Sebut saja semua - Bagian 2

56 2 0
                                    


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Habis ini kan jam kosong, enak bolos aja toh dari pada aku ngiler di kelas. Kurang kerjaan Pak Bisri itu, erooh ae (tau saja) niatku mau bolos." Baiklah telingaku masih setia mendengar keluhan Amar, karena aksi bolosnya ketauan Pak Bisri.

"Kalau jalur darat diblok, pakai jalur udara lah mar." jawabku asal lalu menertawakannya, Amar menatapku mengiba.

"Nanti istirahat kedua saja mar, Pak Bisri pasti sibuk jadi Imam, setelah sholat balik dulu lewat sono." Aku menunjuk sebelah kiri ruang kelas kami, yang menuju kantin, dari sana terbubung dengan toilet dan halaman belakang.

"Kan kalau istirahat ke dua kantin sepi." Aku menambahi melihat Amar mengedip-ngedip lucu. Nih cowok kata anak-anak serem kalau marah, arogan kalau ngomong tidak pernah di filter, asal jeplak, musuhnya banyak, selalu jadi buronan Guru BK. Itu semua memang benar.

Tapi firasatku bilang dia sekedar mencari perhatian. Selama aku mengenalnya dia tidak pernah merugikan orang lain kecuali Pak Bisri yang kewalahan menghadapi kecerdikannya dalam melompati pagar. Hahahaha

Yang dilakukannya hanya merusak diri sendiri sebagai bentuk pelampiasan, atas apa aku sendiri belum paham.

Tidak hanya Amar, dikelas kita ada Santi, Purnomo, bahkan Zainuri yang memiliki kecenderungan hampir sama. Melakukan segala hal yang mereka anggap benar, tidak harus aku sebutkan tindakan apa yang mereka lakukan bukan.

"Kau peri hitam.. dan aku suka." Amar tersenyum lebar.

"Ya awooh.. kali ini bolosku dibantu anak ini ya awooooh.. kalau aku dimasukkan ke neraka aku pasti ngajak dia ya awooh.." tape ketan! memang Amar. Dia berbicara semprul dengan posisi tangan menengadah layaknya orang berdo'a.

Aku memukul kakinya dengan buku gambar, dan dia tertawa keras menimpali kekesalanku.

Begini, aku tidak benar-benar mendukung aksi bolosnya yang hampir setiap hari dilakukan. Aku hanya menerapkan teori dari Ibu, ketika dulu ibu bilang "jangan bermain pisau, kalau keiris sakit." Tapi aku keras kepala ahirnya ibu justru memberikan aku pisau dengan berbagai ukuran. Setelah aku bermain dengan pisau itu dan terluka, ibu Cuma bilang "Bagaimana? Sakit kan."

Aku mau menerapkan ini pada Amar, tidak aku ngak akan sok bijak memberi petuah kalau bolos itu dia akan gini, atau gitu dan bla bla bla bulsit atau berharap dia kena karma karna perbuatanya. Aku Cuma ingin tau bagaimana mereka memandang hidup dangan cara mendekati titik yang dianggap buruk oleh banyak orang.

Ah, Kakiku jadi kram jongkok terus, mau duduk dilantai seperti Amar, takut rok ku kotor, nanti kan aku buat sholat. Aku bergerak-gerak gelisah.

"Plaak.!"

Sebuah sobekan kardus jatuh tepat dipangkuanku. Aku mendongak melihat siapa pelakunya. Dan yang kulihat hanya jejakmu yang menjauh masuk ke dalam kelas.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 25, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

GerimisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang