Cuti

139 10 0
                                    

Ia menghela nafas. Shin Hye duduk di hadapannya, menatap seakan-akan ia bisa menguap dan kabur jika ia mengalihkan pandangannya sedikit saja.

Hal ini bukanlah yang pertama kalinya wanita itu lakukan selama mereka mengenal satu sama lain. Ketika Shin Hye masih seorang intern, ia selalu cerewet tentang dirinya yang tidak pernah mengambil cuti dengan alasan benar-benar berlibur dari kerja. Cuti yang ia ambil selalu saja beralasan dengan pekerjaan lain. Ia cukup sadar bahwa ia lebih banyak menghabiskan waktu di rumah sakit (bahkan sering tidur di ranjang kecil di ruangannya). Tidak ada hal penting yang bisa dilakukan di rumah. Dan seringkali ketika ia tengah memasak makan malam, akan ada telepon tentang pasien ini, pasien itu- lalu ia akan menghentikan aktifitasnya saat itu juga dan pergi ke rumah sakit.

Mungkin Seung Ho benar. Seung Hyun mungkin kehilangan ingatannya secara permanen, tetapi tubuhnya masih mengingat segalanya. Ia teringat akan perkataan adiknya itu mengenai pekerjaannya.

"Kau terlalu baik, atau terlalu bodoh untuk menerima semua permintaan mereka?"

... Mungkin keduanya? Ia tidak begitu paham dengan hal ini.

"Aku tidak bisa mengambil cuti akhir pekan ini."

Shin Hye mengernyitkan dahinya.

"Kenapa?"

"Akan ada pertemuan dengan para dewan direksi, dan seminar dengan rekan dokter lainnya," ia beralasan. Kedua manik mata miliknya masih melihat ke arah layar monitor dengan perantara kacamata. "Aku tidak bisa mengambil cuti."

"Kau bisa," dahinya masih mengerut, dan ekspresi wajahnya seakan 'kata-kataku ini tidak bisa diganggu gugat'. Seung Hyun membuat catatan di dalam hati bahwa Shin Hye, adiknya, masih keras kepala seperti biasa. "Dan kau akan mengambil cuti di akhir pekan ini. Aku sudah memesan tiket penerbangan kita ke London malam ini, dan kita akan menghadiri pertemuan keluarga kita."

"Makan malam."

"Sama saja. Kita akan menemui Michael, Maria dan Joe. Tuhan, kau bisa mendengar suaranya, bukan?" Shin Hye setengah berteriak. "Michael jelas-jelas merindukanmu!"

"Dan ia memberikan tanda bahwa tidak masalah untuk tidak menghadiri 'pertemuan'nya," jelas Seung Hyun.

"Oppa!"

"Shin Hye," Seung Hyun menarik nafas panjang.  Ia melepas kacamata yang terpasang di wajahnya, melipat kedua gagangnya sebelum meletakkannya di atas meja. "Aku tidak bisa pergi begitu saja. Pertemuan dan seminar ini sangat penting untuk semuanya. Kamu harusnya paham benar dengan hal ini, mengingat kamu juga bekerja disini." Ia bisa melihat ekspresi wajah Shin Hye semakin... tidak sedap dipandang. Seung Hyun mengira ia telah mengatakan hal yang buruk. "Ini adalah kewajibanku. Kamu bisa pergi dan menitipkan salamku kepada Michael, Jonathan dan Maria."

Shin Hye melipat kedua tangannya di depan dada. "Dan aku, pergi sendiri dari Korea Selatan ke London?"

Seung Hyun menaikkan satu alisnya. "Siapa yang berkata kepadaku bahwa ia berani pergi keluar negeri sendirian?"

"Ini tidak adil, kau tahu," Shin Hye memasang wajah cemberut. Tubuhnya membungkuk, lemas dan menyerah. "Aku hanya ingin menghabiskan waktu denganmu dan Seung Ho-oppa, meskipun yang akan kita lakukan hanyalah tiduran di kamar hotel." Seung Hyun mengernyitkan dahinya. Shin Hye mengabaikan respon non-verbal kakak angkatnya itu. "Tidak bisakah kau pergi? Aku sudah menghabiskan banyak uang untuk tiket penerbangan kita..."

"Kamu berkata seakan-akan kita tidak memiliki uang," ucapnya. Seung Hyun tersenyum tipis. "Maafkan aku, Shin Hye."

Wanita itu menggerutu. "Baiklah kalau begitu," ia beranjak dari kursinya, menggunakan nada suara lemah dan tak berdaya. "Aku kira aku akan pergi sendirian... lagi..."

Seung Hyun tidak berkomentar tentang Shin Hye yang melupakan Seung Ho. Adik kembarnya yang satu itu kemungkinan besar tidak akan ikut jika tidak dipaksa. Ia memijat dahinya, "Kamu tahu kalau aku tidak akan terpedaya dengan itu?"

Shin Hye kembali menggerutu. "Kalau begitu, aku akan meminta Seung Ho-oppa untuk menculikmu nanti."

"... Shin Hye. Jangan menambah masalah untuknya-"

"Bye!"

Dan pintu ruangannya tertutup dengan suara gedebuk. Seung Hyun akhirnya -akhirnya- dapat merilekskan tubuhnya dan menyandarkan punggungnya ke punggung kursi. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangan, diam-diam berterimakasih kepada Shin Hye yang telah meninggalkannya sendirian. Jika wanita itu tetap berusaha dan memohon kepadanya, ia tidak tahu apakah ia bisa menolak permintaan adiknya itu terus-terusan.

Ia tahu benar bahwa Shin Hye tidak melebih-lebihkan perihal Michael. Ayah angkatnya itu telah mengatakan kepadanya bahwa ia merindukan Seung Hyun lewat telepon. Tidak ada tipu muslihat dan permainan metafora kata mengingat kondisi Seung Hyun yang kadang tidak tanggap dengan hal tersebut. Maria tidak terdengar suaranya, namun ia tahu bahwa wanita itu akan cerewet perihal cucu jika Michael menawarkan istrinya tersebut untuk berbicara kepadanya. Jonathan? Pemuda itu masih sempat menghabiskan waktu untuk mengirim pesan singkat kepadanya. Seringkali dibalas dengan kurun waktu beberapa detik setelah ia mengirim pesannya.

Ia tahu benar, mereka bertiga menginginkan Seung Hyun, Daniel, untuk menghabiskan waktu bersama mereka sebagai keluarga.

Tetapi pekerjaannya merupakan prioritas utama dalam hidupnya. Ini bukan masalah mengenai uang, tentunya. Keluarga mereka memiliki uang yang berlebih. Meski penghasilan Michael tidak termasuk, Seung Hyun merupakan pria yang cukup berada.

Lagipula, tidak ada yang bisa menggantikannya menjadi pembicara di seminar tersebut. Kebanyakan dari para dokter (apalagi para junior) memintanya untuk bagian itu, dan ia tidak bisa berkata tidak. Secara logika, pilihan mereka memang yang terbaik. Tidak ada dokter dari rumah sakit mereka yang memiliki pengalaman lebih baik daripada dirinya. Mungkin tidak begitu cocok karena beberapa alasan, tetapi, hal itu tidak begitu membuat masalah.

Ia melirik ke arah bekal yang Shin Hye tinggalkan sebelumnya. Adiknya sadar bahwa ia sering lupa untuk makan siang sejak beberapa hari lalu, dan bersusah payah untuk memasak (Shin Hye tidak begitu suka memasak) sesuatu. Walaupun Shin Hye bisa saja membeli makanan di luar atau membawa makanan di kantin dengan izin untuk Seung Hyun yang pastinya akan diberikan.

Bukannya ia berpikir lebih tentang dirinya. Hanya saja, hal itu yang selalu mereka lakukan untuknya. Dan dengan alasan yang sederhana.

Kan, itu untuk Dokter Frost.

Ia membuka tutup kotak bekalnya dan mengamati makanan yang telah disajikan oleh Shin Hye. Nasi, sosis, kimchi, telur gulung dan bayam rebus. Satu kotak kecil lainnya berisi buah-buahan yang sudah di potong agar bisa langsung dimakan. Masih berniat untuk mengecek berkas catatan medis pasien, ia kembali memakai kacamata miliknya sembari memakan potongan buah kiwi.

Oh Ha Ni sudah cukup pulih untuk keluar rumah sakit besok. Shin Jong Hyun hanya perlu melewati masa kritis malam ini lalu ia bisa dipindahkan ke ruangannya. Kim Tae Jin masih belum bangun dari pengaruh obat bius operasi sebelumnya. Lee Ji Eun...

"Kalau begitu, aku akan meminta Seung Ho-oppa untuk menculikmu nanti."  

Seung Hyun tidak bisa menduga apakah itu sebuah gertakan atau tidak. Tetapi, mengingat sifat Shin Hye...

Ah, tidak mungkin, kan?

Daniel FrostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang