Dia Menggeleng Tak Percaya

30.9K 2.4K 58
                                    

Aku terbangun ketika jarum jam tepat berada di angka tiga. Aku merasakan mual yang teramat sangat. Menyibak selimut yang entah sejak kapan membungkus tubuhku, aku segera berlari menuju kamar mandi.

Rasanya mual sekali. Seperti ada yang mengaduk-aduk isi perutku. Sejak dua bulan terakhir aku sering keluar masuk kamar mandi hanya untuk menumpahkan isi perut. Terus seperti itu sampai pernah aku memutuskan untuk tidur di bathup.

Aku memuntahkan semua isi perut. Tidak banyak karena memang akhir-akhir ini nafsu makanku berkurang. Hanya satu-dua kali dalam sehari. Itu pun hanya dua sampai tiga suapan saja. Aku tidak tahu kenapa, tapi kata teman-teman Gatta—yang sudah beristri— gejala yang kualami adalah tanda-tanda kehamilan.

Hah... Hamil?Yang benar saja!

Memangnya seberapa sering aku bercinta dengan Gatta sampai-sampai sperma cowok itu berhasil menembus dinding rahimku? Kita melakukannya hanya ketika sedang kalut saja. Tetapi, kekalutan kita berdua datang setiap hari, setiap malam. Artinya perkataan teman Gatta berpotensi benar. Ah tidak, tidak. Di setiap kita bercinta, Gatta selalu menggunakan pengaman. Jadi ucapan teman Gatta itu pasti salah.

Aku dan Gatta sama-sama menyangkal. Kita berdua tidak percaya, awalnya. Sampai suatu hari aku dan dia dikalahkan oleh sebuah fakta. Sebuah fakta yang menunjukan  bahwa alat pipih panjang yang dibelikan Gatta sebulan lalu menunjukan dua garis berwarna merah.

Aku tidak bodoh. Aku tahu apa fungsi dan cara kerja alat bernama testpack itu. Dan aku sangat tahu arti dari dua garis berwarna merah pada testpack.

Artinya adalah... Positif. Seseorang akan dinyatakan hamil jika di testpacknya muncul dua garis berwarna merah. Sialnya dua garis itu muncul pada testpackku!

"Ta," panggilku lirih. 

Aku mulai lemas. Tak kuat berdiri. Supaya tak terjatuh aku berpegangan pada wastafel.

"ATTA!!!" teriakku dengan sisa-sisa kekuatan.

Aku tidak tahu kenapa rasa mualnya bertambah seiring berganti hari. Setiap hari semakin menjadi. Bulan pertama hanya mual di pagi hari dan sekarang sepanjang hari selalu terasa. Aku sudah tidak tahan lagi. Tubuhku benar-benar lemas dan dalam hitungan detik terjatuh.

Boom! Apa yang kukatakan benar. Aku jatuh, tapi belum sempat menyentuh dinginnya lantai, Gatta sudah lebih dulu menyelamatkanku.

"Ya Tuhan," desisnya.

Gatta berencanA membawaku ke dalam kamar, tapi aku menolak. Bukannya apa-apa, percuma saja aku berbaring di atas ranjang sementara rasa mual enggan menghilang. Jadi aku memutuskan untuk tetap di kamar mandi.

Aku duduk di samping kloset sembari terus memuntahkan isi perut sementara Gatta keluar untuk mengambil minyak angin.

"Biar gue olesin," ucapnya berjongkok di sebelahku dengan satu botol minyak angin.

"Jangan," ucapku menghentikan niatnya.

"Kenapa?" tanyanya penasaran.

"Gue gak suka baunya. Huek, huek. Bikin gue makin mual," jawabku menjelaskan.

Gatta tersenyum sinis. "Gimana ceritanya minyak angin yang fungsinya sebagai pereda malah bikin lo makin mual? Jangan ngaco lo!"

Gatta sialan.

Cowok itu mulai menumpahkan sedikit minyak kayu putih ke tangan kirinya. Ia membuka bajuku dan bersiap mengoleskannya. Tapi, lagi-lagi aku menolaknya.

"Ta, bau!"

Gatta berhenti sejenak. "Lo harus tahan dan lawan," jawabnya kembali membuka bajuku.

Sejenak aku memejamkan mata. Di detik selanjutnya dengan sisa-sisa tenaga aku mendorong tubuh Gatta. Berhasil. Tubuhnya ambruk ke belakang.

Aku tersenyum menang sementara Gatta berdecak kesal.

"Anak anjing!!!" katanya beranjak berdiri.

"Gue udah bilang gak mau. Lo nya aja yang keras kepala," kataku tak merasa bersalah.

Cowok itu sudah berdiri sempurna. Sekarang ia menatapku tajam. "Serah! Gue capek ngadepin manusia batu kayak lo!"

"Gue nggak batu ya, tapi emang baunya bikin mun—" belum sempat aku melanjutkan perkataan, Gatta sudah lebih dulu membalikan badan sembari mengudarakan tangan. Tanda menyerah.

"Tetew~" ucapnya mengalihkan topik.

"Ta," lirihku.

Cowok itu kembali berbalik lalu menatapku.

"Apa? Masih butuh?"

"Besok beliin gue minuman soda yang banyak. Gue gak bisa pertahanin dia."

Dan untuk pertama kalinya aku melihat Gatta menggeleng—tidak percaya.

Tbc.

#sasaji

Lara (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang