***
Saat Steve tak kunjung merespons ucapannya, Dean beranggapan bahwa Steve memberikan izin kepemilikan Sarah. Namun, ternyata dugannya itu salah. Steve menurunkan kedua kaki dari meja, lalu kembali berdiri tegak. Tanpa disangka-sangka, Steve menghadang Dean, lalu mendorong tubuh lelaki itu hingga Dean mundur dan menabrak meja di belakangnya."Apa kau gi―" Dean yang sempat ingin mengumpat mengurungkan niat. Ucapannya menggantung tanpa dapat Dean teruskan.
"Kenapa tidak kau teruskan ucapanmu, Dean?" Tawa dingin Steve menggema hingga ke setiap sudut ruang. Tawa yang disambut oleh para penghuni kelas IB dengan keterdiaman mereka.
"Ti-tidak, aku hanya ...." Dean mengelap bibirnya yang kering dengan sapuan ringan ibu jari.
"Kenapa kau tiba-tiba menjadi gugup seperti itu?" tanya Steve, tetapi kali ini tidak ada senyum atau tawa yang keluar dari mulutnya maupun ekspresi lain. Tangannya jatuh ke bahu Dean. Lalu didekatkannya bibirnya ke telinga Dean. Steve membisikkan sesuatu yang hanya bisa didengar oleh Dean seorang. Mata Dean memelotot sesaat setelah Steve mengucapkan sesuatu di telinganya.
"Sebaiknya kau duduk, Dean. Sebentar lagi, Profesor Arnold akan datang." Steve menjauhkan tubuh dan menepuk bahu Dean.
Steve mundur dan kembali ke kursi. Namun, sebelum benar-benar duduk, Steve memundurkan kursinya terlebih dahulu hingga celah kecil antara kursi dengan dinding di belakangnya tidak lagi berjarak. Sarah yang duduk mematung di sampingnya tersadar setelah Steve kembali duduk di singgasana.
Steve telah menguncinya. Jika Sarah ingin keluar, jalan satu-satunya adalah melewati Steve. Namun itu semua terlihat sulit karena Steve sengaja menaikkan kedua kaki ke meja sebagai rintangan untuknya.
"Kau sudah memilih tempat duduk di sampingku, jadi siapkan fisikmu dengan baik, Sarah." Ucapan Steve bagaikan ancaman terselubung. Ancaman visual yang diikuti dengan ancaman dalam bentuk nyata oleh Steve.
Sarah merasakan kulit pahanya disentuh Steve. Tangan lelaki itu awalnya hanya jatuh diam di paha, tetapi berikutnya Steve menggerakkan tangan makin naik, berusaha menerobos melewati roknya yang jatuh lepas di bawah lutut.
"Ti-tidak!" Sarah menangkis tangan Steve seraya memekik pelan. Dia kembali berdiri memegangi roknya.
Suara pekikan Sarah bersamaan dengan datangnya Profesor Arnold. Pria paruh baya berambut perak dengan wajah kotak melemparkan senyum ke segala arah. Langkahnya terhenti saat mata pria itu jatuh kepada Sarah yang masih berdiri di posisinya. Sarah bagaikan berlian di tengah padang pasir.
"Wah, ada anak baru di kelas kita. Sangat cantik." ucap Profesor Arnold seraya memainkan bibir yang jauh dari kata sensual kepada Sarah.
Ucapan pria tua itu membuat Steve terkekeh. Steve mengetahui seluk beluk sejarah kehidupan pria tua itu. Usia pria itu hampir menuju setengah abad di tahun ini. Dia menjadi salah satu senior baik ayahnya. Profesor Arnold hampir dikeluarkan karena tindakan kriminal yaitu melecehkan beberapa siswi di kelas reguler.
Namun, sekali lagi karena koneksi yang dimiliki, pria tua bangka itu hanya mendapatkan skorsing tak berarti. Lalu di tahun berikutnya, pria itu kedapatan hampir meniduri seorang siswi kelas PE dengan iming-iming nilai sempurna akan didapatkan oleh gadis itu. Lagi-lagi, koneksi dari ayahnya telah menyelamatkan. Posisinya sebagai guru reguler berubah ke kelas nonreguler, termasuk di kelasnya, IB. Di kelas tersebut, pria itu hampir begitu leluasa melancarkan aksi. Dua siswi, Selena dan Jeany, yang Steve yakini pernah mendapatkan pelecehan serupa oleh Arnold. Hanya, mungkin bagi dua perempuan itu, pelecehan sudah menjadi bagian dari hidup.
"Duduklah. Ini demi kebaikanmu, Sayang." Steve menurunkan kedua kaki dan berbisik kepada Sarah. Tangan kanannya menepuk kursi milik Sarah memintanya kembali duduk.
Sarah menatap Steve cukup lama, lalu kembali ke depan karena suara Profesor Arnold, "Apa kau ingin duduk di depan, Cantik?" Sarah melihat kursi di bagian depan. Terdapat kursi kosong, tetapi di samping kursi itu ada Dean.
"Duduk atau kau ingin aku menyebarkannya?" Steve memainkan ponsel di meja.
Sarah terkejut, dan merasakan jantungnya berdebar kencang. Apakah yang dimaksud oleh Steve adalah video dirinya? Sarah menggeleng, lalu dengan enggan menolak tawaran Profesor Arnold, "Ti-tidak, terima kasih."
Dengan berat hati, Sarah kembali duduk. Kedua tangannya meremas ujung rok. Lalu ditatapnya lagi wajah Steve.
"S-steve, kau tidak mungkin melakukan itu .... " Suara Sarah bergetar.
Steve tersenyum, "Kau tidak mengenalku, Sarah. Aku bahkan bisa memperkosamu kapan saja kalau aku mau."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tears of Sarah [21+] / END
Romance⚠ ADULT, ROMANCE, ANAK-ANAK DILARANG MENDEKAT (21+) ⚠ SEKUEL LOVE THE PSYCOPATH Sarah Kendrick Alterio adalah gadis cantik yang pendiam. Penyuka kesunyian pembenci keramaian. Sifat itu juga yang membuatnya tidak memiliki teman kecuali Steve Keith...