Chapter 1 - Pertemuan

121 39 47
                                    

Play demi lovato heart attack

"Listen to my hertbeat"

"Bahkan, saat pertama kali kumelihatmu. Aku sudah tahu jikalau aku akan memilihmu, walau dirimu tak akan menerimaku"

Kring... Kring... Kring...
Jam beker berwarna biru navi yang bertengger manis di atas meja coklat tepat di samping ranjang Vania berbunyi nyaring, berusaha membuat pemiliknya terbangun

Perlahan matanya mulai terbuka, menangkap sinar matahari pagi yang menembus kaca jendela kamar.

Sebenarnya Vania masih sangat mengantuk, semalam  dia tidur larut hanya karena menamatkan dua novel yang baru dibelinya beberapa hari yang lalu di gramedia. Jikalau bukan karena sekolah mungkin dia akan tidur hingga nanti siang. Masih dengan mata sedikit terpejam dia mendudukkan badanya di samping tempat tidur. Vania meraih jam beker yang ada di meja, menekan tombol off. Lalu menyambar hp yang ada di samping bantal dan men-charger nya.

Beberapa menit, kesadarannya mulai terkumpul. Vania bergegas masuk kekamar mandi untuk membersihkan diri. Berharap dengan guyuran air shower yang dingin bisa membuat dirinya segar kembali.
Sebelum kekamar mandi dia berhenti sejenak di depan lemari, menyambar sebuah handuk yang terlipat rapi lalu menyampirkannya di bahu sebelah kiri.

Usai memakai seragam sekolah dengan atribut yang lengkap. Vania mengambil tas ransel miliknya yang ada diatas meja belajar dan memakainya. Merasa telah siap, Vania kemudian turun dari kamar menuju lantai bawah.

🍁🍁🍁

Dimeja makan Papa, mama, dan kakak perempuan Vania  telah menunggu untuk sarapan bersama.

"Pagi pa,ma" sapa Vania sambil mengecup pipi papa lalu kemudian mengecup pipi mama yang sedang mengolesi selai.
Selai coklat kesukaan papa

"Pagi juga sayang" balas papa dan mama serempak

"Eh. Pa, ma, Van. Aku berangkat duluan ya"
Ucap kak Rahma yang dari tadi hanya diam.

"Loh. Kamu ngga bareng papa sama Vania, Rahma?" papa menyahuti omongan kak Rahma setelah meneguk kopi hitamnya yang tadi dibuatkan mama.

"Nggak pa, Rahma ada kelas pagi. Nanti Vania sama papa aja yang berangkat barengan" tolak kak Rahma halus

"Nggak pa pa kan Van?"

" Yahh.. Kakak.. Nanti Vania ngga ada temen ngobrolnya dong pas dimobil" sahut Vania dengan nada yang kumelas-melaskan.

"Ya sama papa dong Van, kan masih ada papa" rayu kakak berusaha membujuk Vania

"Papa nggak asyik kalo diajak ngobrol, suka nggak nyambung sama yang Vania omongin" ucap Vania lagi sambil melirik papa dengan memutar bola mata malas

"Ya asyik aja dong.." kakak masih berusaha untuk menbujuk Vania "Ah. Pokoknya kakak berangkat duluan. Takut telat." sahutnya yang sudah menyerah membujuk Vania, kemudian dia berpamitan dan menyalimi tangan Papa serta mama.

"Kakak mah gitu.. Nyebelin" gerutu Vania setelah punggung kakak tak terlihat dari meja makan.

Kak Rahma. Kakak perempuan satu satunya yang Vania punya. Kak Rahma sekarang sedang mengejar gelar sarjana di fakultas sastra UI. Umur Vania dengannya selisih 6 tahun. Jauh sekali bukan jaraknya? Vania sebenarnya menyukai kakak perempuannya itu, Vania senang curhat dengannya. Saat Vania dijahili temannya, hatinya tengah dirundung kesedihan, dan saat Vania sedang menyukai seseorang kepadanyalah dia menceritakan itu semua. Dengan senang hati pula kak Rahma akan mendengarkannya dan tak jarang pula memberikan  saran  kepada Vania untuk menyelesaikan masalahnya. Selain enak diajak ngobrol, Vania juga senang sekali saat berbelanja dengannya di mall. Biasanya dia membantu Vania memilih baju atau sepatu yang cocok untuk dipakai.

I amTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang