'Saat aku dengan sungguh-sunguh ingin merubah diriku menjadi versi yang lebih baik dari sebelumnya, aku merasa semakin terjebak dalam circle yang berusaha aku tinggalkan'.
-VaniaMaisha Putri-
BAB I
PERSIMPANGAN JALAN
Karakter dan sifat manusia itu sangat beragam, ya. Lihat saja jalanan kota pagi ini. Ditengah hiruk pikuk kemacetan jalan dengan berbagai macam kendaraan yang merayap di atasnya. Ekspresi dari pengendaranya sungguh bervariasi. Ada yang menekuk wajahnya kesal karena sepeda motornya tersenggol oleh pengendara lain. Ada juga yang wajahnya cemas, mungkin karena takut telat masuk kantor dan harinya akan sedikit kacau karena perasaan tak enak setelah dimarahi oleh atasannya. Ada orang yang seolah ingin berteriak dan dia limpahkan lewat klakson kendaraannya yang ia bunyikan tanpa jeda. Ada juga yang eksprsi wajahnya datar, seperti seorang gadis SMA yang saat ini sedang duduk bersandar di kursi bus. Seolah hari ini sama buruknya dari hari-hari yang telah ia lewati.
Vania Maisha Putri, gadis itu masih saja memandangi kendaraan yang padat merayap di samping bus yang ia tumpangi saat ini. Pandangan matanya hampa, seolah menginginkan sesuatu yang baru untuk ditangkap oleh manik mata indahnya itu. Mungkin beberapa orang yang mampu membaca jiwa semacam psikiater akan memahami apa yang telah terjadi pada gadis malang itu. Suara bising klakson sesekali membuatnya memalingkan pandangan ke arah depan lalu ia pejamkan matanya rapat-rapat.
"Maaf mba, boleh gak saya minta tempat duduknya?" pinta seorang lelaki yang sedari tadi berdiri di samping vani.
"Gue?" Vani menunjuk kearah dirinya sendiri. Reflex lelaki yang mengenakan pakaian SMA itu menjawab pertanyaan Vani dengan anggukan kepala.
"Gak tau malu ya lo nyuruh perempuan berdiri sedangkan lo pengen enak-enakan duduk. dasar!" Vani mendelikan matanya kesal.
"Bukan buat saya mba, itu kesihan ada ibu hamil gak kebagian tempat duduk."
Vani menolehkan kepalanya ke arah belakang. Benar saja tak jauh dari tempat duduknya berdiri seorang ibu-ibu yang sedang hamil tua. Padahal masih banyak orang-orang yang masih muda yang kebagian tempat duduk. mengapa harus dirinya yang mengalah untuk berdiri, pikirnya. Sebenarnya Vani tidak mau beranjak dari tempat duduknya dan berdiri berdesak-desakan dengan orang-orang yang tidak kebagian tempat untuk duduk. Namun hatinya masih memiliki rasa kemanusiaan, dia merasa iba dengan ibu hamil itu.
"Ya udah, silahkan!" ujar Vani ketus sambil beranjak dari duduknya.
"Ayo duduk, Bu!" pinta lelaki berseragam SMA itu sambil melipir ke arah kanan untuk memberikan jalan agar ibu hamil itu bisa lewat.
------
SMA Bakti Darma, salah satu SMA elit di Jakarta dengan jumlah siswa paling banyak peminat setiap tahunnya. Kecuali Vani, dia sama sekali tidak berminat untuk sekolah di sana. Dia lebih memilih sekolah di tempat yang biasa saja. Tapi Arini yang Vani panggil dengan sebutan bunda ingin anak gadis semata wayangnya itu untuk masuk ke sekolah itu. Bukannya tidak suka, tapi vani merasa berat harus sekolah di sana, persaingan akademiknya sangat ketat. Bisa dikatakan sekolah itu hanya untuk anak-anak dengan IQ yang jenius saja. Dia tidak sanggup untuk bersaing dengan mereka, Setiap kenaikan kelas Vani pasti selalu mendapatkan ranking paling akhir.
ini adalah tahun terakhir vani sekolah di SMA Bakti Darma. Hampir setiap hari Arini memarahi Vani agar dia fokus belajar untuk persiapan UN dan tidak terus-terusan bermain. Semakin hari Vani merasa semakin tertekan dengan tuntutan bundanya yang berhatrap terlalu tinggi pada Vani. Tak jarang Vani memilih untuk kabur berhari-hari dari rumahnya. Dia bergaul dengan teman laki-lakinya yang nakal yang membuatnya mulai menjauh dari ajaran agama sebagai bentuk pemberontakan terhadap bundanya.
Dua hari yang lalu Vani mendapat kabar bahwa Arini dilarikan ke Rumah Sakit karena sebuah kecelakaan yang menimpa bundanya itu. Arini mengalami luka yang cukup parah, terjadi pendarahan di kepalanya dan membuatnya koma. Sungguh pukulan yang sangat keras bagi gadis itu. Ada penyesalan dihatinya, tapi dia tak tau harus berbuat apa untuk menebus kesalahannya itu. Vani hanya memiliki Arini, tidak ada yang lain lagi. Ayahnya telah meninggal karena kecelakaan saat usianya 9 tahun. Vani tidak mau mengalami hal yang sama seperti kejadian 8 tahun silam itu. Vani tak mau kehilangan orang yang disayanginya untuk kedua kalinya.
"Tumben datangnya gak kesiangan?" ujar Satpam yang berdiri di depan gerbang sekolah sambil melirik sinis ke arah Vani. Gadis itu menghentikan langkahnya dan menolehkan kepalanya ke arah gerbang kemudian berjalan ke arah kelas tanpa memperdulikan ucapan satpam itu.
Sebagian manusia memang seperti itu, alih-alih memberi semangat unuk orang-orang yang ingin merubah dirinya menjadi lebih baik. Mereka malah meruntuhkan mental orang lain dengan cemoohan dan memandang rendah orang tersebut hanya karena masalaunya yang buruk. Tidak semua orang yang bertekad dan berusaha untuk berubah menjadi lebih baik memiliki hati yang kuat dan teguh untuk menjalani niat baiknya itu. Hati manusia tidak ada yang sama. Sebagian orang ada yang memiliki hati yang begitu kuat, ia lebih memilih untuk bodo amat. Saat ia bertekad untuk berubah menjadi lebih baik maka ia akan berusaha sekuat tenaga. Ia tak perduli ada atau pun tidak orang yang akan mendukung niatnya itu. Namun beberapa dari mereka ada juga yang memiliki hati yang begitu rapuh. Saat ia dengan sungguh-sunguh ingin merubah dirinya menjadi versi yang lebih baik dari sebelumnya, ia malah terjebak dalam circle yang berusaha ia tinggalkan. Beberapa merasa dirinya tak layak untuk berubah karena judged terlampau buruk oleh lingkungan sekitarnya.
"ternyata suasana sekolah kalau pagi-pagi gini, ya. Bising. Beda banget kalau udah ada guru pasti pada diam. Sok idealis!" ujar Vani pelan seraya mengamati seluruh isi kelasnya yang ramai dan bising.
"Vani, ngapain masih berdiri di depan pintu. Ayo masuk ke kelas." Suara bariton milik Pak Syamsi itu membuat Vani tersentak kaget. Tidak hanya Vani semua murid yang ada di kelas pun seketika duduk di kursinya masing-masing.
"kamu juga masuk, ayo!" ajak pak Syamsi pada seorang anak laki-laki yang sedari tadi ada di belakangnya. Pandangan semua murid tertuju pada siswa asing itu. Kecuali Vani, ia hanya melirik sekilas lalu berjalan menuju bangkunya yang ada di pojok belakang. Vani menghentikan langkahnya dan melirik sekali lagi ke arah laki-laki itu. "Wajahnya seperti tak asing", pikirnya.
"Ayo pekenalkan nama dan asal sekolah kamu, yang singkat aja. Karena sebentar lagi upacara bendera mau dimulai!" perintah pak Syamsi pada anak laki-laki itu.
BERSAMBUNG......
Saya mau mengucapkan terima kasih kepada kalian yang sudah mau meluangkan waktunya untuk membaca cerita dari saya. Mohon kritik dan sarannya ya teman-teman. Jangan lupa juga buat Vote dan Komen sebagai bentuk penghargaan kalian buat saya. Jangan lupa juga buat follow akun watpad saya di @aksaraksa_sa
Insya Allah cerita ini akan Up setiap hari Sabtu dan minggu. Happy reading teman-teman. Semoga cerita ini bermanfaat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Because Allah [REVISI]
Teen Fiction#1 in becauseallah [ 19 Maret 2019 ] #2 in becauseallah [ 28 Februari 2019 ] #5 in becauseallah [ 26 Februari 2019 ] #34 in silentlove [15 Desember 2018] #41in silentlove [ 6 Desember 2018] Lima tahun yang lalu, aku dan Fakhri benar-benar berbeda. M...