Dear Senja,
Assalamua'laikum Senja. . .
Senja kali ini aku tak menatap langit. Tak memperhatikan langit jingga sendiri seperti biasanya. Senja kali ini aku menuliskan surat untuk mu, yang mungkin hanya untuk... ku simpan.
Kau tahu Senja, hari ini aku senang sekaligus takjub.
Aku senang karena ayah pulang. Dan kau tahu Senja, ayah sekarang pindah kerja ke sini, di Bandung. Menyenangkan bukan? Ini yang selalu aku inginkan. Ayah setiap hari bersamaku.
Dan Senja, hari ini aku juga merasa takjub. Aku melihat dirimu pada Ahtar. Anak teman mama ku. Aku minta maaf. Bukan maksudku menyamakan dirimu dengan orang lain. Tapi, aku benar-benar MELIHATMU DIDIRINYA.
Mata, senyum, bahkan suaranya serupa denganmu. Ini aneh. Kalian benar-benar mirip.
Kalian tidak kembar, 'kan?
Ya Allah, maafkan aku Senja. Sekali lagi bukan maksudku menyamakanmu.
Ah sudahlah, kenapa aku jadi menceritakan tentang dia dalam suratku ini. Mungkin ini karena tadi saat aku, ayah dan ibu duduk diteras, mereka menanyakan bagaimana Ahtar.
Mereka juga menanyakan apakah aku menyukainya. Konyol, bukan?
Aku sangat menyayangi mereka seperti orangtua kandung ku. Bukankah ibu mu juga ibu ku? Jadi wajar aku menyayangi mereka. Namun Senja, sepertinya ibu dan ayah ingin menjodohkan ku dengan Ahtar.
Jika itu benar, itu hanya akan menghancurkan hati ku. Mereka tahu, aku selalu memikirkan mu. Jadi bagaimana bisa aku menikah dengan orang lain. Walaupun pada akhirnya aku juga harus menikah, untuk menyempurnakan agama ku.
Senja,
Aku merindukan mu,
Aku berjanji untuk tak akan pernah melupakan mu.
Kau yang telah membuat ku begini. Kau yang telah membawa ku lebih dekat dengan Allah. Jadi bagaimana bisa aku melupakanmu?
Senja,
Maafkan aku yang terlalu memikirkanmu.
Aku berjanji, jika nanti aku sembuh, aku akan mengunjungi mu.
Tunggulah aku Senja.
Wassalamua'laikum Senja. . .
Yang selalu merindukan mu
Fatimah
KAMU SEDANG MEMBACA
Di ujung Senja[COMPLETED]
Short StoryBahkan hingga di ujung senja, aku masih menanti mu, berharap kau datang. Aku juga... mendoakan mu.