak, kembalikan rebana kami! Hari ini kami latihan, alat musik yang kakak berikan tidak bisa dimainkan. Bagaimana bisa kakak mengatakan itu alat musik yang hebat.”

“Apa kau bilang!? Biola adalah musik yang hebat alunan musiknya benar-benar
menakjubkan. Dan sekarang kau menghina musikku hanya karena rebana kampungan
itu!? Tidak, jangan bercanda! Kalau kalian tidak mau memainkan biola tak usah
mainkan apapun. Dasar bocah bodoh, kalian benar-benar tak mengerti seni. Sudah! Pergi kalian. Tak usah banyak bacot! Ujar gadis itu marah.”

Aku hanya diam. Sedangkan bocah-bocah itu hanya menatap gadis itu ketakutan.
Mereka diam, bahkan ada yang hampir menangis.

“Apa yang kakak harapkan dari ini...”, akhirnya salah satu dari bocah kecil itu berbicara. Dan dari suaranya aku bisa tahu anak itu menahan tangis.

“Kami tak tahu apa yang terjadi pada kakak sehingga bisa-bisanya kakak memaksa
kami menyukai sesuatu yang bahkan sama sekali tak kami kenal. Tahukah kakak rasanya dipaksa menyukai sesuatu? Aku yakin kakak tidak mengerti.” Ujar anak kecil itu menunduk.

Cherry mengernyit menahan marah.

“Rebana itu kampungan! Mending biola yang lebih modern, seharusnya jika kalian
mendapatkan itu kalian se...”

“Kami sama sekali tidak senang!" Teriak anak kecil itu dengan suara parau khas tangis anak kecil. Dengan mata penuh linang air mata bocah itu mengguncang tangan cherry.
“Kak, kembalikan rebana kami sore ini, kami mau latihan.” Dia diam dan saat itu aku benar-benar menyerah. Aku akan mengatakannya.

“Cherry,” panggilku sambil menepuk pundaknya. Gadis itu menoleh bersamaan dengan bocah itu pergi dengan putus asa.

“Aku tak pernah menghalangimu. Apapun yang kau katakan aku selalu setuju.
Sekarang aku bertanya padamu, apa yang kau pikirkan setelah mendengar ucapan bocah itu.”

“Aku tak tahu Gleen, tapi aku merasa disalahkan. Bagian dari diriku seperti mengalahkanku. Dan aku tak menyukainya.”

“Jika kau merasakan itu berarti perasaan itu benar.”

“Berarti aku salah? Kau tahu kan ini upaya mewujudkan cita-citaku. Aku tak mungkin salah.”

“Yang salah itu akarnya Cherry. Apa akar kau melakukan ini? Itulah yang salah.”

“Menyukai biola?”

“Tepatnya terlalu menyukai. Dan disaat kau tidak dapat menikmati sesuatu yang sangat kau sukai itu kau melampiaskannya pada orang-orang yang bahkan tidak mengerti tentang perasaan yang kau rasakan. Nah itulah akarnya. Itulah yang salah, Cherry.”

“Berarti aku tidak boleh suka pada biola?”

“Tentu saja boleh. Menyukai itu sifat dasar manusia. Tak ada orang yang tak menyukai apapun, Cherry. Hanya saja jangan terlalu menyukainya. Karena rasa suka itu punya sisi negatif. Kau akan menerima konsekuensi dari rasa suka. Dan kau harus bisa mengendalikannya. Jangan sampai sisi negatif dari rasa suka itu mengendalikanmu.”

“Lalu sekarang, apa yang harus kulakukan?”

“Kau tahu yang harus kau lakukan. Ikuti kata hatimu Cherry. Hati tak pernah
berbohong.”
.
.
.
.
Seminggu kemudian...

Prok prok. Tepuk tangan menggema dari warga yang menyaksikan acara nasyid para cilik benar-benar meriah.

Bagaimana tidak?

Anak-anak itu berhasil melakukannya dengan baik.

Gadis itu bahkan .... tersenyum haru ketika bocah-bocah itu memulai aksinya.

Dia kagum, tentu saja.

“Aku tak menyangka rebana bisa sehebat itu.” Gadis itu tersenyum senang.

“Rebana punya keunikan sendiri, begitu juga alat musik daerah lainnya. Kau harus sering ikut seminar tentang alat musik di negara ini. Aku yakin akan banyak yang lebih menakjubkan dari ini.”

    “Iya, aku akan melakukannya. Eh, oh iya, aku ingat bukankah kau tidak menyukai apapun? Tapi seminggu yang lalu kau bilang semua orang pasti menyukai sesuatu.”

    “Aku tak pernah bilang aku tak menyukai apapun.”

   “Kau bilang menyukai itu merepotkan.”

    “Kau bertanya tentang yang aku sukai, dan aku jawab menyukai itu merepotkan. Kau mengerti maksudnya? Yang sebenarnya ku suka itu adalah kalimat itu, “menyukai itu merepotkan.” Aku suka kalimat itu."
    " oh!!!!" Gadis itu terkejut.
    " tapi sepertinya aku sudah melakukan sesuatu yang merepotkan itu." Aku beralih menatap langit,
    " maksudmu?" Tanya gadis itu heran.
     " sepertinya aku mulai menyukainya...." ujarku tanpa menatapnya.
     " menyukainya?? Apa itu?? " tanya gadis itu penasaran.
     " tapi sepertinya dia tidak menyukaiku." Ujarku.
     " kau menyukai seseorang??? Waaaa~~ siapa dia??? "
     " ....... "
     " hei... ayolah~ beritahu aku..."
     " dia gadis yang tangguh.."
     " aku tak butuh ciri cirinya, sebutkan saja namanya gleen!!"
     " cerry."
     " ya?? "
     " bukan bukan... namanya cerry."
     " oohhh cerry. Nama yang bagus... EH!!!! "
     Aku menatapnya yang sedang menatapku dengan wajah kaget yang kentara.
     " apa kau punya teman yang lain bernama cerry selain aku??" Tanyanya dengan wajah merah padam.
     " namanya cerry meryisa. Seorang pecinta biola."
     " apa??? Oh god!!" Gadis itu membalikkan badannya, menghindari tatapanku.
     "Hei .... cerry,"
     " ya?" Jawabnya masih membelakangiku.
     " apa aku punya kesempatan, jadi pacarmu?"
     " ....... "
Aku berjalan menghadapnya. Mengangkat wajahnya yang tadi membelakangiku. Menatap wajahnya setelah kami saling berhadapan.
     " menyukai itu memang merepotkan ya... apa lagi jika dia yang kita sukai tidak menyukai kita... " ujarku.
      Dia terkejut dan langsung menatap mataku.
     " bukan begitu!!" Selanya panik.
     " lalu??"
     " aku tidak tahu harus menjawab apa... ini pertama kalinya bagiku." Ujarnya sambil mencoba mengalihkan pandangannya dariku.
      " kalau begitu, coba katakan. 'Iya, ada kesempatan untukmu' ".
      " iya... ada kesempatan untukmu."
      " kau mau??"
      " Ya... aku mau..."
   Aku terkekeh pelan dan mendekat padanya.
   Dia menatapku malu malu.
  Cup.
    Bibirku sampai di keningnya yang bersih tanpa jerawat.
    Dia tersenyum setelah aku melepaskannya, dan beralih memelukku erat.
    " aku sangat menyukaimu." Kata katanya teredam di perpotongan leherku. Aku bisa merasakan detak jantungnya.
    " aku juga sangat menyukaimu...." ujarku membalas pelukannya erat.
.
.
.
.
.
End...
   Hahahaha.....
Gaje sumpah ini cerita.... sebenarnya ini pernah di ikutin lomba, tapi nggak menang... karena sayang di buang begitu aja, jadi aku publikasikan di wattpad. Setelah di baca baca ternyata memang ceritanya gaje... hahahhahaha... malu deh....
  Tapi nggak apa apa... masih belajar... ya kan???
   Thank you yang udah baca....
   I love you all....

menyukai itu merepotkan ( Complete )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang