Pulang

46 5 0
                                    

"... Good lord!"

Maria memekik pelan. Shin Hye juga memekik pelan. Mungkin jeritan adalah kata yang lebih cocok. Telinga Seung Hyun sakit mendengar jeritan keduanya, tetapi ia tidak bisa berkata apa-apa kepada ibu angkatnya dan juga adik angkat perempuannya itu.

"Mom!" Shin Hye memeluk Maria dengan sangat erat. Terpampang jelas kalau Shin Hye sangat senang bertemu dengan Maria, menghentikan wanita itu untuk memeluk Seung Hyun terlebih dahulu. Tidak, ia tidak bertindak arogan. Maria sempat berlari ke arahnya tadi. Bukannya itu masalah besar, sih. Tetapi Shin Hye sedikit berlebihan. "Aku sangat merindukanmu!" Tukasnya. Mereka selalu menggunakan Bahasa Inggris saat berbicara dengan keluarga Ashworth. "Aku menantikan makan malam kita nanti!"

"Aku merindukanmu juga, sayang. Daniel dan Vick juga." Maria membalas pelukan Shin Hye. Seung Hyun tidak begitu yakin entah ini realita atau imajinasinya, tetapi ia bisa mendengar suara tulang-belulang yang patah. "Dad dan Joe merindukan kalian juga!"

Dan keduanya kembali menjerit, atau memekik? Seung Ho cukup kesal, tetapi ia tidak berkomentar apapun. "Hei, Maria."

Ketimbang memanggil mereka dengan 'ibu' dan 'ayah' seperti Shin Hye, Seung Ho dan Seung Hyun terbiasa memanggil mereka dengan sebutan nama saja. Mereka berdua sangat jarang memanggil mereka seperti itu, kecuali jika hal itu sangat diperlukan, atau Seung Hyun ingin sesekali memanggil mereka dengan sebutan 'ayah' dan 'ibu'. Seung Hyun melihat beberapa sepatu yang ada di rak, dekat dengan pintu rumah. Ia masih ingat sepatu mana yang dimiliki Michael dan Jonathan. Sepatu wanita tentu saja milik Maria seorang. Ia menyadari satu pasang sepatu anak kandung mereka yang tidak ada di posisinya yang biasa. Bahkan posisi sepatunya masih sama seperti dulu. "Jonathan?"

"Oh, yah... Joe masih di rumah sakit..." Maria terlihat sedih. Seung Hyun menebak bahwa ia sudah menyuruh si pria berambut cokelat itu untuk pulang cepat dan menyambut saudara-saudaranya pulang. "Tetapi ia berjanji untuk pulang cepat ketika pekerjaannya sudah selesai. Ia sangat senang untuk bertemu dengan kalian lagi!"

Seung Hyun mengalihkan pandangannya. "Tetapi, kami tidak membawa cokelat."

"Astaga, serius?" Seung Ho menatap Seung Hyun dengan tatapan tidak percaya. "Apakah kita harus membawa cokelat? Dia sudah berumur berapa sekarang?"

Maria hanya tertawa puas. "Itulah kenapa Joe lebih menyayangi Daniel ketimbang dirimu, Vick. Daniel selalu mengingat makanan favoritnya sejak ia masih kecil." Wanita itu mengedipkan matanya, dan Seung Ho meringis. "Cokelat."

"... Daniel?"

Perhatian Seung Hyun teralihkan ke sumber suara yang memanggilnya, berat dan nada suara yang terdengar lelah. Ia sangat mengenali suara itu. Seung Hyun berkedip beberapa kali, menatap ke arah Michael yang muncul di belakang Maria. Pria itu mengenakan kacamata khas miliknya.

"Michael," sapa Seung Hyun pelan. Ekspresi wajah Michael melemas.

"Oh, itu dirimu." Kali ini Shin Hye tidak menghentikan Michael. Ia membiarkan pria tua itu memeluk Seung Hyun, dan Seung Hyun membalasnya dengan tepukan pelan di punggung. "Dear lord, kau pasti lelah di perjalananmu kemari. Banyak pekerjaan di Korea Selatan?"

Bukan hal yang aneh bagi mereka untuk lebih memperhatikan Seung Hyun ketimbang Seung Ho. Bahkan, jika dilihat oleh orang lain, Seung Ho seakan tidak ada di sana. Kebanyakan mengira mereka lebih memperhatikan Seung Hyun karena ia secara logis sedang 'sakit', ada juga yang mengira karena Seung Ho adalah pria yang sangat berkebalikan dengan Seung Hyun. Adik kembar yang tidak menjalani sisi akademis dan memiliki titel yang bagus seperti kakaknya. Adik kembar yang eksistensinya membahayakan keluarganya.

Yang Seung Hyun tahu, keluarganya saling menyayangi satu sama lain. Mereka jarang menunjukkan perasaan yang nyaman itu kepada Seung Ho, tetapi bukan berarti bahwa Seung Ho adalah orang luar.

Lagipula, Seung Ho adalah orang pertama yang memperkenalkan dirinya kepada Michael dan Maria.

Seung Hyun hanya merespon dengan santai, atau lebih tepatnya datar. "Vick membiusku."

"Itu lelucon yang bagus, sayang." Tidak ada yang membantah kata-kata Seung Hyun membuat Maria membelalakkan matanya. "Kau serius!?"

"Itu ide Shirley."

Shin Hye menatap tajam ke arah Seung Ho sebelum kembali ke dan memasang wajah polos kepada Maria. "Daniel-oppa sangat sibuk... jadi, uh, kita harus melakukan sesuatu?"

Tidak termakan alasan klise, Maria berkacak pinggang. "Dengan membius kakakmu sendiri!?"

"Kami tidak meracuninya!"

"Ah, tenanglah, kalian. Setidaknya Daniel masih hidup dan tidak terluka," Michael menegur mereka sembali mengusap kepala Seung Hyun. Seung Hyun hampir mendengkur karena merasa puas. Efek obatnya sudah menghilang, tetapi ia masih merasa mengantuk. "Mari kita masuk terlebih dahulu. Karena kalian berdua yang melakukan hal ini," menepuk punggung Seung Hyun yang jelas-jelas benar-benar diam seperti anak anjing yang dimanjakan pemiliknya. "Kalian akan membantu Maria mengurus makan malam."

Seung Ho terlihat ingin protes, tetapi Shin Hye langsung memeluknya. Meremas lengannya dengan kuat. "Tentu, dad! Aku akan membantu mom juga kok, meski kau tidak menyuruhku."

"Aku diperas."

"Kau bilang kau mencintai kakakmu, tetapi kau membiusnya juga." Maria menatap Seung Ho dengan wajah tidak terkesan. "Sekarang ikut aku. Kita punya banyak hal yang harus dilakukan." Wanita itu menarik keduanya kedalam, meninggalkan Seung Hyun dan Michael di luar. Di posisi yang sama.

Hal ini tidak menjadi masalah yang besar untuk Seung Hyun. Apalagi, jika Michael lupa kenapa ia mengirim Seung Ho dan Shin Hye untuk membantu Maria. "Apa kabarmu?" tanya Michael. Suaranya terdengar lebih lembut dari biasanya, seperti tengah berbisik. Pria ini... sama seperti dulu. Meski lebih lemah dari sebelumnya. Bahkan rambutnya sudah mulai memiliki lebih banyak helai yang berwarna abu-abu. Ia sudah termakan oleh usianya sendiri. 

"Aku baik," respon Seung Hyun. "Rambutmu berwarna abu-abu."

"Rambutmu berwarna putih, Daniel. Jangan mengejekku."

Seung Hyun mengernyitkan dahinya. "Aku tidak bermaksud untuk mengejekmu."

Respon sederhana itu membuat Michael tertawa lepas. "Aku tahu, Daniel."

Sudah berapa tahun mereka tidak berjumpa? Suara tawa itu terdengar begitu manis di telinganya. Ia ingin mendengarnya terus menerus.

"Selamat datang di rumah, anakku."

Seung Hyun menenggelamkan wajahnya ke bahu Michael. Bau parfum yang tidak pernah berubah. Bahan kain yang halus dan hangat. Tubuh yang entah kenapa lebih pendek dari terakhir kali ia memeluknya.

Aku pulang, ayah.

Daniel FrostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang