TUJUH

19 6 0
                                    

Gea POV

"Gue selesai sama si brengsek itu." Ucapku mengawali topik tentang keadaanku akhir-akhir ini. Ia malah terkekeh pelan tanpa menatapku, masih serius melanjutkan menguncir kuda rambutku.

"Setelah hampir setahun sama-sama, dia masih nggak bisa ngelupain mantannya. And see, setelah mantannya yang sok kecakepan itu pindah ke sekolah kita dan ngajak dia balikan, dia tanpa pikir panjang ninggalin gue gitu aja." Aku menumpahkan isi hatiku. Reaksinya hanya diam menatapku. Tanpa ekspresi yang dapat kubaca dari wajahnya.

"Kok kesel ya? Mending curhat sama tembok aja kali ya?" Aku memutar bola mataku kesal karena responnya yang terlampau datar.

"Gue udah ngingetin elo dari awal hubungan elo sama dia. Salah sendiri."

"Curhat sama lo bikin tambah kesel." Kataku sekenanya. Karena memang benar apa yang dikatakan Marteen. Ia  malah terkekeh kali ini.

Sambil merapikan kembali rambutku yang telah dikurcir ia berkata, "Sudah beres, gue anter elo ke kelas."

Namun sebelum aku beranjak berdiri untuk meninggalkan UKS, Marteen merengkuhku dalam pelukannya. Ia kemudian berbisik, "Jangan khawatir, gue selalu ada buat lo."

***

Marteen adalah teman sekelas Geo. Bukan hanya itu, aku telah mengenalnya sejak duduk dibangku SMP. Ia adalah kakak kelas yang menyebalkan.

Pertemuan pertamaku dengannya cukup membuatku mual. Bagaimana tidak? Saat itu ia sedang mencium salah seorang murid yang aku kenali sebagai teman sekelasku dengan ganasnya hingga murid itu mendesah tak karuan di belakang sekolah! Seharusnya aku tidak kaget dengan pemandangan didepanku karena mengingat reputasi playboynya disekolah. Tapi sumpah demi Neptunus yang nggak bakal turun tahta, dia masih kelas VII saat itu!

Selanjutnya entah bagaimana aku bisa berteman dekat dengannya. Bisa digaris bawahi jika aku hanya berteman baik saja dengannya. Sampai suatu ketika ia melupakan janjinya yang akan menemaniku belajar dengan berkencan dengan cewek dari kelasnya. Saat itu aku marah besar padanya, karena setahuku saat ia berteman denganku ia tidak menjalin hubungan dengan siapa-siapa. Jujur saja saat itu aku cemburu berat. Ya, saat itu aku menyukainya. Siapa yang bisa menolak pesona seorang Marteen? Cowok keturunan Belanda-Indo yang memiliki mata biru jernih dengan rambut pirang yang menawan.

Aku kemudian mendampratnya dengan semprotan tak karuan yang keluar dari mulutku. Tapi tentu saja masih kusaring dengan baik agar tidak terkesan cemburu dan tidak keceplosan jika aku menyukainya. Insiden itu berakhir dengan ciuman darinya. Ia menciumku tepat dibibirku. Ciuman pertamaku.

Tapi tidak ada pengakuan cinta darinya saat itu. Hingga kini. Hubungan kami tetap saja bernama pertemanan. Sehingga ia pun bebas mengencani siapa saja yang dia inginkan, begitu juga denganku. Hingga saat kelulusan ia berpesan padaku agar aku masuk di SMA yang sama denganya. Alasannya ia tidak ingin aku jauh dari pengawasannya. Kalau khawatir kenapa tidak jadikan aku pacarnya coba.

Kekesalanku rasanya hanya kekesalan anak SMP yang tidak kunjung di tembak oleh gebetannya. Karena setelah tak lama mengenal Geo, aku langsung merasakan ketertarikan yang luar biasa pada cowok itu. Apalagi ia juga memberikan sinyal jika ia juga menyukaiku. Dan tentunya tidak seperti Marteen, Geo menyatakan perasaannya setelah kurang lebih dua bulan masa pendekatan.

Pendekatanku dengan Geo tidak berjalan mulus lantaran fans-fans Geo yang selalu menempelinya dan juga selalu menghujatku terang-terangan. Belum lagi Marteen yang kala itu menasehati aku agar tidak dekat-dekat dengan Geo. Sekali lagi, kalau khawatir kenapa tidak jadikan aku pacar?

Akupun akhirnya jadian dengan Geo. Menjadi pacar Geo artinya aku harus siap menutup mata dan telinga dengan nyinyiran para fans Geo yang tentu saja tidak meridhai aku menjadi pacar pujaan hati mereka.

Moment to LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang