11 : Sisi Lembut Steve?

258K 10.5K 197
                                    

Lobi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lobi

Tidak seperti biasa Steve memarkirkan mobil di depan pintu lobi. Steve meminta security membantu membawakan barang-barangnya yang terlampau banyak untuk dia bawa sendiri, dan Steve memang tidak berniat membawanya.

"Lantai 44, nomor 4301." sahut Steve seraya memberikan tips kepada pria itu.

Saat Steve berniat kembali masuk mobil, dia melihat punggung seorang gadis yang begitu dia kenal tengah berdiri di depan lift. Steve menautkan kedua alis, "Sarah?"

Steve berjalan menghampiri dan hampir meraih lengan Sarah, tetapi gadis itu telah terlebih dahulu menghindar darinya dan berlari.

"Sarah, wait!" Steve lebih gesit dari Sarah. Dia merengkuh Sarah dari belakang. Rahangnya mengeras saat gerakan tangan kanan Sarah berusaha melukai pergelangan tangan miliknya dengan bolpoin kecil di tangan Sarah. "Shit! Apa kau berusaha melawanku, Gadis Bodoh?!" ucapnya kasar.

Steve yang sempat naik darah kini dibuat bingung dengan perubahan sikap gadis itu. Steve merasakan tubuh Sarah gemetar dan menggigil di bawah pelukannya. Tetesan kecil yang berangsur lebat membasahi lengannya.

"Hei, kenapa kau tiba-tiba menangis seperti itu?" Steve menjadi salah tingkah. Dia melihat sekeliling dan benar saja, pandangan dan tatapan para penghuni apartemen kini tertuju kepadanya. Berbagai bisikan mengarah kepadanya. "Sial!" umpat Steve.

Steve melonggarkan pelukan, tanpa berniat melepaskan tangannya dari tubuh Sarah. Dia memutar tubuh Sarah dan melihat Sarah menangis sesenggukan. Hidungnya memerah dan wajahnya dipenuhi air mata.

Steve terkejut saat melihat penampilan Sarah dari dekat. Bekas cakaran menghiasi lengan Sarah yang putih. Steve mengambil helaian rambut bagian depan milik Sarah dan melihat goresan lain di lehernya. Siapa yang melakukan ini?

Bryan? Itu tidak mungkin. Bryan memiliki orientasi seksual yang berbeda dari laki-laki normal. Suatu rahasia yang hanya bisa diketahui olehnya dan keluarga. Satu lagi, Bryan yang selama ini selalu menahan aksi abnormal Steve saat bersama perempuan.

Kyle?!

Steve menarik napas dan mengembuskannya perlahan untuk menormalkan emosi. Dia kembali menatap Sarah, dan merasakan hatinya mulai terluka. Ada yang aneh dengan hatinya saat melihat Sarah seperti ini.

"Sssttt, berhentilah menangis. Kau berhasil menjadikanku tersangka di mata orang-orang, Sarah." Steve menggeram.

Namun tangisan Sarah malah semakin keras dan menjadi-jadi. Steve menarik tubuh Sarah dan memeluknya erat. Tidak ada penolakan dari Sarah saat dia memeluknya. Steve kemudian mengusap punggung Sarah, berusaha membuat gadis itu nyaman. Usahanya berhasil. Sarah berhenti menangis bahkan turut membalas pelukan Steve.

Sarah membenamkan wajah dalam-dalam di dada Steve dan mencium aroma laki-laki itu. Aroma yang paling disukai Sarah, selain aroma ayahnya. Dalam sekejap aroma itu berhasil membuat Sarah melupakan rasa sakit atas sikap Steve kepadanya. Sarah berharap Steve kembali bersikap lembut kepadanya seperti dulu.

***

Merry Hospital

"Max, tolong cek kondisi Shaila." perintah Joana kepada salah satu perawat asuhnya.

"Aku ikut." Erick datang dari arah pintu masuk ruangan.

"Kau lagi. Aku bosan melihatmu, Erick!" jawab Joana ketus.

"Aku membayarmu, dan sudah menjadi hakku melihat kondisi istriku." Erick mengangkat sedikit dagu.

Joana mendesah lelah, "Baiklah, tapi jangan sampai kau mengganggu pekerjaan Max."

"Untuk apa aku menganggu Max, aku tidak tertarik dengannya."

Joana memutar bola matanya sinis, "Terserah."

Erick berjalan di belakang Max. Hatinya seharian ini resah, memilih pergi ke London untuk melihat kondisi Shaila. Seperti ada sesuatu yang menariknya pergi ke tempat ini. Max menggeser pintu dan mempersilakan Erick masuk. Jantungnya berdebar kencang. Padahal ini bukan pertama kali Erick menjenguk Shaila.

"Ini sungguh aneh. Dalam dunia medis, orang yang mengalami koma selama lebih dari lima tahun, kondisi fisiknya akan berubah mengikuti alur komanya. Namun, kondisi fisik pasien tidak mengalami perubahan sama sekali." Erick setuju dengan ucapan Max. Shaila mungkin terlihat sedikit lebih tua, tetapi fisiknya tampak begitu sehat. Shaila seolah-olah hanya tertidur. Tidur lama.

Erick meraih tangan Shaila, dan membawanya ke bibir, menciumnya berkali-kali.

"Mau sampai kapan kau tertidur seperti ini, Sayang?"

Cukup lama tanpa ada perubahan nyata dari kondisi Shaila, Erick kembali menurunkan tangan Shaila. Namun, saat dia berusaha menjauhkan tangan, Erick merasakan tangan Shaila menggenggam tangannya, lemah.

"Shaila?!" Erick berteriak memanggil namanya. Lalu dia menoleh ke belakang. “Max, panggil Joana! Shaila baru saja menggenggam tanganku!"

 “Max, panggil Joana! Shaila baru saja menggenggam tanganku!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Tears of Sarah [21+] / ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang