17 : Lamaran Steve

239K 9.7K 230
                                    

Russell Hotel

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Russell Hotel

"Apa maksud nenek mengatakan hal itu? Nenek tahu kan, aku sangat mencintai Steve?" Gadis berambut hitam sebahu itu akhirnya mengeluarkan suara merdu yang telah lama dia tahan.

"Karin." Rossie memperingkatkan gadis itu untuk memelankan suara.

"Ma-maaf, Nek." Karin menunduk dan menahan ego untuk meneriaki wanita itu. Selama ini Karin selalu menempel ke mana pun Rossie pergi. Alasan utamanya hanya satu. Untuk Steve, cinta pertamanya. Walaupun hingga kini Steve selalu bersikap sebaliknya. Dingin.

Karin beruntung ayahnya berasal dari keluarga kaya dan menjadi pemilik saham terbesar ketiga di Russell Group. Jika tidak, mana mungkin si tua Rossie akan membiarkannya berdiri di sampingnya. Itu mustahil.

"Nenek ingin menikahkan Steve dengan Sarah bukan untuk bersenang-senang, Sayang." Rossie mengusap cangkir teh panas dengan jarinya yang berkeriput.

"Steve akan jauh lebih leluasa melancarkan pembalasannya jika Sarah berada dalam jangkauan kekuasaannya. Makin dekat Sarah dengan Steve, sisi protektif Erick atas Sarah akan makin lemah. Makin lemah hingga Erick tidak lagi dapat menjangkau putrinya. Kau tahu kenapa bisa begitu?"

Karin masih bingung dengan penjelasan Rossie. Dia menggeleng tidak paham dengan maksud ucapan wanita tua itu. "Saat seorang gadis menikah, peran orang tua pelan-pelan akan berkurang. Suami mengambil hak penuh atas istrinya dan memiliki hak terbesar atas dirinya, dan aku yakin saat ini Steve telah memikirkan." Rossie tersenyum dan Karin bergidik ngeri untuk sesaat karena melihatnya.

***

Sarah tidak tahu apa yang begitu menarik matanya hingga tidak juga lelah melirik kepada Steve. Sikap Steve masih sama, irit bicara dan selalu memerintah sesuka hati. Namun entah kenapa, Sarah selalu menurutinya begitu saja. Sarah menggeleng dan kembali mengingat ucapan nenek Rossie kepadanya.

"Maukah kau menjadi menantu untuk cucuku?"

Tanpa sadar Sarah meremas ujung roknya. Wajah kembali memanas. Suhu tubuhnya normal, tetapi hawa panas menyelimuti seluruh tubuh. Saat pikirannya berkelana, mobil telah melaju ke kawasan yang jarang dilalui pengendara mobil. Sarah terkejut saat dia melihat papan kayu bertuliskan "Welcome to Dering Wood".

Sarah menoleh dan menatap Steve cemas, "Kenapa kita ke sini? Kau janji akan mengantarku pulang, kan?"

"Aku menyukai tempat ini," jawab Steve tenang tanpa mengalihkan mata dari depan.

"Tapi aku tidak suka." Kata Sarah dalam bisikan kecil.

Steve mengalihkan pandangan kepada Sarah. Suaranya tegas dan dalam, "Mulai sekarang kau harus belajar menyukai apa yang aku sukai, Sarah."

Tears of Sarah [21+] / Repost Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang