Chapter 4 -- Dekat

38 3 0
                                    


Happy Reading:))


  "Jika memang tuhan menakdirkan kita untuk bersama selamanya, beliau punya banyak cara untuk memperdekatkan kita"

Play Fall -- Ed sheeran


Karena tak ada yang menjemput Vania, seperti biasa dia akan pulang naik angkot.

Namun, saat Vania tengah menunggu kedatangan angkot di halte. Ada motor sport berwarna merah berhenti di depannya. Sang pengemudi melepas helm full face- nya, kemudian turun ke arah Vania. Ternyata itu Ardan. Dia menawari Vania untuk pulang bareng.

"Mau pulang bareng?"

"Nggak usah makasih. Takut ngerepotin." jawab Vania dengan senyum kikuk

"Nggak kok. Ayok, keburu hujan"

Memang benar, sejak Vania keluar kelas tadi langit nampak mendung. Dan mungkin sebentar lagi langit akan menumpahkan seluruh airnya ke bumi.

"Beneran nggak pa pa?"

"Iya, buruan naik"
Ardan sudah menaiki motornya dan akan memakai helm full face -nya.

Ardan mengendarai motornya dengan kecepatan sedang menuju alamat rumah yang tadi disebutkan Vania saat Ardan bertanya.

Namun ditengah perjalanan, rintik hujan mulai turun. Awalnya hanya gerimis, tapi lama-lama semakin deras.

Ardan menepikan motornya ke supermarket yang kebetulan ada di sekitarnya. Vania yang ada di boncengannya turun. Begitu pula Ardan. Dia melepas jaket kulitnya dan memakaikannya ke tubuh Vania.

"Pakek ya, biar lo nggak kedinginan"
Vania melting diperlakukan begitu manis oleh Ardan. Dia merasa seperti ada banyak kupu-kupu beterbangan di perutnya.

"Trus lo pakek apa? Emangnya lo nggak kedinginan?"

"Udah pakek lo aja. Baju lo basah"
Lagi dan lagi. Vania malu dengan ucapan Ardan. Muncul rona merah di pipinya. Buru-buru Vania menundukkan wajahnya.

Tanpa Vania ketahui Ardan melihat itu dan dia tersenyum.

"Tunggu bentar ya Van"
Setelah mengucap itu Ardan masuk ke dalam supermarket.

Beberapa menit dia kembali membawa dua kaleng susu dan dua bungkus roti. Satu untuknya dan satu untuk Vania.

"Nih makan"

"Thank's ya Ar"

"Sama-sama"

Mereka memakan roti dalam keheningan. Ditemani suara rintik hujan yang menenangkan.

Selang beberapa menit setelah mereka menghabiskan roti masing-masing, hujan telah reda.

"Pulang sekarang?"
Vania hanya menjawab dengan anggukan kepala.

Di atas motor Ardan, hanya keheningan yang tercipta menyelimuti keduanya.

Tepat pukul 16.30 mereka berdua telah sampai di depan rumah Vania. Kebetulan sekali gerbang rumah Vania terbuka, jadi Ardan menurunkan Vania di halaman rumah Vania. Dia ikut turun dan melepas helmnya.

"Nyokap bokap lo di rumah?" tanya Ardan

"Kayaknya belom pulang deh, mobilnya belom kelihatan"

"Yaudah, gue pulang ya?"

"By the way thank's ya Ar, udah anterin gue pulang" Vania mengulaskan sebuah senyuman untuk Ardan

"Iya, sama-sama. Besok gue jemput ya Van."

"Eh.. Ngga-"
Belum selesai Vania berbicara, Ardan mengangkat jari dan menempelkan di depan bibir Vania.

"Sttts.. Gue nggak nerima penolakan."

Setelahnya Ardan memakai helm dan menaiki motornya. Sebelum menjalankan motor keluar rumah Vania, dia sempat menoleh ke Vania.

"Gue pulang duluan"

"Iya. Hati- hati Ardan"

Vania tersenyum dan Ardan membalas senyuman itu. Ada sesuatu yang berdesir hangat di hati Ardan. Entah perasaan apa itu?

Vania memasuki rumahnya dengan senyuman yang terukir cerah.

Sebenarnya Vania masih tercengang dengan sikap Ardan yang begitu perhatian terhadapnya. Di satu sisi dia merasa senang, tapi di lain sisi dia takut jatuh terlalu dalam pada pesona Ardan Prasetya.

Vania takut jika hanya dia yang merasakan debaran cinta ini.

Vania sendiri belum yakin dengan perasaanya. Apa dia beneran mencintai Ardan ataukah hanya perasaan yang timbul sesaat.

🍁🍁🍁

Suasana pagi ini sangat cerah. Sinar matahari pagi menelusup diantara tirai jendela kamar Ardan.

Suara kicauan burung masuk ke telinganya dan membuat kelopak mata Ardan perlahan. Dan menutup kembali karena sinar matahari yang menyilaukan matanya.

Semalaman ia tidur sangat larut. Ardan begadang bersama kedua temannya, Rendy dan Indra demi menamatkan PC  game yang baru dibeli mereka minggu lalu.

Oh ya! Ardan baru ingat!
Pagi ini dia berjanji untuk menjemput Vania. Untunglah masih jam setengah enam. Buru- buru dia menyiapkan diri dan memasukkan asal beberapa buku ke dalam tasnya.

Tak lupa Ardan menyambar kunci mobilnya. Ya! Karena hari ini dia akan mengantar jemput Vania, Ardan memutuskan untuk membawa mobil saja. Biar tidak kehujanan seperti kemarin.

Dilain tempat.

Vania baru saja menyelesaikan sarapan paginya. Dia hendak keluar untuk memakai sepatu sekolah.

Di langkahan kakinya yang pertama dari meja makan, terdengar suara klakson mobil dari depan rumah.

Vania mengira itu adalah klakson mobil milik sang ayah. Tapi saat Vania mengecek keluar ternyata itu mobil Ardan. Vania sempat terkejut karena tak menyangka jika Ardan benar-benar akan menjemputnya sesuai yang dijanjikan. Dia pikir ucapan Ardan kemarin hanyalah sekedar basa-basi.

Thank's udah mau baca cerita aku<3














Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 27, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

I amTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang